Sunday, September 8, 2024

Candra Wijaya Adu Cepat Bersama sang Naga

Rekomendasi
- Advertisement -

Pukulan andalan berkecepatan tinggi itu membawa Candra bersama Sigit Budiarto ke . nal ganda putra Indonesia Open 2005 medio September di Istora Senayan, Jakarta. Tak mau kalah dengan sang tuan, superred kesayangan Candra memiliki kecepatan tinggi saat memangsa pakan. Ketika seekor belalang dimasukkan, hup… tak lebih dari 3 detik serangga itu habis dilahap.

Bagi Candra detik-detik ketika siluk mulai membuka mulut lebar-lebar lalu mengatup cepat dengan mangsa di mulut adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu. Saat itu rasa penat setelah menjalani rutinitas latihan dan bertanding seakan hilang. Bagi peraih gelar All England sebanyak 4 kali itu ada kepuasan tersendiri ketika melihat sang klangenan menyantap belalang dengan penuh gairah.

Proses itu dapat diulang Candra 3— 4 kali hingga superred berukuran 45 cm itu tampak kenyang. Meski demikian tidak sembarang waktu sang klangenan itu diberi pakan segar oleh peraih medali emas cabang bulutangkis pada Olimpiade Sydney 2000 itu. Waktunya sudah terjadwal. Sehari 3 kali pakan diberikan, pukul 07.00, 13.00, dan di atas pukul 22.00 WIB. “Saya pernah mencoba memberi di luar kebiasaan, tapi yang terjadi tidak dimakan. Air akuarium malah menjadi kotor,” ujar juara dunia ganda putra bersama Toni Gunawan pada 1998 itu.

Elegan

Kecintaan Candra pada arwana sangat besar. Itu terlihat dari cara pemain senior pelatnas Cipayung itu menempatkan sang ikan kahyangan. Superred ditempatkan di akuarium tembus pandang berukuran 200 cm x 90 cm x 90 cm. Agar siluk betah dan tampak elegan saat berenang, di dalam akuarium ditata aquascaping sederhana rancangan Aquarista. Letak akuarium berada di bagian tengah kabinet besar di ruang tamu. Di sana sang arwana bersanding bersama puluhan piala kejuaraan yang diraih Candra.

Menurut peringkat nomor 1 dunia ganda putra 2005 itu, posisi akuarium memang dibuat sedemikian rupa sehingga dari segala arah sang ikan dapat diamati. “Saat berada di ruang makan ikan masih bisa dinikmati,” ujar Candra yang perlu beberapa kali mengubah letak akuarium agar tampak harmonis dengan suasana rumah.

Candra memiliki 2 superred berukuran sama. Yang lain ditaruh persis di samping ruang makan. Di sana siluk yang dibeli dari kolektor di Jakarta Barat 2 tahun lalu itu menempati akuariumlebih kecil, berukuran 1 m x 90 cm x 90 cm. Berbeda dengan akuarium utama, isi akuarium itu polos dengan latar warna biru. Yang unik justru letaknya. Ia berada di atas kolam koi berukuran 2,5 m x 2 m berkedalaman 30 cm.

Kembali ke ikan hias

Ayah Witania Wijaya itu sudah memelihara ikan sejak 1980-an. Saat itu Candra yang berusia 10 tahun masih tinggal di Cirebon. Ikan hias pertama yang dipelihara justru arwana milik sang ayah. “Kami bergantian mengurusnya mulai dari memberi pakan sampai mengganti air,” ujar anak ke-2 dari 4 bersaudara itu. Kegiatan itu menghilang ketika Candra mulai serius merintis jalan masuk pelatnas. “Saat itu saya berusia 12 tahun. Enam tahun kemudian baru masuk pelatnas. Selama itu tidak pernah mengurus ikan lagi,” kenangnya.

Keasyikan memelihara ikan muncul kembali saat lou han menjadi maskot ikan hias pada 2002. Tak kurang 50 lou han dikoleksi suami Caroline itu di rumah lama di Taman Semanan Indah, Jakarta Barat, itu. Saking gandrungnya, di selasela kesibukan bertanding Candra selalu menyempatkan diri melihat kontes-kontes lou han di seputaran Jakarta. “Kini ikanikan itu sebagian dijual dan dikasih ke teman,” katanya.

Hanya bertahan setahun, minatnya pada arwana dan koi datang bersamaan pada 2003. Arwana disukai karena Candra memang sudah pernah memelihara saat kecil. Sang ayah pun hingga kini masih memeliharanya. Untuk koi ketertarikannya muncul saat mengunjungi salah satu kolega di Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Kawan itu memiliki kolam mentereng berisi koi-koi mahal di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. “Enak juga melihat koi dalam jumlah banyak di kolam,” papar Candra yang kemudian membangun kolam koi mungil di dalam rumah.

Titip

Kebiasaan mengunjungi farm-farm ikan kini juga dilakukan Candra. Kebiasaan itu paling banyak dilakukan saat bertanding di sesama negara ASEAN. Saat Singapore Open 2005, Juli misalnya, sebelum turun bertanding, ayah Tania Wijaya itu sempat mengunjungi Qian Hu Fish, farm ikan hias terbesar di negeri Singa itu. “Kalau tanding ke Malaysia, di sela-sela istirahat saya mengunjungi beberapa toko-toko ikan di kawasan Kualalumpur,” ujar Candra, meski hingga sekarang tidak pernah berniat membeli ikan dari kedua negara itu.

Kini seluruh ikannya sedapat mungkin dirawat sendiri. Namun, kesibukan berlatih dan bertanding terutama saat di luar negeri begitu menyita waktu hingga bermingguminggu, akhirnya perawatan diserahkan pada ayah dan kakak. Beruntung tidak jarang tetangga rumah sesama penghobi menawarkan diri untuk merawat selama Candra pergi. “Saya paling kontak sesekali untuk mengecek. Namun saya selalu mengingatkan kalau ada apa-apa dengan ikan agar segera dihubungi,” ujar anggota tim peraih Piala Sudirman dan Piala Th omas itu.

Sebagai obat penawar rindu terutama pada superred, general manager PT Teguh Karya Manunggal itu sudah memotret gambar-gambar sang ikan melalui kamera handphone. “Kalau pingin lihat tinggal buka saja di handphone,” ujar Candra tersenyum simpul sambil cepatcepat memainkan tombol ponsel. (Dian Adijaya S)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Produksi Ikan Nila Milik Pembudi daya di Sumatra Barat Meningkat dengan Sistem Bioflok

Trubus.id—Pembudi daya di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatra Barat,  Dwi Fandy mampu menuai 450 kg dari kolam berukuran 40 m2....
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img