Peningkatan kadar asam memicu kematian massal bibit lele. Penambahan asap cair terbukti ampuh mengatasi masalah itu.
Budi Santoso masygul ketika ribuan benih lele mengapung di kolamnya. Peternak di Desa Tegalmalang, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, itu mendapati benih lele mati di kolam terpal berukuran 3 m x 6 m. Dari total 15.000 benih lele hanya tersisa sepertiganya setelah hujan mengguyur sejak siang sampai malam hari. “Saat pagi hari melihat ikan-ikan kecil yang mengapung mati di permukaan air kolam,” ujar Budi.
Harga benih lele berukuran 7 cm itu Rp250 per ekor. Kematian benih lele di 3 kolam itu mencapai 30.000 ekor sehingga kerugiannya Rp3.750.000. Menurut Budi kematian massal pada benih lele setelah hujan itu berhubungan dengan perubahan keasaman air. Meskipun begitu, ia tidak patah arang, musibah itu malah menjadi pemicu bagi Budi untuk mencari pemecahan masalah.
Asap cair sekam
Budi kembali bangkit untuk menebar benih lele, tetapi dengan memanfaatkan teknologi asap cair. Ia juga tetap menerapkan teknologi bioflok dalam budidaya lele. Teknologi bioflok memungkinkan Budi menebar benih amat padat. Tingkat kepadatan mencapai 15.000 ekor untuk kolam berdiameter 2,5 meter dan tinggi 1,2 meter. Ukuran benih 4 cm. Bandingkan dengan padat tebar normal yang hanya 3.500 ekor per m².
Menurut Budi, “Budidaya lele dengan sistem bioflok yang padat tebar dan memanfaatkan kotoran ikan yang terurai mikrob sebagai pakan, sejatinya memiliki risiko juga yaitu peningkatan kadar keasaman air. Itu dapat lebih parah jika mendapat tambahan asam dari air hujan.” Ketika hujan terjadi akumulasi asam amonia hasil penguraian kotoran ikan di dasar kolam. Kondisi pH normal dalam kisaran 7 akan melonjak hingga melebihi 8,5.
Itu yang memicu kematian massal. Jika dibiarkan akan menyebabkan kematian ikan seperti terjadi di kolam Budi. Ketika tingkat pH melonjak menyebabkan banyak ikan yang gerakannya tidak lincah. Selain itu ikan-ikan itu banyak menghabiskan waktu berada di permukaan air. Itu berarti ada masalah di air bagian dasar kolam.
Pemanfaatan asap cair itu atas saran dari rekan dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Rekannya yang ahli kimia itu menyarankan pemanfaatan asap cair untuk mengatasi kenaikan kadar asam dalam air kolam. Budi kembali membangun kolam pembenihan lele di halaman rumahnya. Dua buah kolam berbentuk lingkaran berdiameter 3 meter dengan tinggi 1,5 meter untuk menampung ribuan benih lele.
“Saya memulai kembali usaha pembenihan lele, tapi tebar benih dilakukan pada awal musim kemarau untuk mencegah terulangnya malapetaka yang menyebabkan kerugian,” ujar Budi. Sebagian besar produsen menggunakan bahan baku tempurung kelapa untuk memuat asap cair. Budi berusaha mencari bahan lain yang lebih murah dan kualitas produknya sama. Pilihannya jatuh pada asap dari pembakaran sekam padi.
Kabupaten Bantul salah satu sentra padi sehingga sekam padi melimpah setiap musim panen. Masyarakat menganggap sekam itu sebagai limbah sehingga membakarnya. Budi mengolah sekam itu menjadi asap cair untuk kebutuhan sendiri. Alumnus Pascasarjana Teknologi Benih Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Yogyakarta, itu merekayasa alat untuk menyuling sekam padi menjadi asap cair.
Terbukti berkhasiat
Rendemen asap cair mencapai 50%. Pada Juli 2014 Budi menguji coba khasiat asap cair pada kolam belih lele di rumahnya. Ia mencampur 30 ml asap cair dalam 1 liter air untuk membuat larutan ke dalam air kolam bioflok. Itu cukup untuk sebuah kolam. Pada musim hujan Budi kembali berharap-harap cemas dengan keampuhan asap cair bikinannya. Itulah saat yang tepat untuk menguji khasiat asap cair untuk menstabilkan tingkat keasaman air kolam.
Ia memasukkan larutan asap cair berkonsentrasi 30 ml asap cair dalam 1 liter air ke kolam pembenihan. Saat mendung gelap, Budi memasukkan alat pengukur keasaman air. Kadar keasaman masih dalam kondisi normal pada kisaran 7. Tak lama kemudian, hujan turun lebat selama 3 jam. Jaring atau net berkerapatan 80% menaungi kolam dari paparan sinar matahari. Namun, air hujan tetap dapat menembusnya jika intensitasnya tinggi dan dalam waktu lama.
