Media, sinar matahari, dan arah mata angin kunci aglaonema bebas hama dan penyakit.

Sosok widya yang dominan merah itu mempesona. Namun, dominasi merah di setiap helai daun juga bagai bumerang. Aglaonema berdaun dominan merah jumlah klorofilnya sedikit sehingga laju fotosintesis rendah. Akibatnya tanaman anggota famili Araceae sangat rentan. Kelemahan lain widya, sulit beranak. “Jangankan keluar anakan, membuatnya bertahan hidup saja butuh perlakuan ekstra,” kata pehobi di Jakarta Selatan, Yeni Yanuati.
Yeni merangsang widya beranak dengan cara tak lazim. Ia mengangkat pot ke halaman dan membiarkan tanaman terpapar sinar matahari langsung selama 4 jam sehari. Ia menjemur widya pada pukul 08.00—12.00. Keruan saja warna merah widya pudar. Namun, 4 anakan muncul 2 bulan berselang. Pehobi aglaonema di Jakarta Timur, Eno C. Haryanto, menempuh cara yang sama untuk memperoleh anakan widya.
Fotosintesis meningkat
Eno membalikkan anggapan umum aglaonema harus selalu ternaungi untuk bertahan hidup. Itu karena habitat asli aglaonema di lantai hutan yang basah dan terlindung tajuk pohon besar. Menurut ayah 3 anak itu penjemuran berbahaya bila serampangan. Daun bisa gosong karena terbakar sinar matahari. Ia meraba permukaan daun, jika terasa panas maka segera menyemprotkan air ke seluruh bagian tanaman.
Menurut pakar fisiologi tumbuhan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Ir. Edhi Sandra, M.S., aglaonema yang terpapar sinar matahari langsung mengalami peningkatan laju fotosintesis. “Karenanya metabolisme sel juga meningkat. Terutama bila diimbangi air dan hara yang cukup,” katanya. Semprotan air saat daun terasa panas mengimbangi tanaman agar tidak kehilangan air.

Tanpa penyemprotan maka laju transpirasi (penguapan dari jaringan tanaman) lebih tinggi ketimbang jumlah air pada jaringan dan media, sehingga tanaman layu atau terbakar. Daun aglaonema juga bisa terbakar bila ada butiran air di daun yang tidak merata. “Terjadi efek pada butiran air. Sinar matahari yang jatuh pada butiran air terkumpul pada 1 titik sehingga membakar daun,” kata Edhi. Menurut Edhi sinar matahari pagi tak membahayakan aglaonema.
Saat metabolisme meningkat itulah terjadi penumpukan makanan di seluruh bagian tanaman dibandingkan dengan kondisi biasa. Kecepatan dinding sel untuk mengeras pun lebih cepat karena proses pembentukan lignin meningkat. Ketika terjadi akumulasi makanan, sementara pertumbuhan daun baru lambat, maka energi beralih merangsang tunas anakan. Makanya jumlah anakan bisa berlipat-lipat.
Sayangnya metode penjemuran tidak bisa diterapkan untuk semua jenis aglaonema. Pengalaman Eno Kesaby—sapaan akrab Eno—hanya aglaonema lokal yang sanggup bertahan saat dijemur. Sri rejeki asal Thailand yang dominan turunan cochin dan cawang tidak tahan dijemur. Daya tahan aglaonema terhadap paparan sinar matahari dipengaruhi 2 faktor yaitu genetik dan struktur jaringan tanaman.
Jaringan kuat
Menurut Edhi struktur jaringan tanaman yang paling berpengaruh pada paparan daya tahan sinar matahari langsung ialah jumlah stomata dan kekuatan jaringan penguat yaitu jaringan kolenkim dan sklerenkim. Kolenkim merupakan jaringan homogen yang tersusun atas sel-sel kolenkim yang berfungsi sebagai penguat utama organ-organ tumbuhan yang masih berkembang. Jaringan itu berada di bawah epidemis batang, tangkai daun, tangkai bunga dan ibu tulang daun.

Adapun sklerenkim hanya pada jaringan tumbuhan yang tidak lagi mengadakan pertumbuhan dan perkembangan yang berfungsi menguatkan bagian tumbuhan yang sudah dewasa dan melindungi bagian-bagian lunak yang berada dibagian lebih dalam.Menurut Edhi jumlah stomata berbanding lurus dengan kekuatan tanaman mendukung laju transpirasi dan respirasi yang cepat akibat sinar matahari.
Selain sinar matahari cukup, media tanam pun penting karena mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Media yang baik membuat akar bebas bergerak sehingga leluasa mencari makan. Pada akhirnya tanaman tumbuh subur dan daunnya berwarna cerah dan mengkilap. Perbedaan lingkungan yang meliputi lokasi, suhu, dan kelembapan menjadi faktor penting penentuan media.
Eno kelimpungan jika musim hujan datang. Kucuran air hujan yang jatuh ke pot-pot aglaonema kesayangan membuat media tanam basah kuyup, bahkan tergenang. “Padahal media terlalu basah membuat akar aglaonema gampang terserang penyakit busuk dan tanaman akhirnya mati,” ujar pria kelahiran 1 April 1984, itu. Penyakit lain yang mengganggu pertumbuhan aglaonema yaitu bacterial stem rot yang disebabkan oleh bakteri Erwinia.
Gejala serangan daun atau tangkai rusak dan berlendir dan berwarna cokelat keabuan. Daun atau tangkai itu akan mengeluarkan bau yang kurang sedap. Selain penyakit yang disebabkan oleh Erwinia, penyakit red spot yang menyerang batang juga mengkhawatirkan pehobi. Oleh karena itu, aglaonema membutuhkan perawatan dan perhatian khusus.
Media tanam

Idealnya aglaonema membutuhkan media tanam yang porous. Sifat porous mampu mengalirkan air ke media sehingga air tidak menggenang. Air yang tergenang menjadi surga bagi cendawan. Pada akhirnya itu membuat tanaman mati. Media yang dipakai harus mampu mengikat air, tapi tidak membendungnya. Oleh karena itu, media tanam menjadi fokus utama Eno ketika musim hujan.
Ia menggunakan media sekam fermentasi (50%), serbuk sabut kelapa atau cocopeat (10%), sekam bakar (20%), kompos organik yang meliputi andam atau humus (10%), pasir malang, dan pupuk kandang (10%). “Pasir malang membantu porositas media,” ujar suami dari Emma Hermawati itu. Alumnus Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) itu juga memberikan butiran furadan untuk mencegah serangga serangga pengganggu.
Serangan busuk akar berkurang sejak ia mengganti media tanam. Eno memberikan fungisida ke akar bila ada tanaman yang terserang saja. Frekuensi muncul daun baru juga lebih cepat. Biasanya muncul setiap 30 hari, kini setiap 24 hari. Kerabat anthurium itu juga makin rajin mengeluarkan anakan. Sebelumnya sekali beranak hanya muncul 2—5 anakan. Kini 5—9 anakan sekaligus. Warna daun pun tampak lebih cerah.
Arah mata angin juga menjadi perhatian pria yang bekerja sebagai perancang taman itu. Tanaman membutuhkan minimal 2 arah mata angin agar daun dapat bernapas. Seluruh tanaman membutuhkan angin yang menyebar di seluruh tanaman agar tumbuh merata dengan baik. (Tiffani Dias Anggraeni)