Sunday, March 26, 2023

Alfred Vogel Yang Melambungkan Nama Echinacea

Rekomendasi

Alfred Vogel sohor sebagai ahli naturopati alias pengobat alami. Ruangan tempat ia meracik obat dulu, kini nyaris tanpa aktivitas karena dijadikan museum sejarah bangkitnya pengobatan alami di Eropa. Para ilmuwan dan pelajar dari berbagai negara ramai berkunjung ke museum di kota Teufen, Swiss. Museum itu saksi bisu cikal-bakal perusahaan herbal terbesar di Swiss.

Pada 1963, Alfred Vogel tak lagi menggunakan laboratorium itu untuk memproduksi herbal. Produksi dipindahkan ke kota Roggwil, sekitar 30 km dari Teufen. Di kota yang ditempuh sekitar 45 menit dari kota Teufen itu, Vogel membangun pabrik di lahan 15 hektar. Delapan hektar di antaranya untuk membudidayakan tanaman obat pendongkrak sistem kekebalan tubuh Echinacea purpurea dan jenis tanaman obat lain seperti Hypericum perforatum, horse chestnut, dan Thymus citriodorus. Lahan selebihnya ditempati pabrik pengolahan dan penyimpanan.

Pabrik itu memproduksi setidaknya 40.000 liter echinacea cair dan aneka obat-obatan berbahan alami lainnya per tahun. Obat-obatan itu kemudian didistribusikan ke 33 negara termasuk Indonesia.

Seiring melonjaknya permintaan, A. Vogel membangun pabrik di Colmar, Perancis. Pasokan bahan baku diperoleh dari lahan milik sendiri dan bermitra dengan para pekebun setempat. ‘Dari lahan itu dihasilkan 113 ton tanaman obat per tahun,’ ujar Hermann Geiger, direktur A. Vogel, kepada Trubus.

Tanaman obat diolah dalam bentuk segar. ‘Tanaman harus segera diolah, tidak boleh lebih dari 24 jam setelah panen,’ ujar dr Jen Tan, direktur A. Vogel cabang Inggris yang memandu Trubus. Tujuannya agar kandungan senyawa aktif tetap tinggi.

Tanaman obat segar dicacah hingga halus lalu direndam dalam alkohol berkadar 64%. Setelah dua pekan, rendaman alkohol disaring. Ekstrak pun siap dikemas dan didistribusikan ke berbagai negara. Dari perniagaan herbal, A.Vogel meraup pendapatan hingga Sfr71-juta setara Rp535-miliar/tahun.

Perjalanan panjang

Kesuksesan A. Vogel itu ujung dari sebuah perjalanan panjang. Alfred Vogel merintis usaha di bidang herbal sejak belia, usia 21 tahun. Kecintaan pria kelahiran Aesch, Basel, Swiss, terhadap produk herbal tertanam sejak kecil. Pengetahuan tentang tanaman obat diperoleh dari sang ayah yang mewarisi pengetahuan dari neneknya yang juga pengobat herbal.

Kecintaan Vogel pada dunia herbal membangkitkan semangatnya untuk terjun ke dunia bisnis produk-produk kesehatan. Langkah pertama yang ditempuhnya membuka toko Kolonialhaus Vogel di Basel. Selain menjual bahan pokok seperti gula pasir, toko itu juga memasarkan aneka produk herbal seperti sabun berbahan aneka herbal dari Pegunungan Alpen, sabun arnica, balsem, minyak mint, sari melati, dan aneka teh herbal.

Bagi Vogel, bisnis produk kesehatan yang digelutinya itu tak sekadar mesin pengeruk keuntungan. Toko itu juga menjadi sarana untuk mencurahkan ide-ide tentang gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi bahan alami. Ide itu ia tuangkan dalam berbagai artikel yang dimuat dalam media-media lokal. Salah satu karya perdana yang dipublikasikan berjudul ‘Kleiner Wegweiser fur Lebensform‘ (Petunjuk Singkat untuk Mengubah Hidup) pada 1926.

Dalam artikel itu Vogel mewanti-wanti ancaman abad ke-20, tatkala industri makanan modern mulai merambah dunia. Menurutnya, industri modern ‘merampas’ vitamin-vitamin dan senyawa-senyawa berfaedah lainnya akibat penambahan zat-zat kimia yang mengancam kesehatan. Oleh sebab itulah Vogel mendirikan industri makanan ‘tandingan’. Vogel mengolah bahan-bahan makanan tanpa merusak komposisi alaminya. Salah satunya beras tumbuk dan gula pasir yang diolah tanpa pemurnian menggunakan zat-zat kimia. Seluruh bahan baku dibudidayakan secara organik.

