Hampir semua pedagang buah di pasar terapung Barito Kuala, Kalimantan Selatan, menjajakan rambutan itu. Dengan sigap mereka mengatakan, “Mari Pak! Beli rambutan kebun ini,” ketika tangan kita menjamah Nephelium lappaceum itu. Ambillah sebuah dan cicipi. Begitu kulit terkupas,tampaklah daging buah yang bening mengundang selera. Saat digigit, rasa manis langsung menyergap.
Kulit biji seperti kapas sehingga tidak melukai kerongkongan bila ditelan.Uniknya dalam satu biji bisa terdapat 4 keping biji, bahkan ada pula anakan biji.Hati-hati bila anakan biji itu tergigit! Kenikmatan kunyahan akan terganggu karena rasa pahitnya.
Para pedagang itu menjajakan batoladalam bentuk ikatan berisi 10—12 buah dengan harga Rp1.000/ikat. Bersama 3 saudaranya: si timbul, garuda, dan antalagi, batola itu langsung diboyong pulang. Perjalanan menuju Bogor ditempuh dalam waktu 3 hari. Takdinyana, sesampainya di Bogor, rambutan batola tetap segar dan merah dibandingkan 3 rambutan lain. Mereka tampak kusam, layu, dan peyot.
Poliembrionik
Sentra dan luasan penanaman rambutan unik itu memang belum diketahui secara pasti . Namun, bila hampir seluruh pedagang di pasar itu menjajakannya dapat dipastikan buah ranum itu cukup terkenal di Batola. Apalagi waktu itu terlihat perahu berisi rambutan batola yang akan dikirim ke Banjarmasin. Itu berarti batola berpeluang menjadi produk lokal andalan.
Sosoknya mirip jenis garuda—varietas unggul nasional. Ukuran besar dengan rambut lentik, dan daging buah ngelotok. Hanya saja batola tidak semanis garuda. Namun, bijinya yang mengalami poliembrionik dapat menjadi kelebihan tersendiri. Dari satu biji ia bisa menghasilkan 3—4 keping biji. Padahal rambutan biasa hanya 2. Potensinya untuk perbanyakan bibit bagus. Memang masih perlu pengkajian lebih dalam, tetapi potensinya telah terlihat.
Si timbul, antalagi, dan garuda
Selain batola, di pasar Barito juga ditemukan rambutan si timbul. Ia memiliki biji paling kecil dan gepeng, daging buah tebal, manis, dan kering. Hanya saja ia terlalu ngelotok sampai kulit kayu pada biji terbawa seluruhnya. Hati-hati saja bila melukai tenggorokan.
Penyebaran si timbul lebih luas dibandingkan batola. Warna dasar kulit buah kuning kemerahan dengan rambut merah tetapi tidak selentik batola.
Pasar terapung itu juga menyajikan rambutan antalagi dan garuda. Mereka telah diluncurkan sebagai varietas unggul nasional. Keduanya merupakan tanaman asli Kalimantan Selatan. Di daerah Pasarminggu Jakarta Selatan telah banyak pekebun yang menanamnya.
Rasa antalagi paling menggoyang lidah. Ia manis dan segar. Warna daging buah putih cenderung bening. Warna kulitnya menarik, hijau, hijau semu merah, sampai merah terang. Rambut antalagi pendek dan kaku tidak seperti batola dan garuda yang lentik dan panjang. Lain halnya sosok garuda yang besar dan produktivitas tinggi. Warna daging buah putih. Rasanya manis lengket. Sayangnya ia kurang ngelotok. (Dr Ir Moh. Reza Tirtawinata, pakar dan praktisi Buah di Bogor)