Monday, January 20, 2025

Budidaya Jagung Tanpa Bulai

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id— Penyakit bulai menjadi momok bagi petani jagung. Bukan tanpa alasan, Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan mencatat penyakit akibat infeksi cendawan (Peronosclerospora maydis) itu menyerang 1.275 hektare lahan sehingga menyebabkan gagal panen pada 2019.

Peneliti di Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Hammam Abdullah Rizki, S.P., menuturkan bulai merupakan penyakit jagung yang sporadis alias dapat ditemukan di berbagai daerah.

Menurut pengamatan Hammam, bulai dapat menyerang tanpa memandang kondisi topografi. Infeksi cendawan biasanya diawali dengan daun menguning dan pucat. Daun tanaman anggota famili Poaceae itu menguning akibat P. maydis menyerap habis klorofil.

Praktis tanaman tidak dapat berfotosintesis sehingga menghambat pertumbuhan. Menurut perkiraan alumnus jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Universitas Brawijaya, itu petani dapat merugi hingga 70—90% karena bulai.

Hammam mengatakan, “Penyebaran spora dapat melalui tanah maupun udara. Namun, kebanyakan serangan melalui akar dan kemudian menyerang melalui jaringan pengangkut.” Tak tersedianya nutrisi yang cukup bagi tanaman dapat memperparah serangan bulai.

Ia menyarankan petani memupuk secara berimbang untuk mencegah serangan cendawan anggota famili Peronosporaceae itu. “Kalium tidak boleh lupa supaya jaringan tanamannya lebih kuat. Jadi, spora tidak mudah menginfeksi,” kata Hammam.

Selain nutrisi, keasaman tanah turut memengaruhi tingkat serangan bulai. Cendawan P. maydis menyukai tanah masam. Petani sebaiknya melalukan olah tanah dengan baik agar pH tanah cenderung netral. Salah satu upaya menetralkan tanah masam yakni dengan aplikasi kapur pertanian

Fungsinya dapat meningkatkan pH tanah menjadi netral, meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah sehingga mudah diserap tanaman, serta menetralisasi senyawa beracun dalam tanah.

Meski demikian, pengolahan tanah pada budidaya jagung kerap dihiraukan. Jagung hanya sebagai selingan pengganti padi sehingga lahannya minim pengolahan. Menurut praktisi pengembangan produk pestisida, Hadi Suparno, gejala bulai muncul pada tanaman berumur 7—10 hari setelah tanam.

Gejala pada satu daun saja cukup memastikan tanaman tersebut terinfeksi cendawan penyebab bulai. Bila tak segera ditangani, bulai dapat menyerang tanaman lain di lahan yang sama dengan cepat, bahkan di kebun sekitar.

Salah satu cara mencegah bulai yakni dengan perlakuan benih menggunakan fungisida berbahan aktif dimetomorf 500 g/l. Fungisida tersebut berperan menghambat pembentukan dinding sel cendawan dan menghambat perkecambahan spora sehingga dapat melindungi benih dari serangan bulai.

Hadi menuturkan sejatinya produsen benih telah melapisi benih dengan pestisida. Meski demikian, petani sebaiknya mencegah serangan bulai dengan melapisi benih lagi. Hal tersebut dilakukan oleh petani jagung di Desa Paron, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Yajid Bastimi.

Yajid merendam 5 kg benih jagung selama 15 menit dalam 50 ml larutan fungisida berbahan aktif dimetomorf 500 g/l. Yajid kemudian meniriskan dan menanam benih di lahan 1 ha. Untuk memperkuat proteksi, laki-laki berusia 34 tahun itu juga menyemprotkan fungisida saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam.

Konsentrasi yang digunakan hanya 15—20 ml per 14 liter air setara satu tangki semprot. Yajid biasanya menyemprotkan sebanyak 14 tangki untuk sekali perlakuan. Berkat dua perlakuan itu, Yajid tak lagi khawatir terhadap serangan P. maydis.

Menurut pengamatan Yajid selama tiga tahun terakhir, tanamannya terhindar dari penyakit bulai. Petani jagung sejak 2005 itu dapat memanen 5—7 ton jagung dari lahan 1 ha.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Budi Daya Buah Premium: Dari Melon hingga Anggur di Rumah Tanam

Trubus.id–Inovasi budi daya buah-buahan semakin berkembang. Pekebun selalu berupaya untuk mencetak buah berkualitas. Buah premium pun turut mendongrak harga.  Hasbullah...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img