Thursday, April 18, 2024

Bisnis Cupang Elok Rupa, Elok Laba

Rekomendasi
- Advertisement -

Tren bisnis cupang kian menguat. Permintaan terus meonjak.

Teddy Aldo Wiliam meraih jabatan strategis sebagai store manager setelah berkarier di perusahaan minuman ternama selama 4 tahun. Pria 31 tahun itu memperoleh beragam fasilitas dan gaji memedai setiap bulan. Namun, Teddy memutuskan pensiun dini pada November 2018. Keruan saja keluarganya, menolak keputusan itu. Namun, Teddy Aldo Wiliam bergeming pada keputusannya.

Penangkar cupang hias, Teddy Aldo Wiliam.

Meski berhenti bekerja, Teddy bukannya menganggur. Ia menekuni bisnis cupang hias yang dirintis sejak Maret 2020. Ia memanfaatkan rumahnya di Kota Tangerang, Provinsi Banten, sebagai lokasi penangkaran cupang. “Tren dan peluang pengembangan bisnis cupang hias amat potensial,” kata pria kelahiran 20 November 1989 itu. Ia menangkarkan semua jenis cupang hias, yakni plakat, halfmoon, serit (crown tail), dan double tail.

Terserap pasar

Setiap bulan Teddy mengawinkan 50 pasang cupang Betta splendens. Ia menuturkan, sepasang cupang menghasilkan rata-rata 200—300 burayak. Adaapun sintasan atau survival rate mencapai 80%. “Pada umur dua pekan setelah menetas adalah fase cupang paling rentan,” kata Teddy. Ikan hias itu siap jual setelah berumur 90 hari sejak penetasan. Ukuran anjang tubuh rata-rata 3 cm.

Ia lantas menyeleksi dan mengelompokkan menjadi 3 kelas, yakni kelas A mencapai 40% dengan harga mulai Rp100.000 per ekor, B (40%, Rp50.000—Rp100.000), dan C (20%, <Rp50.000). Cupang kelas A memiliki warna pekat, coraknya tidak bocor alias pola warna sesuai standar, dan ekor serta sirip atas (dorsal fin) dan sirip bawah (anal fin) merekah dengan baik.

Cupang super red memberikan kenangan tersendiri bagi Ario.

Adapun ciri cupang kelas B biasanya warna kurang mencolok dan bukaan sirip serta ekor kurang mentereng. Sementara itu cupang kelas C ukuran tubuh cenderung kecil dan warna kurang menarik. Menurut Sarjana Sistem Informasi alumnus Universitas Persada Indonesia itu, semua jenis cupang hias laris di pasaran. Kelas A biasanya dihargai mulai dari Rp300.000 hingga jutaan. Kelas B antara Rp50.000—Rp300.000 dan kelas C <Rp50.000.

Bagi Teddy sulit mengklasifikasikan harga cupang. Penangkar berusia 31 tahun itu menuturkan, harga cupang tergantung kondisi ikan. Makin unik dan langka, makin mahal.
Teddy menjual cupang tertentu yang unik di atas Rp 1 juta per ekor. Menurut Teddy dalam sebulan rata-rata mampu memasarkan 1.000 cupang terdiri atas berbagai kelas. Ia rutin memasok pasar Kalimantan dan Papua setiap pekan. Selain itu ia juga menjual langsung di lapak Pasar Cupang Tangerang. Kadang-kadang pembeli juga datang langsung ke tempat penangkaran.

Betta antuta cupang alam endemik perairan Pulau Kalimantan bagian utara.

Dari bisnis cupang, pehobi bulutangkis itu beromzet Rp90 juta sebulan. Sesekali Teddy juga melelang di akun Instagramnya bernama Ikan Cupang Hobbies. Ia mengatakan, bila ikan berkualitas bagus, lelang justru dimulai dari Rp0. Ikan tangkarannya pernah laku Rp2 juta saat lelang pada Maret 2020.

Bisnis unik

Pengusaha cupang lain, Randhy Permana, juga mengatakan permintaan melonjak. Ia menerjuni bisnis itu secara tak segaja pada awal pandemi korona. Randhy iseng menjual koleksinya melalui akun media sosial. Hanya dalam 2 jam, 150 koleksi pengusaha di Kota Tangerang itu ludes. Padahal, ia mematok harga Rp150.000 per ekor. Artinya dalam 2 jam pria 28 tahun itu menghasilkan Rp22.500.000.

