Trubus.id—Menurut Sekrertaris Jenderal Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI), Ir. Bambang Irianto, negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar potensial untuk penjajakan pasar ekspor baru sarang walet.
Pasalnya daya beli masyarakat dan tren budaya gaya hidup sehat yang meningkat di negara-negara Timur Tengah itu. “Banyak pula pengusaha walet keturunan Arab di Indonesia sehingga penjajakannya sebagai tujuan ekspor baru amat memungkinkan,” kata Bambang.
Lebih lanjut ia mengatakan, potensi sarang walet bisa juga berperan untuk kebutuhan haji dan umrah. Pasalnya jemaah haji asal Indonesia sekitar 220.000 orang per tahun. Belum lagi jemaah umrah dari Indonesia yang rerata 2 juta orang per tahun.
“Sarang walet sejatinya produk kesehatan juga amat cocok sebagai suplemen penunjang bagi jemaah haji dan umrah yang membutuhkan fisik dan stamina prima saat beribadah,” kata Bambang.
Perlu kolaborasi berbagai pihak agar industri walet kian langgeng. Salah satunya promosi yang didorong pemerintah. “Indonesia produsen terbesar sarang walet di dunia dan penghasil devisa, semua pihak wajib berbangga,” kata Bambang.
Sewajarnya pemerintah Indonesia memandang sarang walet seperti halnya pemerintah Korea Selatan memandang ginseng atau Pemerintah Rusia memandang kaviar. Salah satu caranya menyajikan menu berbahan sarang walet di acara kenegaraan atau konfererensi internasional.
Selain itu, data Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) menunjukkan harga jual rata-rata sarang burung walet dari Indonesia ke Tiongkok terus menurun sejak 2018. Semula US$2.000 per kg setara Rp30 juta (kurs US$1=Rp15.000) pada 2018 menjadi US$1.336 per kg setara Rp20,4 juta pada 2022. Sehingga perlu adanya pengembangan pasar baru dan kolaborasi berbagai pihak agar industri sarang burung walet kian langgeng.