Pertumbuhan bibit kurma asal kultur jaringan cenderung lebih cepat.

Pohon kurma zamblee berumur 3 tahun dan kurma lain berumur 4 tahun itu tumbuh berjajar. Meski berbeda umur, tinggi kedua tanaman anggota famili Aracaeae itu sama, yakni 2 meter. Seharusnya sosok tanaman yang lebih tua lebih besar dibandingkan dengan yang lebih muda. Sebab, pengelola memberikan perawatan—pemupukan, penyiraman, pembersihan gulma—yang sama.
Itulah pemandangan di Jonggol Farm, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tinggi kurma zamblee yang lebih muda sama dengan kurma lain. Itu akibat perbedaan asal bibit. Penanggung jawab pengembangan bibit dan kultur jaringan Jonggol Farm, Nuris Fajroti, menuturkan zamblee berasal dari bibit kultur jaringan, sedangkan kurma yang tidak diketahui jenisnya itu berasal dari biji.
Tumbuh cepat

Nuris mengatakan, “Saat ditanam di lahan pertumbuhan bibit asal kultur jaringan lebih cepat dibandingkan bibit asal biji.” Nuris juga menanam bibit barhee hasil perbanyakan kultur jaringan. Ia mendatangkan bibit barhee dari Date Palm Development (DPD)—perusahaan di Inggris yang mengkulturjaringankan kurma selama 30 tahun. Pertumbuhan barhee asal kultur jaringan juga cepat besar.
Menurut ahli kultur jaringan di Institut Pertanian Bogor, Ir Edhi Sandra MSi, pertumbuhan bibit asal kultur jaringan memang bisa lebih cepat dibandingkan dengan bibit dari biji. Pada tanaman monokotil seperti kurma perbanyakan kultur jaringan biasanya melalui embriogenesis. Maksudnya bahan eksplan yang digunakan berasal dari sekumpulan sel atau jaringan—seperti daun muda, batang, akar—dan bukan titik tumbuh untuk kemudian ditumbuhkan embrio somatik dan menjadi tunas baru.
Proses perbanyakan di laboratorium pun melalui fase embrio somatik, yaitu diperbanyak pada saat ada tunas dan cabang. Oleh karena itu, “Secara fisiologi bibit kultur jaringan lebih dewasa atau tua dibandingkan bibit asal biji sehingga wajar jika pertumbuhannya lebih cepat,” kata Edhi. Menurut Edhi umur bibit kultur jaringan dihitung sejak masa aklimatisasi; bibit asal biji sejak persemaian.
Menurut Edhi pertumbuhan bibit asal biji juga bisa optimal jika dirawat intensif. Pengalaman Syaiful Ichsan pekebun dan penangkar kurma di Tambun Utara, Bekasi, Jawa Barat, menunjukkan bahwa pertumbuhan kurma barhee asal biji justru lebih baik dibandingkan yang asal kultur jaringan.
Rekayasa genetik

Umumnya bahan eksplan kurma yang diperbanyak secara kultur jaringan berasal dari tanaman terpilih dan unggul. Contohnya yang pertumbuhannya cepat, produksi tinggi, serta tahan serangan hama dan penyakit. Menurut Edhi melalui perbanyakan kultur jaringan tanaman juga bisa direkayasa secara genetik agar pertumbuhannya cepat atau berbuah lebih cepat dibandingkan pohon induknya.
“Bisa jadi bibit kultur jaringan kurma yang saat ini beredar sudah direkayasa sehingga cepat tumbuh,” tambah dosen di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, itu. Kelebihan lain bibit asal kultur jaringan adalah pertumbuhannya seragam. Sementara bibit kurma asal biji pertumbuhannya sangat beragam. Bisa lebih baik, sama, atau lebih jelek daripada induknya.
Edhi mengatakan, “Yang paling penting adalah jenis kelamin bibit sudah diketahui sejak awal jika berasal dari kultur jaringan, sedangkan jika dari biji harus menunggu pohon berbunga terlebih dahulu.” Dengan kelebihannya itu—pertumbuhan lebih cepat, seragam, dan jenis kelamin sudah diketahui—wajar jika harga bibit Phoenix dactylifera asal kultur jaringan lebih tinggi dibandingkan bibit asal biji.
Di Thailand harga sebuah bibit barhee asal kultur jaringan setinggi 30—40 cm dan umur 18—24 bulan mencapai 1.400 baht setara Rp560.000. Bandingkan dengan harga sebuah bibit asal biji dengan umur sama hanya Rp120.000—Rp200.000. Pekebun dan penangkar kurma di Ayutthaya, Thailand, Chaiaree Wonghan, menuturkan secara morfologi sulit membedakan antara bibit asal kultur jaringan dan bibit asal biji.
“Oleh karena itu sebaiknya membeli bibit kurma dari penangkar terpercaya,” kata pria yang menanam 40 jenis kurma—di antaranya amber, khodry, barhee, medjool, dan KL1—itu. Syaiful Ichsan menyampaikan hal serupa. “Secara fisik atau mata awam bibit asal biji dan kultur jaringan susah dibedakan. Pembedanya hanya dari sertifikat,” kata Syaiful.
Bibit bersertifikat
Menurut Syaiful bibit kultur jaringan asal DPD, Inggris memiliki sertifikat, sedangkan bibit asal biji tanpa sertifikat. Sertifikat itu berasal dari perusahaan kultur jaringan yang menerangkan keabsahan bahwa bibit itu hasil perbanyakan kultur jaringan. Di Indonesia ada 2 macam sertifikat, yaitu sertifikat bagi produsen benih dan sertifikat benih.

Yang disebut terakhir itu sertifikat yang menjelaskan asal-usul, pohon induk, kualitas, dan teknologi perbanyakan yang digunakan. Lembaga di Indonesia yang mengeluarkan kedua sertifikat itu adalah Kementerian Pertanian. Sayang, saat ini pengurusan sertifikat itu belum banyak dilakukan oleh kolektor atau penangkar bibit di tanahair. Sertifikat diperlukan karena jika bibit kultur jaringan dan bibit asal biji bersanding, sulit membedakan keduanya.
Nuris menuturkan daun bibit kultur jaringan lebih panjang daripada daun asal biji. Namun, “Itu bisa terlihat ketika bibit asal kultur jaringan masih berumur kurang dari 12 bulan atau pada saat daun belum pecah,” katanya. Pada saat itu, kurma masih memiliki daun tunggal.
Namun, ketika tanaman berumur lebih dari 12 bulan, maka daun berubah menjadi daun majemuk. Kalangan pehobi dan pekebun kurma menyebut perubahan daun tunggal ke daun majemuk dengan istilah “pecah”. Ketika itu kian sulit membedakan bibit asal biji dan bibit kultur jaringan. Mencari bibit kurma tertentu seperti barhee, jarvis, zamblee, nagal, ajwa, khalas, dan fard hasil perbanyakan kultur jaringan relatif mudah.
Namun, khusus bibit KL-1 hasil perbanyakan kultur jaringan belum tersedia. Varietas KL-1 memiliki beragam keunggulan, yakni genjah karena berproduksi perdana pada umur 3 tahun pascatanam, produksi tinggi hingga 10 kg per tandan, dan bercitarasa manis menyegarkan. Pekebun di Pathumthani, Thailand, Preecha Thammanuchaowarut, mengatakan, pada Agustus 2015 ia dan beberapa pekebun belajar kultur jaringan kurma. Jika tanpa aral bibit kultur jaringan KL-1 baru tersedia di pasar 2—3 tahun mendatang. (Rosy Nur Apriyanti)