Saturday, December 9, 2023

Antibakteri dan Antioksidan di Minyak Perawan

Rekomendasi
- Advertisement -

Trigliserida tersusun dari tiga asam lemak. Asam-asam lemak itu diikat oleh gliserol. Ketika VCO dikonsumsi, trigliseridanya dipecah menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas. Asam lemak dalam VCO yang paling aktif sebagai antibakteri adalah asam laurat dan asam kaprat beserta monogliseridanya yakni monolaurin dan monokaprin.

Gram positif

Sebab lain E. coli tak bisa dihambat pertumbuhannya oleh VCO lantaran sensitivitas asam lemak bebasnya. Secara umum asam lemak itu hanya sensitif menghambat perkembangan bakteri gram positif. Di antaranya Staphyllococcus aureus , penyebab bisul dan penyakit saluran pencernaan; S. epidermis , penyebab endokarditis atau infeksi pada katup jantung; Mycobacterium tuberculosis , penyebab TBC;dan Nocardia asteroides , penyebab penyakit nokardiosis.

Kalaupun sensitif terhadap bakteri gram negatif, tapi hanya untuk bakteri-bakteri tertentu. Misalnya Helicobacter pylori , penyebab penyakit maag, dan Salmonella typhimurium, penyebab penyakit tipus. Sementara untuk bakteri-bakteri gram negatif lainnya, seperti E. coli , penyebab penyakit diare, asam lemak bebas tidak mampu mengatasinya.

Uji aktivitas antibakteri VCO terhadap S. aureus yang dilakukan di LIPI mengkonfi rmasi VCO mampu menghambat pertumbuhan bakteri itu dengan aktivitas lebih tinggi dibandingkan aktivitas chloramphenicol – antibiotik komersial. Namun, VCO sama sekali tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Bakteri gam negatif itu hanya efektif dihambat oleh asam lemak bebas dengan rantai sangat pendek – C6 atau lebih pendek -, misalnya asam kaproat (C6).

Permasalahannya, VCO paling tinggi mengandung asam kaproat sekitar 0, 5%. Bahkan seringkali tidak ditemukan asam-asam lemak rantai pendek karena bahan bakunya kurang baik atau hilang selama proses ekstraksi. Oleh karena itu, walaupun VCO dapat berfungsi sebagai antibakteri, proses produksi dan penyimpanannya mutlak dilakukan secara higienis. Bila tidak, alih-alih sembuh, konsumsi VCO yang tercemar bakteri patogen seperti E. coli malah menyebabkan sakit perut alias diare.

Satu hal penting yang perlu diingatkan, kemampuan asam lemak dan monogliseridanya sebagai antibakteri tidak dapat bertahan lama. Aktivitasnya dapat menurun secara drastis hingga 59%hanya dalam waktu 1 hari. Untuk mengantisipasi hal itu, konsumsi VCO harus dilakukan secara disiplin dan teratur dengan dosis tepat. Seperti halnya konsumsi obat antibiotika dan obat-obat lain, dosis konsumsi VCO yang tepat sangat menentukan efektivitasnya sebagai antibakteri.

Antioksidan

Selain sebagai antibakteri, VCO banyak diklaim juga sebagai antioksidan yang kuat. Sebenarnya, aktivitas antioksidan dari VCO tidak berkaitan secara langsung dengan kandungan asam-asam lemaknya. Ia lebih banyak terkait dengan keberadaan Vitamin E dan bahan-bahan yang tidak tersabunkan (unsaponifi able )yang larut dalam asam-asam lemak. Salah satu komponen tak tersabunkan adalah polifenol.

Kandungan Vitamin E dan polifenol dalam VCO sangat bervariasi. Dalam 100 g VCO kualitas premium terdapat Vitamin E sebanyak 0, 1 mg dan 80 mg polifenol. Vitamin E dan polifenol inilah yang berperan sebagai antioksidan. Misalnya meningkatkan kandungan dan aktivitas enzim-enzim antioksidan dalam tubuh -antara lain enzim katalase, superoksida dismutase, glutathion peroksidase, dan glutathion reduktase -sehingga dapat mencegah terjadinya peroksidasi dari lipida dan menurunkan kadar lipida dalam plasma darah dan jaringan, serta oksidasi LDL oleh oksidan fisiologis.

Mengingat pentingnya kandungan Vitamin E dan polifenol dalam VCO, hendaknya para produsen mencantumkan kandungan Vitamin E dan polifenol dalam kemasan produknya, di samping kandungan asam-asam lemak yang umumnya telah tertera. Dengan demikian konsumen secara pasti dapat mengetahui kualitas dari produk VCO tersebut.

Tinggi rendahnya kandungan Vitamin E dan polifenol dalam VCO sangat ditentukan oleh kualitas bahan bakunya (kelapa)dan proses produksi yang digunakan. Secara umum, proses produksi yang menerapkan penggunaan panas dapat menurunkan kadar Vitamin E dan polifenol sekitar 25%. Bahkan dapat hilang sama sekali dengan pemanasan yang berlebihan. (Dr Ir M. Ahkam Subroto, M. App. Sc., ahli peneliti utama LIPI Cibinong Science Center)

Previous article
Next article
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Berkah dari Gunung Berapi

Trubus.id— Letusan gunung merapi kerap dianggap sebagai bencana bagi sebagian orang karena meninggalkan kerusakan fisik maupun korban jiwa. Namun,...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img