Ketika hujan berhenti, Budi bergegas memasukkan alat penguji keasaman air. “Lega sekali rasanya saat melihat angka yang tertera dalam pHmeter menunjukkan masih dalam kisaran angka 7 yang berarti keasaman stabil,” ujarnya. Ia merasa lega karena dengan demikian kerugian akibat matinya bibit lele telah teratasi. Uji cobanya ternyata berhasil dengan memuaskan. Meski hujan deras, tidak terjadi kematian massal di kolamnya.
Menurut Budi, “Pengaruh asap cair untuk menurunkan keasaman air terlihat dalam waktu singkat yaitu 15 menit saja.” Benih ikan lele yang semula banyak berenang di permukaan jumlahnya jauh berkurang. Mereka kembali berenang di dalam kolam dan ikan yang semula gerakannya tidak lincah kembali segar dan lincah. Itu menunjukkan bahwa keasaman air di tengah sampai dasar kolam berangsur-angsur normal sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh ikan.
Senyawa aktif
Keandalan asap cair itu tidak terlepas dari keberadaan zat-zat yang terkandung di dalamnya. Menurut peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Sri Komarayati, asap cair mengandung berbagai komponen kimia antara lain alkohol, aldehid, keton, asam organik seperti furfural, formaldehid yang berfungsi sebagai bahan pengawet.
Kandungan senyawa lain, fenol, quinol, dan pirogalol berperan sebagai antioksidan, antiseptik, dan antibakteri. “Kelompok asam dalam asap cair adalah asam asetat yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Asam propionat dapat mencegah pertumbuhan cendawan. Jika diaplikasikan dalam air, maka asap cair dapat memacu pertumbuhan fitoplankton yang berfungsi sebagai bahan pakan ikan sekaligus penyedia oksigen dalam air,” ujarnya.
Fenol merupakan senyawa yang berbau khas, mempunyai sifat antiseptik, fungsi fenol antara lain dalam pengaturan aktivitas enzim tertentu. Selain itu terdapat senyawa furfural, berfungsi sebagai pengendali hama dari kelompok nematoda. Asam asetat dan furfural merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menolak hama siput. Asap cair juga mengandung mineral yang lazim menjadi zat hara mikro berupa mangan, magnesium, natrium, kalsium, besi, dan kalium.
Sri Komarayati menduga, pertukaran ion dari mineral-mineral itu yang dapat membuat asap cair menjaga stabilitas keasaman air. Budi menularkan keberhasilan mengatasi kematian bibit ikan lele kepada peternak lain di Bantul seperti Muhammad Farid. Peternak lele di Panggungharjo, Sewon, Kabupaten Bantul, itu merasakan keandalan asap cair. Sebagai peternak yang bergerak dalam bidang pembibitan lele, ia mengalami masalah serupa dengan Budi.
Semula Farid mengatasi kematian bibit pada musim hujan itu dengan obat berbentuk serbuk. Ia memperolehnya dari rekan sesama peternak di Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Hasilnya bagus dan kematian bibit lele saat musim hujan pun hanya sedikit. Namun, kerja sama itu tidak bertahan lama. Berakhirnya kerja sama berakibat terputusnya pasokan obat dari sang rekanan. Farid tidak mengetahui bahan baku serbuk itu.
Farid mengelola kolam semen berukuran 3 meter x 15 meter dengan kedalaman 1 meter. Ia menyekat kolam menjadi 3 bagian itu. Di kolam itulah benih lele mengalami kematian massal. “Berbagai cara saya coba untuk mengatasi kematian bibit, di antaranya dengan rajin menguras dan memberi air perasan daun pepaya. Namun, hasilnya tidak maksimal dan kematian tetap tinggi,” ujarnya.
Saat berkunjung ke rumah Budi Santoso, Farid melihat bibit lele di kolam pembibitan rekannya itu dalam kondisi sehat. Padahal, di tempatnya sedang bermasalah dengan tingkat kematian yang tinggi akibat limpasan air hujan. Budi kemudian memberikan asap cair kepada Farid. Ia memasukkan 1 liter asap cair pada kolamnya. Pengaruhnya sama seperti yang terjadi di kolam Budi.
Setelah 30 menit ikan-ikan yang sebelumnya banyak berada di permukaan mulai menyelam dan geraknya kembali gesit. Saat hujan mengguyur kolam, lelaki yang berprofesi sebagai karyawan di sebuah perguruan tinggi negeri di Yogyakarta itu tidak khawatir lagi ikannya akan mati. Budi mengatakan, selain diaplikasikan langsung ke dalam air kolam, asap cair juga dapat dicampur dalam pakan berupa pelet.
Ia mencampur 50 ml asap cair ke dalam 500 ml air kemudian mengocorkan dalam 1 kg pelet. Saat disebarkan ke kolam, asap cair itu akan menambah kandungan nutrisi dan mineral. Dengan demikian asap cair asal limbah itu, menstabilkan kadar asam air kolam. Selain itu asap cair sekaligus menyehatkan ikannya. (Muhammad Hernawan Nugroho)