Agen penjualan cupang di Tangerang, Provinsi Banten, Randhy Permana.

“Bisnis cupang itu unik. Di tengah krisis akibat pandemi, ternyata cupang dari paling murah sampai paling mahal tetap laku,” kata Randhy yang semula menggeluti bisnis pangkas rambut pria itu. Setelah itu Randhy melirik potensi bisni scupang sebagai reseller. “Saya sistemnya hunting saja. Bayar sedikit lebih mahal tapi saya bisa pilih cupang yang saya mau,” kata pengelola pasar cupang Tangerang itu.

Randhy fokus menjadi reseller. Ia merasa lebih ahli dalam kegiatan pemasaran dibandingkan dengan budidaya. Dua karyawan masing-masing bertugas untuk merawat dan pengemasan. Bagi Randhy bisnis cupang tidak membebankan pikirannya. Meskipun tidak ada penjualan.

Ario Windu Sapta juga menggeluti bisnis cupang setelah dirumahkan dari pekerjaannya sebagai assistant manager group reservation di sebuah biro perjalanan pada April 2020. Padahal, salah satu pendiri komunitas Betta Club Indonesia itu semula hanya pehobi. “Kalaupun ada yang beli ya silakan selama harganya cocok. Penjualan juga santai saja karena koleksi juga belum banyak,” kata Ario.

Ario Windu Sapta memilih lebih menyangi cupang koleksinya dibanding harus menjualnya tergesa-gesa.

Namun, pada Maret 2020 Ario fokus menangkarkan cupang. Setiap bulan pehobi basket itu menangkarkan 7—8 pasang cupang. Biasanya sepasang cupang tangkaran Ario menghasilkan 100—150 burayak. “Agak lebih sedikit dari orang-orang. Tapi tidak masalah, kebanyakan juga repot,” tutur pria kelahiran Mei 1987 itu. Ia menjual 50—100 cupang kecil atau berukuran 3 cm dengan harga Rp100.000—Rp150.000 per ekor sehingga beromzet Rp8 juta per bulan.

Selain itu Ario juga membuka penawaran mulai Rp1,2 juta untuk cupang yang kualitas baik. Cirinya panjang tubuh 4 cm, warna cemerlang, dan ekor mengembang sempurna. Menurut Ario dalam sebulan mampu menjual 50—100 cupang kualitas kontes. Pembeli datang dari berbagai daerah Jawa dan Kalimantan. Selain pasar domestik, Ario juga merambah pasar mancanegara.

Betta macrostoma atau spotfin betta cupang alam yang berasal dari Brunei Darussalam.

Pada 2012—2015 ia memasok ikan hias famili Osphronemidae itu ke beberapa negara di Benua Eropa serta Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Hasil ekspor Ario kala itu mencapai US$2.000—US$3.000 setara Rp28 juta—Rp42 juta sebulan. Harga penjualan cupang bervariasi antara US$30—US$40 per ekor. Ia tidak menyangka pada akhirnya bisnis cupang menjadi salah satu sumber pendapatan yang potensial baginya.

Pasar Cupang Tangerang berada di dalam pasar semi tradisional. Berdampingan dengan kios penjual penyedia bahan makanan.

“Awalnya saya koleksi hanya 20 ekor, sekarang kurang lebih 300 ekor,” kata pemilik Flee Betta Shop itu. Ia mengoleksi berbagai jenis dan corak cupang. Cupang plakat super red adalah andalan pria 33 tahun itu. Dinamai demikian sebab sosoknya amat seronok. Seluruh tubuhnya berwarna merah dengan ekor lebar dan tidak cekak.  Cupang miliknya menjadi juara adika atau grand champion pada International Betta Competition, Bangkok, Thailand pada Mei 2011.

Cupang alam

Pemilik MD Jaya Betta dan pebisnis cupang di Kota Padang, Sumatera Barat, Mulyadi.

