Badan Pangan dan Pertanian Dunia memandang akuaponik sebagai jawaban atas kebutuhan gizi masyarakat di negara miskin atau usai dilanda perang seperti Bostwana, Etiopia, Jamaika, Libya, atau Palestina. Sistem itu irit lahan, irit air, dan efektif. FAO pun menerbitkan Small-scale aquaponic food production – Integrated fish and plant farming yang disusun oleh Christopher Somerville, konsultan FAO asal Irlandia dan rekan-rekannya dari Israel dan Italia.
Mereka merekomendasikan konstruksi media bed yang terdiri atas 1 tangki ikan berukuran 100 cm x 120 cm setinggi 100 cm dan tiga bak tanaman berukuran 100 cm x 120 cm setinggi 40 cm. Air dari tangki ikan mengalir ke bak tanaman melalui lubang pelimpasan setinggi 80 cm dari dasar tangki. Air mengucur ke bak tanaman, menggenangi media tanam hingga batas zona kering, lalu terbuang ke bak pengumpul. Mekanisme pembuangan air bell siphon meningkatkan kecepatan air sehingga kadar oksigen terlarut meningkat.
Bell siphon alias auto siphon membuat tinggi bak media tanam terbagi 3, yaitu zona kering, zona basah-kering, dan zona basah. Saat air dari tangki ikan mengisi bak media sampai batas zona kering, air segera tersedot ke pipa pembuangan dan meluncur ke bak pengumpul. Permukaan air di bak tanaman turun sampai batas zona basah. Selanjutnya air kembali naik sampai batas zona kering dan proses penyiponan kembali terulang.
Sebuah pompa menaikkan air dari bak pengumpul kembali ke tangki ikan. “Sistem itu efektif karena hanya menggunakan sebuah pompa, sisanya mengandalkan gravitasi,” kata Dr Yudi Sastro. Christopher menganjurkan penggunaan media tanam batu pecah yang praktis, murah, dan mudah diperoleh di mana-mana. Media itu juga mudah dibilas dan awet. Sudah begitu, permukaan kasar batu pecah cocok untuk perkembangbiakan bakteri nitrifikasi.
Menurut Christopher, luas permukaan 1 m3 batu pecah berdiameter 8—20 mm mencapai 300 m2. Batu berukuran kurang dari itu bakal menyumbat sistem siphon, sedangkan batu yang berukuran lebih besar mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga kurang efektif untuk perkembangan bakteri nitrifikasi. Kelebihan lain, batu pecah juga mampu menahan tanaman agar tidak roboh sehingga tidak tanaman bisa langsung ditanam di media tanpa harus menggunakan netpot. Tingkat pH batu pecah pun netral.
Kelemahannya, batu pecah tidak menyerap air, bobotnya terbilang cukup berat, dan bentuknya tidak beraturan sehingga rapat massa per satuan volume tidak bisa dipastikan. Konstruksi media bed itu kini tengah dibangun Yudi bersama tim teknik BPTP Jakarta. Ia mencoba membuktikan efektivitas sistem yang menjadi unggulan Badan Dunia itu. (Argohartono Arie Raharjo)