Friday, December 1, 2023

Buah Merah Turun Bukit Masuk Dandang Rebus

Rekomendasi
- Advertisement -


Ban mobil yang membawa Yurika dan buah merah hasil buruannya di Kelila, Kabupaten Wamena, bocor. Sopir mengatakan tak ada ban serep lagi, karena sebelumnya Hartop hitam itu mengalami kejadian serupa. Itulah yang membuat Yurika dan 4 pencari buah merah lain agak panik. Urusannya bukan karena mereka akan datang ke pasar terlambat, tapi mempertaruhkan keuntungan.

Akibat transportasi yang tidak memadai acapkali pedagang pengumpul merugi. “Rugi mungkin tidak, tapi tak ada untung yang kita dapat,” ujar Nias Tabuni, yang baru 4 bulan menekuni perniagaan buah merah. Buktinya banyak pedagang sayur atau buah-buahan yang justru beralih menjadi pengumpul buah merah.

Tabuni merasa biaya sewa mobil untuk mengangkut Pandanus conoideus itu tergolong tinggi. “Kami sewa Rp1-juta untuk sekali jalan dari Kelila ke Wamena. Dari Bogondini lebih mahal lagi, Rp1.400.000,” tambahnya. Jarak Kelila—Wamena ditempuh dalam waktu 2,5—3 jam. Namun, biasanya mereka menyewa secara kolektif 4—5 orang—tergantung jumlah buah merah yang didapat—sehingga jatuhnya hanya Rp250.000—Rp250.000/orang. Buah merah yang bisa mereka bawa masing-masing 10—12 ikat.

Disunggi

Mobil memang bukan satu-satunya pengantar buah merah sampai ke pengolah. Pekebun yang hanya memiliki 3—5 buah kadang membawanya langsung dengan berjalan kaki. Menurut Darian Tabuni, koordinator Pasar Jibama, pekebun-pekebun dari Kurulu, Manda, Muria, Bulakme, dan Tagime (semuanya di Kabupaten Wamena) justru memilih berjalan kaki.

Bahkan ada juga dari Kelila dan Bogondini di Kabupaten Tolikara, yang ditempuh 18—24 jam. Alasannya selain angkutan mahal dan terbatas, mereka memperoleh harga lebih tinggi. Selisih harga jual di pekebun dan di pasar Rp20.000—Rp30.000/ buah. Tak aneh kalau setiap saat ditemukan pemandangan orang berjalan beriringan menyunggi buah merah.

Berbeda dengan pemilikpemilik kebun di Tagime, Geras di Kindok, Kelila lebih suka menjual buah merahnya ke pedagag pengumpul. “Waktunya tidak ada karena saya mengajar agama di Sekolah Dasar,” lanjut lelaki berusia 36 tahun itu. Keinginan untuk membawa langsung ke pasar direncanakan setelah punya mobil. Maklum tanaman miliknya belasan ribu batang.

Menurut Geras menjual buah merah mudah karena pedagang pengumpul sudah mempunyai tempat tetap di pinggir jalan yang agak lapang. Beberapa di antaranya malah masuk-keluar kebun. Sebut saja Octavianus, lelaki berusia 44 tahun itu rajin menyambangi kebun-kebun yang buahnya siap petik. Namun, untuk melakukan itu ia perlu menginap 1—2 hari di kebun, karena harusmenuruni bukit.

Tulang kasuari

Buah merah yang dibeli dari pekebun sudah dibersihkan dari empulur dan diikat rapi. Jadi, para pedagang tinggal mengangkatnya ke mobil. “Kalau empulur tidak dibuang, buah gampang busuk dan berat,” kata Yurika. Dengan dibuang empulurnya bobot buah berkurang hingga 30—35%. Toh empulur selama ini belum dimanfaatkan.

Untuk menghilangkan empulur pekebun punya teknik tersendiri. Caranya, buah yang baru dipanen dibelah menjadi 2 bagian. Alat yang digunakan tulang paha kasuari atau babi, bukan parang. Buah ditusuktusuk mengikuti alur melintang hingga antartitik tusukan saling bertemu. Jika sudah begitu dengan kedua tangan buah dibelah.

Setelah buah terbelah menjadi dua, lalu dengan menggunakan pengerok terbuat dari plat kawat, sedikit demi sedikit empulur dibuang. Seperti mengerok kelapa, pekerjaan ini tak terlalu menguras tenaga karena tekstur empulur remah. Kedalaman mengerok sampai batas kulit dalam, hingga bilahan buah membentuk sampan. Untuk pekerjaan ini dibutuhkan waktu 5—6 menit per buah.

Bilahan buah dikeringanginkan 10—15 menit. Selanjutnya itu disusun berdasarkan ukuran untuk dikemas dalam ikatan. Namun, jangan lupa penyusunan harus berdasarkan pasangannya. Setiap ikatan berisi 5 buah atau 10 tangkup. Kemudian untuk melindungi kulit-kulit biji dari gesekan, 2 lembar daun pisang dibalutkan. Sebagai alat pengikat digunakan kulit kayu.

“Kami memang menerima buah merah sudah dalam bentuk siap olah. Tinggal dicuci, dipotongpotong, dan direbus. Kalau harus membuang empulur dulu, banyak waktu terbuang,” ungkap Hendro Saputra, produsen minyak buah merah di Wamena, yang setiap hari mengolah sekitar 300 buah. (Karjono)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Tepat Budidaya Lobster Air Tawar

Trubus.id— Menurut praktikus lobster air tawar (LAT) di Kelurahan Cicadas, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Muhammad Hasbi...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img