Trubus.id — Badi’ Cahyo, S.M., rutin memanen sekitar 30 ton kerapu setiap bulan. Harga jual kerapu berkisar Rp140.000–Rp150.000 per kg sehingga Cahyo mendapatkan omzet bulanan ratusan juta rupiah.
Peternak di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu membesarkan kerapu di tambak seluas 7 hektare yang tersebar di 4 wilayah. Setiap wilayah terdiri atas 3–5 kolam berpopulasi 15.000–30.000 ikan per kolam.
Pemuda 28 tahun itu menebar benih kerapu berukuran 8–9 cm setiap hari. Ia mengandalkan pakan berupa pelet berprotein 48%. Pemberian pakan itu 2 kali sehari, saat pagi dan sore selama sebulan.
Selain itu, ia memberi pakan kerapu dalam bentuk ikan rucah sekali sehari, saat ikan berumur lebih dari 2 bulan hingga panen. Takarannya 3–5% dari total biomassa ikan dalam tambak. Cahyo memanen kerapu setelah pemeliharaan selama 8 bulan.
Penjualan kerapu sebagian besar untuk permintaan domestik seperti Surabaya (Jawa Timur), DKI Jakarta, Medan (Sumatra Utara), Semarang (Jawa Tengah), dan Bandung (Jawa Barat). Cahyo juga menjajaki pasar ekspor Hongkong, Cina, Kanada, dan Amerika Serikat sejak 2019.
“Permintaan kerapu untuk pasar mancanegara dikelola pihak ketiga atau eksportir,” ujar pemilik Kerapu Sultan itu.
Permintaan kerapu meningkat setiap tahun pada September–Februari. Sebagian besar konsumen merupakan keturunan Tionghoa. Pada bulan-bulan itu sering diadakan acara ulang tahun, pernikahan, dan hari besar keagamaan seperti Imlek.
Kerapu melambangkan keberuntungan menurut kepercayaan etnik Tionghoa. Khusus saat Imlek, permintaan melonjak hingga 100% daripada permintaan bulanan. Hal itu kerap menyebabkan kelangkaan stok ikan di tambak.
Tidak heran kapasitas produksi saat ini pun belum memenuhi permintaan. Permintaan kerapu mencapai 40–50 ton tiap bulan, sedangkan kapasitas produksi hanya 30 ton/bulan. Meskipun pasar kerapu terbuka luas, membudidayakan kerapu relatif sulit. Air laut yang kotor dan tercemar dapat mematikan kerapu jika masuk ke tambak.
Cahyo mengalami kejadian itu pada 2013. Saat itu kematian ikan mencapai 20% setiap kolam. Nilai kerugian mencapai jutaan rupiah. Meskipun tidak sampai gagal panen, keuntungan yang didapatkan tidak maksimal.
Tantangan bagi pembudidaya kerapu pemula juga kerap terjadi ketika panen. Sebaiknya, para pebisnis kerapu jangan sampai bergantung pada pengepul sepenuhnya.
“Sebelum memulai bisnis, sebaiknya pebisnis harus membangun ekosistem terlebih dahulu dengan memperkuat pasar agar pebisnis kerapu dalam skala kecil tidak mudah tersingkirkan,” papar Cahyo.