Pertarungan melawan phalaenopsis asal Pulau Formosa itu menjadi klimaks pertandingan. Pada tahaptahap sebelumnya anggrek spesies dari Papua itu melenggang. Namun, begitu sampai fi nal, muncullah 2 saingan berat: cattleya Le (shellie compton x mildred rivers), the best hybrid dan Phalaenopsis amabilis sebagai juara kelas anggrek bulan .
Cattleya hibrida asal Taiwan itu memang memukau. Tiga kuntum bunga masing-masing sebesar 20 cm menebarkan aroma harum. Sayang, bunga ketiga belum mekar sempurna. Jadi, 6 juri: Lukas Parnata, Wijaya Trisulo, Dr Irawati, Bernard Angkadiredja, Yosi Ramdani, dan Kiki Hendarsyah langsung menggugurkannya.
Dendrobium vs phalaenopsis
Diskusi berkepanjangan muncul saat dendrobium kribo itu disandingkan dengan phalaenopsis. Keduanya memang tampil menawan. Spesies asal Papua tampil prima. Bunga keriting bermunculan dari enam tangkai, utuh dari pangkal hingga pucuk. Pesaingnya, anggrek bulan taiwan milik Rose Farm, mengandalkan 50 kuntum bunga sebesar 3 cm yang mekar serempak di 4 tangkai. Hebatnya keiki, anak anggrek yang muncul di tangkai bunga, juga memunculkan bunga.
Juri memutuskan dendrobium spesies menjadi juara lantaran motif garis cokelat kehitaman di lidahnya. Itu memang salah s atu keunggulannya. Menurut Frankie Handoyo, kolektor anggrek spesies di Jakarta, warna lidah dendrobium kribo biasanya cenderung merah dengan dasar kekuningan. Kemenangan itu memang tidak mutlak. Sebab, dari 6 juri, 2 di antaranya memilih phalaenopsis taiwan sebagai pemenang.
Pada berbagai lomba, anggrek alam Indonesia jarang menang. Kesehatan anggrek kendalanya. Kalaupun ada anggrek spesies yang unggul, biasanya jebolan luar negeri. Namun, koleksi Syahrizal Siregar lain. Daun mulus dan mengkilap tanda perawatan optimal. Hasilnya, ia rajin berbunga.
Sukses Dendrobium spectabile var regar kokoh bukti anggrek spesies Indonesia bisa bersaing dengan Taiwan, gudang anggek bulan berkualitas tinggi. Kepiawaian merawat bakal memunculkan potensi keindahan itu. (Syah Angkasa)