Trubus.id— Serangan penyakit pada budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) menjadi momok bagi petambak. Menurut Kepala Divisi Marine Research Centre di PT Central Proteina Prima Tbk., Mohamad Nurul Iman, S.Pi., penyebaran penyakit yang cepat bisa menyebabkan kematian vannamei hingga 100%.
Ragam penyakit yang lazimnya menyerang udang di tambak antara lain infectious myonecrosis virus (IMNV), white spot syndrome virus (WSSV), dan acute hepatopancreatic necrosis disease (AHPND).
Nurul mengatakan, hingga kini penyakit vannamei sangat sulit disembuhkan. Dengan inovasi riset itu diharapkan dapat memutus mata rantai penyebaran penyakit di tambak.
Oleh sebab itu, PT Central Proteina Prima Tbk bekerja sama dengan Politeknik Negeri Lampung (Polinela) meriset pemindahan lokasi budidaya udang vannamei di tambak ke keramba jaring apung (KJA). Riset dilakukan di Teluk Hurun, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Putus siklus penyakit
Riset sejak April 2023 itu merupakan tahap awal dengan menguji kepadatan optimum vannamei dalam KJA. Terdapat 3 perlakuan kepadatan yakni 100 ekor, 150 ekor, dan 200 ekor/m³ yang masing-masing diulang sebanyak 3 kali ulangan.
Setiap perlakuan menggunakan keramba berukuran 3 m x 3 m x 3 m. Setelah 90 hari (siklus pertama), nilai kelangsungan hidup atau survival rate (SR) tertinggi 86% dan terendah 36% dengan SR rata-rata 60%.
Jika dibandingkan dengan budidaya di tambak, nilai itu masih lebih rendah karena rata-rata nilai SR di tambak 80—90%. Namun, risiko serangan HPT di KJA lebih rendah daripada di tambak. Sintasan yang rendah diduga pada awal penebaran bibit.
“Kami waktu itu tebar bibit pada siang hari. Suhu dan sinar matahari dalam kondisi maksimal, sehingga udang stres,” kata Nurul.
Adapun nilai konversi pakan atau feed conversion ratio (FCR) udang udang pada siklus perdana ini di KJA yaitu 2,1—2,4 karena SR masih belum mencapai target. Nilai ini lebih tinggi ketimbang FCR udang di tambak yang mencapai 1,3—1,7.
“Siklus pertama merupakan awal yang baik. Kolaborasi dengan Polinela terus dikembangkan untuk riset lain seperti dosis pakan, jenis pakan (protein), dan strain udang yang tepat,” kata Nurul.
Harapan lainnya pengembangan budidaya vannamei di daerah maritim menurunkan paparan udang dari bahan kimia. Tanpa penambahan kapur dan kaporit seperti di tambak, performa vannamei di keramba lebih baik. Udang hidup menyesuaikan habitatnya. Asupan mineral dan nutrisi alami dalam air laut dapat memberikan nutrisi tambahan bagi udang.

Selain pakan, listrik merupakan salah satu biaya produksi terbesar pada budidaya vannamei di tambak. Budidaya vannamei di KJA menghemat biaya listrik. Harap mafhum budidaya udang dengan mengandalkan keadaan alam seperti di KJA tidak membutuhkan kincir dan pompa.
Nurul mengatakan, biaya produksi vannamei di KJA Rp30.000/kg dengan asumsi target SR mencapai 90% ke atas. Bandingkan dengan biaya produksi budidaya vannamei di tambak yang mencapai Rp40.000—Rp45.000/kg.
Pembudidaya bisa mendapatkan profit Rp20.000Rp35.000/kg. Akan tetapi untuk siklus perdana ini biaya produksi masih relative sama dengan tambak karena SR belum mencapai target.
Siklus selanjutnya akan dicari waktu tebar udang dan metode feeding yang tepat dengan tujuan selain meningkatkan SR juga nilai FCR bisa ditekan sehingga keuntungan yang didapat bisa maksimal.
Dosen Budidaya Perikanan di Politeknik Negeri Lampung, Eulis Marlina, S.Pi., M.Si., mengatakan, kolaborasi perguruan tinggi bersama pemangku kepentingan bertujuan melakukan inovasi budidaya udang untuk pemanfaatan laut secara berkelanjutan.
Selain lebih mudah untuk pemeliharaan, budidaya vannamei di KJA juga lebih hemat energi dibandingkan dengan di tambak. Riset itu merupakan pendahuluan yang diharapkan bisa dikembangkan dan melibatkan berbagai ahli bidang nutrisi, lingkungan, dan perairan.
“Hal yang perlu menjadi pertimbangan untuk melakukan budidaya vannamei di keramba adalah kondisi alam,” kata Eulis.
Budidaya vannamei di KJA harus bergantung pada alam. Tempat yang cocok untuk budidaya vannamei yaitu perairan yang minim polutan. Petambak sebaiknya menghindari jalur nelayan untuk budidaya udang karena rawan terjadi pencemaran.
Limbah nelayan dapat memengaruhi nafsu makan udang, mengurangi aktivitas udang, dan dapat menyebabkan kematian. Ancaman lainnya yaitu badai di perairan yang memengaruhi nafsu makan udang.(Nadya Muliandari)