Beruntung salah satu rekan menganjurkan untuk berkunjung ke Kaninchen, pet lover and care milik Gusti Merdeka Putra di daerah Baranangsiang, Bogor. Betapa senangnya Abi—panggilan Aubrey Avika Jelita begitu mendapat kelinci itu. Gadis cilik 8 tahun itu memberi nama Love.
Kelinci berbulu cokelat muda itu menjadi sahabatnya. Setiap pagi, begitu bangun tidur Abi selalu minta Love dikeluarkan dari kandang. Kelinci berbulu tebal itu diajak bermain-main, digendong, dan dielus di pangkuannya. Malam hari sebelum tidur Abi pun melongok ke kandang Love terlebih dulu. “Bahkan terkadang Love diajak ke ranjang sambil tiduran,” kata Vivi.
Gara-gara kehadiran Love, Vivi pun ikut-ikutan menyukai binatang bermata indah itu. “Sosoknya memang lucu dengan tampang innocent (polos, red). Kelinci kok mirip boneka, ” ujar ibu 3 anak itu. Saking senangnya, 2 kelinci lain berjenis lynx pun dibeli. Mereka ditempatkan di kandang masing-masing berukuran 30 cm x 20 cm di teras belakang rumah di perumahan Indraprasta, Bantarjati, Bogor. Pada bagian bawah kandang diberi lapisan serbuk kayu supaya hangat.
Lucu
Alasan tampang imut-imut pula yang membuat Novita Andriana, hobiis di Taman Cimanggu, Bogor, Jawa Barat memelihara 5 kelinci berjenis lynx dan lop. Tak ubahnya seperti teman, satwa berbulu itu diajak ngobrol dan bermain-main. Ke mana pun ia pergi, Oryctolagus cuniculus itu pasti ikut serta. “Sejak kuliah saya sudah menyukainya dan sering dibawa ke kampus,” kata alumnus Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor itu. Bahkan, ketika Napoleon—nama salah satu lynx—mencret, ibu 2 anak itu berurai air mata lantaran khawatir jiwa sang klangenan tak tertolong.
Cerita Anton, di Jembatantiga, Jakarta Utara, lain lagi. Ia membeli kelinci hias sebagai hadiah untuk keponakan. Dua jenis angora diperoleh di salah satu pet shop di Mal Gajahmada, Jakarta Pusat. Satwa pemakan wortel itu langsung jadi kesayangan. Sayang, baru sebulan dirawat keduanya mati karena sakit. Sebagai pengganti, Anton membeli 2 ekor lagi dari pet shop di Megamal, Pluit, JakartaUtara.
Selain sosok lucu dan mungil sifat “pendiam” jadi alasan memilih anggota Leporidae sebagai satwa kesayangan. “Ini bisa dipilih hobiis yang kurang menyukai kucing atau anjing kecil karena suaranya berisik,” kata Gusti Merdeka Putra, pemilik Kaninchen. Arnab— sebutan kelinci di Malaysia juga bebas toksoplasma.
Apalagi perawatannya termasuk gampang. Agar bulu tetap bersih dan mengembang harus disisir setiap hari. Kegiatan itu tak merepotkan Vivi yang melakukannya sendiri di rumah. Bahkan kalau sang klangenan berurine atau pup, ia tinggal mengelapnya dengan tisu basah. “Yang jelas kelinci tak perlu mandi seperti kucing atau anjing yang harus mandi minimal 2 minggu sekali,” katanya. Pakannya pelet, dosis 100 g/ hari. Gusti menghitung kebutuhan pakan Rp5.000/hari.
Meningkat
Tren memelihara kelinci memang belum sepopuler hamster, kucing, atau anjing kecil. Pengalaman Gusti yang memelihara kelinci sejak 6 tahun silam belum melihat adanya lonjakan hobiis. “Mereka masih beranggapan kelinci untuk potong,” kata pria asal Padang, Sumatera Barat, itu.
Hal itu dibenarkan I Wayan Pasek, staf peneliti kelinci dari Balai Penelitian Peternakan, Bogor, Jawa Barat. Awalnya kelinci memang dikembangkan sebagai hewan potong untuk menambah gizi keluarga. Makanya yang berkembang pun jenis potong, seperti fl emish giant, rex, dan newzealand white. Mereka jenis kelinci potong yang bila dipelihara intensif berbobot 3—4 kg/ekor. “Banyak yang tertarik menernakannya. Namun, mereka malah kesulitan memasarkan lantaran kebanyakan orang merasa sayang memotong kelinci,” katanya.
Pamor kelinci tak juga meningkat meski telah terbentuk Himpunan Penggemar dan Peternak Kelinci Indonesia (Hipkindo). Jenis kelinci yang dikenal pun hanya angora yang cantik berbulu lebat. Padahal, jenis yang ada beragam, seperti lynx, polish, carolina, simonoire, dutch, satin, hotot, lop, chinchilla, dan dwarf.
Namun, sejak dikonteskan, kelinci mulai banyak dicari hobiis. “Animo hobiis cukup tinggi, mereka baru tahu kalau kelinci tak sekadar binatang peliharaan, tapi juga dikonteskan,” ujar Arina S Gusti, istri Gusti.
Terbukti ketika digelar Pet Rabbit Contest II di Mal E k a l o k a s a r i , B o g o r, medio Februari 2005, pengunjung cukup banyak. Indikasi naiknya p a m o r k e l i n c I terlihat di pet shop di seputar Jakarta. B e r d a s a r k a n pantauan Trubus, sejumlah pet shop menjual kelinci hias. Jenis yang ditawarkan kebanyakan angora dan lynx. “Biasanya begitu
dipajang langsung dibeli hobiis. Yang digandrungi jenis lop. Namun, kelinci itu sulit diperoleh,” kata Jully Cheung, pemilik Beethoven Pet Shop di Mega Mal, Pluit, Jakarta Utara.
Untung
Gusti melihat prospek kelinci hias bakal berkembang di tanah air. Asalkan ada dukungan dari instansi pemerintah. Kehadiran induk impor bermutu bagus, misalnya, sangat dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas ternakan. Menurutnya kelinci yang kini berkembang sebagian besar sudah kerap dikawinsilangkan. “Kalau jujur memang 100% tidak murni, saya lihat mereka melakukan perkawinan sembarangan. Hasilnya, saat anakan berumur 6 bulan memang menarik dan cantik, tapi di atas itu jelek,” ujarnya.
Bila masalah induk bisa diatasi, beternak kelinci usaha menggiurkan. Itu yang dialami Sinto, pemilik Istana Rabbit di Ciomas, Bogor. Dari 50 induk jenis rex dan lynx setiap bulan ia melepas 4 anakan berumur 5 bulan seharga Rp250.000/ekor. Bahkan, ada hobiis yang sudah memesan anak Vemy—nama induk betina yang kini tengah bunting. Bila 4 anaknya selamat, berarti Rp1-juta bakal masuk ke kantong Sinto. (Nyuwan SB)