Anggur tanpa biji sudah biasa. Srikaya tanpa biji, itu luar biasa. Daging buahnya yang putih kekuningan bisa langsung dilahap, tanpa perlu mengorek bijinya satu per satu. Apa yang perlu dikorek? Biji srikaya yang hitam itu tak satu pun terlihat.
Itulah srikaya istimewa milik Prakoso Heryono, penangkar buah-buahan di Demak, Jawa Tengah. Disebut istimewa karena buah benar-benar tidak berbiji. Orang tidak perlu repot-repot lagi memisahkan biji saat memakannya. Daging buah pulen. Rasanya pun lebih manis daripada srikaya lokal. Bobot ratarata 2—3 ons/buah, masih kalah dibanding varietas lokal Bima dan Gunungkidul yang mencapai bobot 3,5—4 ons per buah.
Dari luar, sosok buah terlihat berbeda. Jika srikaya biasa akan menampakkan semburat kuning menjelang matang, srikaya milik Nonot—panggilan akrab Prakoso Heryono—itu tetap hijau walau sudah berumur tua.
Karena berbagai keistimewaan itu tak heran jika banyak orang berminat m e n a n a m n y a . Dalam beberapa bulan ini saja, Prakoso sudah menerima permintaan dari 10 konsumen. Tak meleset dugaannya saat pertama kali menanam varietas itu 7 tahun lalu. “Saya yakin jenis ini akan diminati,” ujarnya.
Berbuah konstan
Srikaya asal Filipina tersebut diperoleh Prakoso dari salah seorang koleganya. Buah tangan dari luar negeri. Ada 3 varietas yang dicoba ditanam. Hawaii-1, hawaii- 2, dan fi lipina. Hawaii-1 berdaun kecil dan runcing. Sementara hawaii-2 berdaun besar. Oleh Prakoso ketiga varietas itu tidak langsung diperbanyak. Ketiga tanaman setinggi 8—10 cm itu ditanam dahulu di kebun di Demak, Jawa Tengah. Karena jenisnya seed lose saya sangat berhati-hati. Jangan sampai buah pertama tidak berbiji, setelah diperbanyak ternyata berbiji,” ungkap pria ramah itu.
Panen pertama, umur 1,5 tahun, ketiganya tetap menghasilkan buah tanpa biji. Namun, saat panen kedua ditemukan sedikit biji pada hawaii-1 d a n 2. Pun pada panen selanjutnya, srikaya yang dihasilkan ternyata tidak berbeda dengan srikaya biji biasa.
Prakoso tidak putus harapan. Varietas ketiga, asal Filipina makin menunjukkan hasil menggembirakan. Dari beberapa kali panen, ia masih menunjukkan hasil yang konstan. Menurut pengalaman, buah dikatakan konstan jika setelah 5 kali panen hasilnya tetap stabil. Sampai awal 2005 lalu srikaya fi lipina itu sudah 6 kali berbuah. Hasilnya memuaskan, semuanya tanpa biji. Dalam setahun tanaman setinggi 2 meter itu bisa berbuah 2 kali.
Keunikan dan kelezatan buahnya menjadi suguhan tamu-tamu yang berkunjung ke kebun penangkaran di pusat kota wali itu. Ungkapan untuk membawa pulang perbanyakannya pun sering terlontar. Namun sayang, Prakoso belum bisa memenuhi. Pasalnya, sampai saat ini ia belum bisa memperbanyaknya. “Sulit sekali,” ucapnya.
Grafting
Upaya sambung pucuk yang cukup berhasil pada tanaman buah lain, ternyata tidak mempan pada srikaya ini. Dari beberapa kali percobaan, hasilnya sangat mengecewakan. Seratus persen gagal. Sudah 2 jenis batang bawah yang dicobakan, mulwo dan srikaya lokal. Namun, keduaduanya tidak bisa menunjang hidup si seed lose itu.
“Pasti setelah 40 hari tanaman muda akan layu, lalu mati,” ujar pemilik kebun penangkaran Satya Pelita Demak ini. Pernah 100 batang sambung pucuk layu serentak setelah berumur 50 hari. Sambung pucuk biasa dipakai karena lebih praktis dan sesuai untuk produksi massal.
Gagal dengan satu cara tak menyurutkan langkah pria asal Semarang ini. Saat ini sedang dicobakan perbanyakan dengan cara susuan atau graft ing. Prakoso optimis, cara itu akan berhasil. Jika benar, maka 2 bulan lagi hobiis buah-buahan bisa membawa pulang dan merasakan srikaya tanpa biji dari halaman rumahnya.
Bagi Prakoso kehadiran fi lipina itu makin menambah panjang daft ar koleksi tanamannya. Selain fi lipina masih ada varietas srikaya australia, varietas yang sampai saat ini tetap laris dicari, atemoya, fl orida, dan yang terbaru mexicana giant sugar apple. (Laksita Wijayanti)