Kisah A. Vogel memperjuangkan gaya hidup alami ibarat kisah David dan Goliath. Gempuran industri makanan modern yang kian gencar di Eropa semakin meminggirkan pola hidup sehat. Gaya hidup alami yang diusung Alfred Vogel hanya dipandang sebelah mata. Untuk menandingi popularitas industri makanan modern, Vogel menerbitkan buletin ‘Guide for Life Reform‘. Buletin itu dicetak 25.000 eksemplar dan disebar di kota Basel.

Dokter

Sepak terjang Vogel akhirnya berujung manis. Popularitas Vogel terus menanjak. Warga Basel mulai mengenal produk-produk kesehatan yang diproduksi Alfred Vogel. Hanya dalam setahun, pendapatan pria kelahiran 1902 itu pun melambung. Semula hanya Sfr83.925 atau Rp633-juta, naik menjadi Sfr155.124 (Rp1,1- miliar) per tahun. Hasil menggembirakan itu mendorongnya untuk membuka cabang di Zurich, Solothurn, dan Bern.

Buletin yang hanya terbit sekali berganti wajah menjadi majalah kesehatan bertajuk ‘Das Neue Leben’ (The New Life). Majalah kesehatan itu menjadi rujukan para naturopat-sebutan untuk pengobat alami, pemilik toko produk kesehatan, serta asosiasi pengobat tradisional di Bern, Brunn, Zurich, dan Wina. Sejak itulah kiprah Alfred Vogel di dunia pengobatan alami kian membubung.

Peran Alfred Vogel di mata pelanggan tak ubahnya seorang dokter. Mereka tak hanya bertanya soal produk, tetapi juga konsultasi kesehatan. ‘Itu terus berlangsung hingga sekarang,’ ujar Remo Vetter, pengelola museum dan kebun organik A. Vogel di Teufen.

Tuntutan pelanggan itu membangkitkan hasrat Vogel untuk terus memperluas wawasan di bidang pengobatan alami. Berbagai kursus naturopati di Swiss dan Jerman Selatan ia ikuti. Pada 1935, Vogel mulai membuka terapi penyembuhan dengan mendirikan ‘Diat-Kurhaus Vogel‘ (Vogel Dietary Spa Hotel), hotel spa di kota Trogen dekat St Gallen. Di kota itu juga Vogel membangun Bioforce Laboratorium yang memproduksi obat-obatan herbal, pupuk organik, dan kosmetik berbahan alami.

Pada September 1937, Vogel memindahkan prakteknya ke Teufen. Di daerah berketinggian 1.000 m dpl itu ia membeli sebidang tanah dan bangunan berlantai 3. Bangunan itu dijadikan tempat tinggal dan ruang perawatan untuk 15 pasien. Sepeninggal Vogel pada 1996, kediamannya itu dijadikan museum dan pusat konsultasi terapi herbal.

40 tahun

Untuk memperluas wawasannya tentang tanaman obat, Vogel berburu tanaman obat ke seluruh dunia. Persinggahan pertama yang dituju adalah Benua Amerika. Ia menjelajahi bagian Selatan, Tengah, dan Utara Benua Amerika. Di Amerika Tengah, ia mengunjungi Ben Black Elk, pengobat suku Indian, dan berguru tentang tanaman obat yang kerap digunakan warga asli Amerika itu. Salah satunya Echinacea purpurea.

Di akhir perjumpaan, sang pengobat menghadiahkan benih purplecone flower-sebutan echinacea. Benih itu kemudian dibudidayakan di kediamannya di Teufen. Sejak itulah echinacea menjadi salah satu tanaman obat andalan untuk mengobati flu yang kerap menyerang warga Eropa tatkala musim dingin tiba.

Perlu waktu empat puluh tahun bagi Alfred Vogel untuk mencicipi puncak kesuksesan. Baru pada 1963, sebuah pabrik besar dibangun di kota Roggwil. Hari demi hari perusahaan yang ia rintis tumbuh dan berkembang. Hasil jerih payahnya itu ia cicipi hingga menutup mata di usia 94 tahun. Kini, di bawah kepemimpinan Hermann Geiger, harapan Alfred Vogel tak pernah pudar. Perusahaan herbal terbesar di Swiss itu semakin tegak berdiri. (Imam Wiguna)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Mengolah Singkong Menjadi Gula

Trubus.id— Gula cair dapat mudah dibuat dari hidrolisis pati. Sumber pati pun melimpah seperti singkong. Mengapa singkong? Singkong sebagai...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img