Bagaimana tidak merasa terpukul, perjuangan Soderi-begitu ia disapa-selama 6 bulan berakhir sia-sia. Peternak gurami di Desa Beji, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas itu hanya bisa menjual 4.000 gurami dari 10.000 yang ditebar. Itupun harganya jauh di bawah standar. Kalau biasanya harga bibit gurami ukuran 4-6 cm mencapai Rp250/ekor, kini hanya Rp100-Rp200/ekor. Akibat TBC tubuh ikan lecet-lecet dan luka seperti borok, sehingga harga jual turun, kata ayah 5 putra itu.
Musibah itu pula yang menimpa Akhmad Khaeruri, peternak dari desa yang sama. Pada Mei 2005, di kolam tanah seluas 300 m2, sebanyak 4.000-5.000 gurami seukuran korek api tewas mengapung. Yang tersisa hanya 2.000 ekor. Setiap hari mati 20-30 ekor, ujar Khaeruri. Berdasarkan hitung-hitungannya, ia menderita kerugian minimal Rp10-juta. Niat membeli sepeda motor baru untuk anak bungsunya tak kesampaian.
Tuberculosis
Tuberculosis atau lebih dikenal dengan sebutan TBC itu momok bagi peternak gurami. Ia ditakuti lantaran menimbulkan kematian 30-70% pada kondisi normal. Bahkan bila lingkungan kurang mendukung seperti air kotor dan suhu dingin, tingkat kematian bisa melebihi angka itu. Kerugian datang tak hanya dari segi kuantitas, tetapi harga jual drop lantaran tampilan ikan buruk. TBC disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium sp. Di antara semua keluarga bakteri itu, Mycobacterium fortuitum menjadi penyebab utama. Bakteri berukuran, 0,3-0,5 mikron dan berbentuk batang itu tak hanya menyerang gurami, tetapi juga ikan mas dan nila.
Mycobacterium fortuitum menyerang ketika ikan stres. Penyebab stres antara lain karena kualitas air menurun. Penurunan kualitas air dipicu banyaknya limbah rumah tangga atau industri yang menumpuk di dasar kolam. Karena bahan organik terlarut melonjak naik, pH air turun. Pada keasaman tinggi ikan gampang stres lantaran oksigen terlarut sedikit dan bakteri lebih patogenik.
Perbedaan suhu yang ekstrim antara malam dan siang-sekitar 10-15oC-juga mengakibatkan ikan lemah dan stres. Itulah sebabnya serangan mengganas pada peralihan musim hujan ke kemarau atau sebaliknya. Bila suhu air di bawah 26oC bakteri dengan mudah menembus sistem pertahanan ikan. Suhu rendah membuat kandungan amoniak di dalam air meninggi dan pH air pun menjadi rendah alias asam.
Mata menonjol
Gurami yang terserang TBC mengalami penurunan napsu makan. Saat pemberian pakan, gurami enggan mendekat dan berenang lebih lamban. Itu disebabkan TBC mampu merusak sistem peredaran darah.
Secara otomatis tubuh gurami akan terangsang untuk memproduksi lendir bila terjadi serangan bakteri atau patogen. Lendir pada permukaan tubuh gurami merupakan benteng pertahanan. Artinya, semakin gencar serangan bakteri, lendir yang dikeluarkan pun semakin banyak. Karena produksi lendir berlebihan, lama-kelamaan kulit mengering dan mudah terkelupas.
Gejala lain pun bermunculan. Selain kulit tampak lebih gelap, bercak-bercak merah hingga pendarahan terlihat di sekujur tubuh. Pendarahan pertanda pembuluh darah telah pecah. Biasanya bercak ditemukan pertama kali di pangkal ekor atau daerah sekitar anus.