Penangkar cupang di Kota Padang, Sumatera Barat, Mulyadi, juga merasakan lonjakan permintaan cupang. Penangkar kelahiran Desember 1974 itu memiliki tempat penangkaran berukuran 800 m² berkapasitas 5.000 cupang. Ia juga berhasil mendirikan satu rumah, satu buah mobil, dan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi—semua berkat berbisnis cupang.

Pada 2001 pria 46 tahun itu tertarik membudidayakan cupang alam. Sosok cupang alam yang eksotis dan langka, menarik perhatian pemilik MD Jaya Betta itu. Apalagi kebanyakan cupang alam merupakan endemik Indonesia alias asli dari perairan tanah air. “Indonesia itu sumbernya wild betta terutama Sumatera dan Kalimantan. Turis dari luar negeri juga banyak yang mencari ke sini,” kata Mulyadi.

Ia menangkarkan dan membesarkan cupang alam, bukan mengambil di habitat aslinya. Kini Mulyadi mengoleksi 20 jenis cupang alam, antara lain asal Sumatera yakni kelompok coccina. Adapun asal Kalimantan adalah kelompok unimaculata dan kelompok albimarginata. Betta channoides adalah salah satu contoh cupang alam kelompong albimarginata. Channoides memiliki sosok kepala yang menyerupai ular. Itu sebabnya dijuluki dengan cupang kepala ular (snake head).

Pria yang tergabung dalam International Betta Congress itu rutin menangkarkan channoides secara berkala. Sekali menangkarkan 10 pasang. “Sepasang channoides menghasilkan 30—75 burayak,” kata Mulyadi. Hasil penangkarannya untuk memasok konsumen. Ia mematok harga cupang alam berkisar antara Rp150.00—Rp5 juta per ekor. Dalam sebulan 3 kali mengirim ke mancanegara. Sekali kirim berkapasitas 2.000 cupang alam.

Rico Setiawan. Penangkar cupang hias di Palembang, Sumatera Selatan.

Negara tujuannya yakni Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat menggunakan jasa transhipper. Adapun pasar lokal, ia memasok ke penjual atau reseller setidaknya 100 ekor setiap bulan.  Lonjakan peminat cupang hias tidak semata-mata aji mumpung bagi para pebisnis. Kebanyakan dari mereka adalah pencinta cupang sejak kecil. Serupa halnya dengan Rico Setiawan.

Pelaku bisnis cupang hias sejak 2016 itu juga menggemari cupang adu sejak dini. Sekarang Rico membuka harga cupang hasil perawatannya mulai Rp50.000—Rp200.000 per ekor. “Omzet dari cupang sekarang kisaran Rp8 juta per bulan,” kata Rico sembari menggambarkan perkembangan bisnis cupang miliknya. Bila ditotal, terdapat 2.000 ekor cupang yang terdiri atas cupang serit atau, giant, halfmoon, halfmoon double tail, dan plakat.

Alumnus Fakultas Teknik Universitas Tridinanti, Palembang, Sumatera Selatan, itu mengawinkan 6 pasang cupang dalam sebulan. Artinya dalam sebulan pria 37 tahun itu memproduksi 1.200 burayak. Padahal di awal ia merintis sumbersekip—sebutan untuk penjualan—hanya mengawinkan sepasang cupang dalam sebulan yang menghasilkan 200 burayak.

Rico mengirimkan cupang hasil tangkarannya ke berbagai wilayah di Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, bahkan Sulawesi. Cupang jenis plakat tipe multicolor yang paling banyak diminati saat ini. Karena coraknya yang unik dan tidak akan sama antara cupang satu dengan yang lain.

Penerima penghargaan Best Of Division F&F di Kontes Cupang Teras Kota 2020 pada 29 November 2020 itu mengatakan, dengan berdagang secara jujur niscaya pembeli akan percaya dan akan mendatangkan pembeli lebih banyak lagi. Jangan lupa juga untuk menjaga kualitas dan kesesuaian harga cupang. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Budidaya Kelor Organik untuk Memenuhi Permintaan Konsumen

Trubus.id—Konsumen menghendaki tepung daun moringa atau kelor bernutrisi tinggi. Itulah sebabnya para importir menghendaki moringa atau kelor dengan budidaya...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img