Nilai impor kurma Indonesia hampir Rp500-miliar per tahun. Padahal, Indonesia berpeluang besar mengebunkan kurma. Karena belum ada kebun kurma intensif, maka Indonesia harus mengimpor. Padahal, masyarakat Thailand justru mengebunkan Phoenix dactylifera secara massal dan intensif. Bahkan, mereka mempunyai kultivar kebanggaan yakni Kolak One (KL-1) yang adaptif di iklim tropis. Sekadar menyebut contoh, pekebun di Kanchanaburi, Anurak Boonlue, misalnya, mencabut seluruh tanaman tebu dan singkong di lahan 30 rai setara 4,8 hektar lalu menggantinya dengan kurma KL-1. Penggantian komoditas itu pada 2008. Kini populasi kurma di kebunnya 900 pohon. Umur pohon bervariasi 1—7 tahun.
Ayah satu putri itu rutin menuai 7,2—10,8 ton kurma segar dari 120 pohon betina setiap tahun. Ia membanderol harga 600 baht per kg. Artinya, ia meraup pendapatan sekitar Rp1,72-miliar sampai Rp2,59-miliar dari panen buah yang berlangsung selama 3 bulan itu. “Berkebun kurma tergolong mudah asal mengetahui karakteristik pohon dan letak kebun,” ujar Anurak Boonlue yang ditemui Trubus di kebun.
Buku Infokit Vol. 12: Kurma: Dari Gurun ke Tropis setebal 224 halaman Full Color.
Pemesanan hubungi langsung Fajar di:
HP. 0812 1040 0098
Telp. 021 877 463 43-45
Email: order@trubus-online.co.id
*) – Harga belum termasuk biaya kirim
– Khusus pemesanan langsung ke redaksi Trubus
– Berlaku hingga 30 November 2015