Bila bakteri telah lama bersemayam di dalam tubuh ikan, benjolan-benjolan kecil pasti muncul. Perut ikan juga terlihat membengkak alias dropsy. Bahkan mata gurami keluar menonjol seperti hendak jatuh. Benjolan atau pembengkakan itu disebabkan oleh pertumbuhan granuloma alias tubercle. Saat benjolan dibedah akan tampak granuloma berupa bintil-bintil kecil berwarna putih kemerahan. Itu merupakan kumpulan hasil metabolisme bakteri Mycobacteriosis fortuitum. Titik-titik putih itu dapat menyebar ke organ lain seperti ginjal, hati, dan limfa.
Pencegahan intensif
Tuberculosis penyakit yang bersifat zoonosis. Selain menginfeksi ikan ia juga bisa menjangkiti manusia. Karyawan yang sering menangani ikan sakit dapat tertular bila tidak segera mencuci tangan. Infeksi pada kulit berupa bintil-bintil atau koreng dapat terjadi. Dengan kemampuan virulensi yang tinggi, ia mampu menyebar dengan cepat. Bila seekor gurami terkena bakteri mematikan itu, seisi kolam dapat tertular. Penularan terjadi melalui air, kontak tubuh, dan alat-alat seperti serok atau jaring yang telah tercemar.
TBC gurami termasuk penyakit yang sulit diobati. Sekali terserang kematian gurami pasti menjelang. Salah satu antibiotik yang sering digunakan adalah Rifampisin dosis 10-20 mg/kg bobot tubuh, atau Etambutol-HCl dengan dosis pemberian 15-20 mg/kg bobot tubuh. Namun, pengobatan itu memerlukan waktu sekitar 6 bulan bahkan lebih untuk sembuh, sehingga biaya pun membengkak. Oleh karena itu satu-satunya jalan untuk mengurangi risiko kematian adalah pencegahan intensif. Mulai dari perawatan kolam, air, hingga pakan harus diperhatikan. Setelah panen, kolam sebaiknya dibersihkan dan dikeringkan selama seminggu. Lumpur dan kotoran yang mengendap di dasar kolam dibuang. Balikkanlah lapisan tanah dan tambahkan kapur pertanian sebanyak 100 – 150 g/ m2. Selain sebagai desinfektan, kapur juga berguna untuk menurunkan keasaman air. Tanah asam, dosis pemberian kapur mencapai 200 g/m2.
Seyogyanya sebelum benih dicemplungkan ke kolam diaklimatisasi terlebih dahulu untuk mencegah ikan stres. Caranya, tambahkan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam kantong pengangkutan. Apungkan kantong plastik yang sudah terbuka itu di atas kolam. Biarkan ikan keluar dengan sendirinya.
Air kolam sebaiknya berasal dari sumber air yang bersih dan bebas polusi. Pengkondisian air dapat dilakukan dengan cara menyaring air pada kolam terpisah selama sehari. Bila kotoran dan zat beracun seperti logam-logam berat telah terbuang, air sehat dapat dialirkan ke dalam kolam pemeliharaan. Pertahankan suhu air minimal 26oC.
Yang tak kalah penting pemberian imunostimulan. Misalnya vitamin C dosis 150-500 mg/kg bobot tubuh diberikan selama 7-10 hari saat bibit seukuran korek api untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan. Selain vitamin C, pemberian lipopolisakarida dengan dosis 10 mg/l ampuh menahan serangan bakteri.
Pemberian pakan sebaiknya variatif. Tak hanya pelet, pakan hijauan seperti kangkung, daun sente, dan daun talas sangat baik sebagai pakan tambahan. Jika memungkinkan campurkan probiotik seperti Super NB atau Aquasin dengan dosis 1 ppm seminggu sekali ke dalam campuran pakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Bila perawatan intensif dilakukan, mungkin Khaeruri, Soderi, dan peternak gurami lain tak perlu khawatir terhadap serangan TBC. Saat panen pun menjadi hari bahagia karena jutaan rupiah dipastikan memenuhi kantong peternak. (Hambali Supriyadi, peneliti Laboratorium Kesehatan Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor)