
Beragam inovasi di pesta akbar para petani dan nelayan yang meningkatkan produksi dan menghemat biaya. Tujuannya mendongkrak laba.
Gubuk bambu di tengah lahan percobaan itu nyaris tertutup kerumunan pengunjung. Di pintu masuk, seorang pria membagikan cangkir plastik kecil berisi cairan berwarna kuning. “Silakan cicipi, jangan lupa mengisi buku tamu,” ujarnya ramah. Cairan dalam cangkir itu ludes sekali teguk. Rasanya manis segar tanpa ampas tersisa di rongga mulut beberapa saat setelah minuman habis. Meski sama-sama manis, rasanya berbeda dengan gula tebu.
“Itu jus jagung manis,” kata Dr Muhammad Aqil, periset Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), Maros, Sulawesi Selatan. Menurut Aqil, konsumsi gula jagung lebih menyehatkan lantaran kadar gula darah tidak naik secepat konsumsi gula tebu. Di gubuk yang menjadi paviliun Balitsereal itu terpajang alat-alat untuk mengolah jagung menjadi sirop jagung, bahan baku gula jagung. Lembaga riset itu juga memampang poster sorgum.

Masa depan
Menurut Dr Marcia Bunga Pabendon, periset sorgum di Balitsereal, sorgum bakal menjadi tanaman masa depan yang mampu menjawab 3 tantangan besar: food atau pangan, feed (pakan), dan fuel alias bahan bakar. “Sorgum menghasilkan bulir yang bisa diolah menjadi beras atau tepung pengganti terigu. Batangnya bisa diperas seperti tebu dan menghasilkan sirup, yang lantas bisa dijadikan gula semut maupun diolah menjadi bioetanol untuk bahan bakar. Ampas perasan menjadi pakan,” ungkap Marcia.
Sirop jagung dan sorgum hanya 2 dari ratusan teknologi yang tampil dalam perhelatan Pekan Nasional XIV Kontak Tani dan Nelayan Andalan (Penas XIV KTNA) di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di kelompok bioenergi, Balai Penelitian Tanaman Tebu, Tembakau dan Serat (Balittas) menampilkan bunga matahari, wijen, dan kemiri sunan. Menurut Yusnu Haryono, anggota staf Bagian Kerja sama Umum Balittas, kemiri sunan bakal menjadi pengganti jarak pagar untuk menghasilkan biodiesel.

“Pohon mudah tumbuh, bandel, dan cepat berproduksi,” tutur Yusnu. Pada tahun ke-4 pascatanam, Aleurites trisperma itu belajar berbuah. Produksi mulai stabil sejak tanaman berumur 5 tahun. Sudah begitu, penanaman bisa tumpangsari dengan komoditas lain seperti palawija atau tanaman rimpang. Kemiri sunan berbuah sepanjang tahun dan serangga perusak tidak menyukainya. Sudah begitu, bentuk tajuk dan perakarannya mampu mempertahankan mata air sehingga cocok di daerah resapan air.
Biji bunga matahari juga potensial menjadi bahan bakar. “Namun selama ini diolah menjadi minyak kesehatan sekelas minyak zaitun,” kata Yusnu. Pada umur 5 bulan, bunga Helianthus annuus siap panen menghasilkan 1.400 kg biji kering per ha. Dengan harga biji kering Rp12.500 per kg minus biaya, maka sehektar lahan menghasilkan Rp8,16-juta dalam 5 bulan. Di lahan seberang jalan, kelompok hortikultura tidak kalah ramai.

Garis depan
Kelompok hortikultura menghadirkan jenis-jenis unggul cabai keriting, cabai merah besar, dan tomat. Bedengan-bedengan selebar 1—1,2 m setinggi 30—50 cm di lahan 3,5 ha itu berjajar beragam sayuran, cabai, tomat, peria, dan terung. Menurut Ir Sri Wijayanti Yusuf MAgrSc, direktur Benih Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, dalam Penas kali itu, komoditas hortikultura mulai unjuk gigi. “Biasanya yang banyak tampil sebatas komoditas seputar pangan,” tutur perempuan 49 tahun itu.

Teknologi-teknologi baru yang tampak antara lain pemakaian ajir besi terbungkus polietilen produk lokal Pasuruan, Jawa Timur. Meski tampak sepele, produk itu justru memulai debutnya di mancanegara (baca: “Ajir Pintar Serbabisa” halaman 20—23). Mesin pertanian yang tampak berbeda secara mencolok adalah penanam bibit padi dengan jarak tanam jajar legowo. Dengan mesin berkekuatan 4,6 hp, alat itu mampu menanam benih di sehektar lahan dalam 6—7 jam dengan sistem jajar legowo 2—1 (baca: “Formasi Pacu Produksi” halaman 24—27 ).
Sebelum pembukaan, puluhan ribu peserta dari ratusan kabupaten se-tanahair tumplek di sekitar lokasi. Pasalnya berbagai diskusi, temu wicara, hingga magang digelar sejak 3 Juni. Untuk menampung mereka semua, rumah penduduk di sekitar lokasi difungsikan sebagai hunian sementara. Tenda ekspo agribisnis nasional, terletak di barat stadion, kondisinya lebih ramai. Sejak sebelum pembukaan, peserta dan masyarakat umum memadati 500 stan di dalam tenda.

Peserta stan dari daerah banyak yang menampilkan kreasi unik. Sebut saja stan Provinsi Sulawesi Selatan menampilkan miniatur kerbau belang. Kerbau itu menjadi bagian penting ritual pemakaman etnis Tanatoraja. Harga seekor kerbau bisa mencapai Rp80-juta. Sementara dinas-dinas peternakan berbagai provinsi memamerkan ternak kebanggaan mereka. Unggas-unggas hias, seperti ayam pelung dari Jawa Barat atau ayam balenggek alias ayam ketawa asal Sulawesi Selatan, tak mau kalah beradu kokok. Banyak pengunjung terkagum-kagum melihat koleksi sapi jantan berbobot lebih dari 1 ton di stan Balai Besar Inseminasi Buatan.
Pada pembukaan, 7 Juni 2014, lalu lintas Malang menuju Kepanjen padat lantaran banyaknya aktivitas. Di sekitar Stadion Kanjuruhan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, keriuhan pecah sejak pagi. Maklum, Penas mempertemukan petani, peternak, pekebun, nelayan, pemulia tanaman, periset, pemangku kebijakan, hingga produsen sarana produksi pertanian. Wajar puluhan ribu manusia dari seantero Nusantara memadati tempat itu.

Menurut ketua Pengurus Pusat KTNA, Ir Winarno Tohir, Penas merupakan hajatan KTNA. “Kita menggandeng pengambil kebijakan, seperti Kementerian Pertanian atau Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai mitra kerja,” kata alumnus Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti itu. Dalam upacara pembukaan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan harapan kepada petani, pekebun, peternak, dan nelayan. Menurut Presiden, peningkatan kebutuhan pokok dan bahan bakar mencapai 70%. Petani menjadi ujung tombak pemenuhan kebutuhan itu.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi mutakhir masih terpusat di Jawa. Melalui Penas, teknologi itu bisa lebih cepat dialirkan kepada petani,” tutur Winarno. Beragam teknologi terbaru itu pada prinsipnya meningkatkan produksi sekaligus menghemat biasa produksi. Muara dari keduanya adalah peningkatan laba para petani. Menurutnya, petani berdiri di garis depan pemenuhan kebutuhan 250-juta jiwa. Idealnya petani juga berada di garis depan pengakses teknologi agar semakin produktif dan mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. (Argohartono Arie Raharjo/Peliput: Syah Angkasa)