Siasat tepat mengatasi serangan kutu putih yang merepotkan petani.
Trubus — Sejak awal Komar tidak memberikan kesempatan untuk kutu putih menyerang. Ia belajar dari pengalaman rekannya. Serangan Paraccocus marginatus itu bisa mengakibatkan gagal panen. Pekebun pepaya di Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, itu mengatakan bahwa bila terjadi serangan mengakibatkan produktivitas menurun karena kerusakan jaringan.
Pekebun sejak 2000 itu menanam pepaya varietas calina di lahan seluas 2 hektare. Serangan kutu putih paling dominan terjadi pada masa pergantian musim. Menurut peneliti pepaya di Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu) Solok, Sumatera Barat, Tri Budiyanti, S.P., M.Si., serangan kutu putih merugikan pekebun hingga gagal panen. Jika kutu putih hinggap lalu meinggalkan jelaga, pada bagian itu buah akan mengeras, sehingga tidak enak dikonsumsi.
Semut indikator
Menurut Budiyanti upaya pencegahan serangan kutu putih penggunaan varietas tahan. Selanjutnya petani harus melakukan sanitasi kebun dan aplikasi pestisida. Komar juga rutin melakukan sanitasi kebun. “Kalau rumputnya rimbun sering jadi tempat kutu putih juga. Jadi harus rajin dibersihkan,” kata Komar. Kutu putih menyerang melalui permukaan bawah daun. Daun terserang menguning. Lama-kelamaan daun layu lalu mati.
Menurut anggota staf Pertama Riset dan Pengembangan Produk Pestisida PT Petrokimia Kayaku, Muhammad Nawab Al Hasan, kutu putih mengisap cairan tanaman inang. Akibatnya bekas tusukan meninggalkan bercak klorosis. Keberadaan kutu putih pada tanaman dapat dilihat dari bekas lapisan lilin dari kutu betina yang berawarna putih. Semut juga dapat menjadi salah satu indikator keberadaan hama.
Menurut Muhammad Nawab Al Hasan keduanya bersimbiosis baik mutualisme atau parasitisme. Ia mengatakan, praktik budidaya tanaman sehat dan berkelanjutan salah satu upaya pencegahan serangan kutu putih. “Pastikan tanaman tercukupi nutrisinya untuk meminimalisir dampak serangan,” kata alumnus Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Brawijaya, itu.
Pemantauan juga penting untuk mencegah serangan tanaman. Jangan sampai populasi kutu putih melebihi batas ambang ekonomi. Serangan kutu putih bertahap dalam jangka waktu cukup lama. Itu artinya populasi serangga tidak langsung meledak dan kerusakan tidak langsung parah. Menurut Nawab petani sebaiknya langsung memusnahkan tanaman terserang. Tujuannya mencegah kutu putih sebagai vektor penularan virus.
Itu sebabnya setelah pepaya pindah tanam, petani tetap harus terus mengamati. Dampak serangan kutu putih pada pepaya adalah buah gagal tumbuh sempurna. Oleh karena itu, petani harus bertindak cepat dan tepat. “Sejak persemaian sudah kami beri perlakuan. Kutu itu harus dicegah sejak awal,” kata Komar. Petani kelahiran 24 April 1973 itu melarutkan 0,25 ml flytop 250 OD dalam seliter air untuk 2.000 tanaman berumur 20 hari setelah semai.
Detergen
Insektisida flytop 250 OD mengandung bahan aktif dinotefuron. Bahan aktif itu bekerja secara sistemik yakni masuk ke dalam jaringan tanaman. Selain itu dinotefuron juga sebagai racun kontak dan lambung yang langsung menyerang serangga. Menurut Komar frekuensi penyemprotan insektisida dalam satu periode budidaya pepaya tidak tentu. “Tapi rata-rata enam kali,” kata Komar.
Waktu terbaik untuk menyemprotkan insektisida sebelum pukul 09.00. “Penyemprotan pada siang hari ketika terik khawatir pestisida jadi tidak efektif,” kata Komar. Ia menyemprotkan 15 liter larutan insektisida untuk 400—600 tanaman anggota famili Caricaceae itu. Komar mengatakan konsentrasi itu cukup efektif menghalau kutu putih. Penyemprotan tepat menyebabkan kutu putih akhirnya mengibarkan bendera putih alias menyerah.
Menurut Peneliti buah dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Sobir, M.Si. alternatif pengendalian kutu putih adalah penyemprotan larutan detergen dengan konsentrasi 2,5%. Sobor mengatakan, interval penyemprpotan 3 hari, 6 hari, atau 10 hari. Tujuannya agar kutu putih yang menempel di daun dapat terlepas sehingga tidak lagi mengganggu tanaman. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)