Itu berkat filter bertingkat 3 yang ia rancang sendiri di samping kolam pemijahan berukuran 18 m x 10 m x 2,5 m. Penantian selama 5 tahun pun terjawab sudah.
Pantas jika Jap Khiat Bun menanti cukup lama. Arwana—terutama superred—termasuk ikan yang sulit dikembangbiakkan. Hanya pada kondisi lingkungan yang sesuai, sumber air cocok, dan pakan tersedia secara rutin, Scleropages formosus dapat ditangkarkan. Saat ini pun sangat sedikit peternak di Indonesia yang berhasil menangkarkan arwana.
Persoalan itu sudah disadari oleh pria berumur 50 tahun itu. Maka sejak mendatangkan arwana 5 tahun silam, ia merancang kolamnya sesuai habitat asli ikan naga di Pontianak. Jap Khiat Bun mencontohkan, pH yang cocok untuk arwana 5—6,5 dan suhu udara 27—290C. “Teorinya mudah. Modifikasi di kolam kita yang agak sulit,” ujarnya. Musababnya, volume air kolam sangat besar sehingga sulit untuk mengaturnya.
Tiga tingkat
Pemeliharaan kondisi air itu diatasi Jap Khiat Bun dengan memodifikasi 2 cara filterisasi yang banyak dikenal. Penyaringan secara mekanik dan biologi. Yang disebut pertama, mengandalkan sirkulasi air. Sedang yang terakhir memanfaatkan bakteri pengurai.
Modifikasi itu mulai diterapkan sejak 2000. Ia menyebutnya filterisasi 3 tingkat. Air dialirkan melewati 3 bak penyaringan berukuran 2 m x 1m x 1m. Bak pertama berisi lapisan koral, bioball, ijuk, dan busa. Koral untuk menjernihkan air dan bioball mengandung bakteri pengurai. Ijuk dan busa berfungsi menyaring kotoran.
Air yang sudah melewati bak pertama dialirkan ke bak kedua. Bahan-bahan penyaring sama dengan bak kedua, hanya ditambah eceng gondok yang populasinya setengah dari luasan bak. Manfaatnya, ia dapat menyaring kotoran sekaligus menyerap logam berat. Dari situ air di alirkan ke bak ketiga. Bak terakhir ini diisi eceng gondok dengan populasi penuh. Setelah melewati 3 fase itu, air dialirkan ke kolam pemijahan.
Agar kondisi air tetap stabil, seminggu sekali filter dikuras. Khusus busa harus diganti setiap hari. Yang tak kalah penting, sirkulasi air harus berjalan terus-menerus selama 24 jam. Itu untuk menghindari kadar amoniak dan nitrit yang terlalu tinggi akibat proses pembusukan hasil sekresi dan sisa pakan.
Lebih baik
Menurut Jap Khiat Bun, filterisasi 3 tingkat itu lebih baik dibanding filter biasa. Sebab, 1 filter belum cukup untuk mengembalikan air ke kondisi semula.
Lantaran itu kondisi air yang difilter 3 tingkat lebih baik sehingga keberhasilan memijahkan lebih tinggi, 70—80%. Filter biasa hanya 20%. “Saya sudah tunggu 5 tahun. Dari 28 indukan dihasilkan 28 anakan,” ujarnya.
Terobosan
Nun jauh di Pontianak arwana sudah berhasil dipijahkan sejak dahulu. Menurut Hendro alias Apheng, pemilik Ambawang Red di Jakarta, farm di pontianak tidak menggunakan filter. Umumnya kolam arwana terletak di pinggiran sungai sehingga air masuk dari sungai dan dibuang ke sungai.
Karena itu modifikasi yang dilakukan Jap Khiat Bun bagaikan sebuah terobosan untuk para penangkar yang daerahnya bukan habitat asli ikan naga itu. Namun, terobosan itu masih mengandung kelemahan. Menurut Apheng, sirkulasi air tertutup membuat populasi arwana rawan penyakit. Satu terkena penyakit, yang lain mudah tertular.
Itu bisa ditanggulangi dengan menyiapkan bak karantina. “Ikan yang sakit, langsung dikarantina,” ujarnya. Bila itu dilakukan, bukan tidak mungkin suatu saat penangkaran arwana besar-besaran dapat dilakukan di Jabotabek. (Destika Cahyana/Peliput: Pupu Marfu’ah dan Laksita Wijayanti)