Sang juara itu sempurna,” ungkap Rudy Nayoan, ketua dewan juri. Empat kriteria penilaian meliputi: gerak dasar, keserasian, kematangan, dan penjiwaan, semuanya dinilai “baik sekali”. Kimeng Ficus microcarpa meraih gelar tertinggi lantaran kematangan pohon baik sekali.
Akarakarnya yang besar kokoh mencengkeram bumi. Susunan daun pun nyaris sempurna. Semua itu berpadu serasi dengan wadah sehingga membuatnya tampak bagai pohon raksasa di wadah kecil. Wajar bila ia tampil sebagai the best in show dengan nilai total 338. Selain itu, ia sekaligus memboyong the best in size ukuran besar dan the best species di kelompok fi kus. Ia mengulangi prestasi di Panacea Bonsai II pada Mei 2004 di Candi Prambanan, Klaten. Waktu itu ia juga menggusur buxus dan gulo kumantung yang juga koleksi Lie Kwan Din ke tempat ke-2 dan ke-3.
Perseteruan kimeng, buxus, dan gulo kumantung bakal kian panjang. Wajar karena mereka itu telah menjadi masterpiece bonsai Indonesia. Ketiganya silih berganti meraih gelar terbaik. Buxus langsung sukses pada 2 kontes perdana yang diikutinya yaitu Gebyar Istana Bonsai di Cipanas dan di Pamekasan 2002. Sedangkan gulo kumantung, juara di Jakarta 2000. Posisi the best ten pun berkali-kali diraih.
Muka baru
Di luar 3 besar itu, persaingan peserta tidak kalah seru. Tampak hadir beringin bergaya formal milik Freddy S, langganan the best ten. Phusu koleksi Soeroso Soemapawiro, juara Kiprah Bonsai Indonesia 2003 di Yogyakarta turut berpartisipasi. Kehadiran phusu koleksi Dewi Handayani yang juara ke- 2 di Pamekasan 2002 menambah ketat persaingan antarpeserta. Di masa datang persaingan bakal kian ketat. Itu lantaran kehadiran beberapa muka baru yang potensial. Sebut saja ulmus koleksi Harja Haruman dari Bandung.
Beberapa pebonsai memperkirakan Ulmus zelcova itu bakal menjadi pesaing bagi dedengkot lomba. Dari berbagai aspek keindahan, ia tidak kalah daripada para bintang kelas utama. Hanya kemapanan cabang dan ranting yang belum sempurna. Itu tampak dari banyaknya kawat yang melilit cabang dan ranting.
Yang juga berprospek cerah ialah hokian tea koleksi Yohan Idat dari Bandung. Anatomi bonsai berukuran kecil itu baik sekali. Batangnya unik karena ada bagian yang mengarah ke belakang sehingga tampak melintir. Yang paling istimewa, ukuran daun amat kecil, tetapi hijau. Itu tanda dirawat intensif. Keistimewaan itu yang mengantarnya sebagai the best in size ukuran kecil dan the best spesies di jenis hokianti.
Yohan Idat, pemiliknya sejak awal optimis koleksinya bakal berjaya. “Saya sudah memantau calon lawan sebelum mengikuti kompetisi perdana,” tutur pengusaha yang baru 9 bulan berbonsai itu. Pendatang baru itu menuai prestasi mengagumkan. Dari 3 bonsai yang disertakan 2 masuk kategori baik sekali, dan satu nyaris masuk baik sekali. (Syah Angkasa)