Tanaman itu dibawa oleh bangsa Portugis ketika mencari rempah-rempah di Indonesia. Anggota famili Gramineae itu kemudian menyebar ke Sulawesi dan pulau lain di Indonesia.
Pramudya Ananta Toer dalam roman Arus Balik menceritakan masuknya jagung di Indonesia berlatar berlatar sejarah keruntuhan Majapahit. Keruntuhan itu disusul munculnya kerajaan-kerajaan kecil di sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sejak itu terjadi arus balik para pedagang dari utara mengalir ke selatan. Mereka menyebutkan jagung telah puluhan tahun ditanam rakyat seluruh Jawa. Namun, tidak dikisahkan siapa orang yang pertama kali membawanya.
Abad ke-13 M
Menurut cerita Kris Biantoro, artis sekaligus pembawa acara kondang, pada abad ke-13—15 M, Tuban membutuhkan seorang syahbandar untuk menata lalu lintas kapal.
Sayeed Habibullah Almahsawa, mantan syahbandar Tumasik (sekarang Singapura-red). Tidak seperti calon syahbandar lain yang membawa emas, perak, dan permata, untuk menjadi syahbandar Tuban, Sayeed Habibullah hanya membawa sekantong beras besar (jagung-red) sebagai upeti. Pemberian itu seketika membuat sang Adipati murka.
Sayeed meyakinkan dengan beras besar itu, Tuban dapat memenuhi kebutuhan logistiknya. Kota pelabuhan itu kekurangan pangan akibat terus-menerus berperang dengan kerajaan lain pecahan Majapahit. Sayeed pun diangkat sebagai syahbandar Tuban.
Benar saja, sejak saat itu jagung mengubah corak pertanian di Tuban. Sejarah mencatatnya sebagai awal masuknya jagung di Pulau Jawa.
Terlepas dari kapan dan di mana ia pertama kali masuk ke Indonesia, yang jelas itu telah lama dibudidayakan dan berintegrasi dengan rakyat Indonesia. Proses penyebarannya yang cepat disebabkan karena dapat dimanfaatkan sebagai makanan, bahan baku industri, maupun pakan ternak. Bahkan jagung juga memiliki manfaat bagi kesehatan. (Prita Windyastuti/Peliput: Utami Kartika Putri)