Monday, March 10, 2025

Dari Batu Kuak Legenda Dinar, Punten, dan Batu 55

Rekomendasi

Citrus reticulata asal Kota Batu itu memang istimewa. Manisnya lengket di lidah, segar, dan sosoknya menarik. Ia kian disukai pekebun lantaran 80% berbobot besar, sekilo berisi 4—5buah. Sayang, mutiara dari Kota Apel itu hampir punah.

Tak hanya menantu mantan gubernur Papua, Acub Zainal, yang memuji keprok punten. Dody Baswardojo, pekebun jeruk kalamansi di Bengkulu, juga sepakat. “Sejak kecil dulu, keprok punten sudah terkenal. Brand imagenya seperti Coca Cola, mengakar di hati masyarakat. Bagus untuk dibangkitkan lagi,” kata kelahiran Surabaya 54 tahun silam itu.

Penasaran dengan nama besar keprok punten? Trubus menelusuri langsung jejak keprok punten ke Jawa Timur. Ternyata, jeruk dinar—sebutan keprok punten di Tawangmangu—itu ditemukan di Desa Punten dan Desa Gunungsari, Kota Batu. Letaknya sekitar 20 km dari pertigaan Karang Lo, Kota Malang, ke arah Barat Laut. Desa-desa itu dapat ditempuh 1/2 jam perjalanan bermobil.

Sayang, nama besar batu 55 tak sesuai dengan perkembangannya. Total luas penanaman di 2 desa itu kurang dari 1 ha. Kebun tersebar di 3 lokasi berbeda: 1 di Desa Punten seluas 3.000 m2, sisanya di Pedukuhan Jantur dan Pedukuhan Pagergunung, Desa Gunungsari seluas 5.000 m2. Ketiga kebun itu milik H Moch Hadi, cucu buyut dari H Zainal Abidin, pelopor pengembangan keprok punten di masa pendudukan Belanda.

Warisan Belanda

Menurut Moch Hadi, pada zaman Belanda luasan total keprok punten di 2 desa itu mencapai 100 ha. Sayang, 2 tahun setelah Belanda angkat kaki dari Indonesia keprok punten punah total secara tragis. Yang tersisa jumlahnya hanya sehitungan jari. “Saya tak yakin mati karena Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Mungkin diracun Belanda agar tak berkembang,” kata Hadi. Pada 1971, Dulsaim, nenek Moch Hadi mulai menanam kembali dari 5 pohon induk yang tersisa.

Total luasan yang ditanam Dulsaim mencapai 1,5 ha. Melihat tanaman tumbuh subur, banyak penduduk sekitar mencoba ikut menanam. Mereka mengebunkan di pekarangan-pekarangan berukuran sempit. Pantas bila pertengahan 1970-an keprok punten mulai muncul lagi di pasaran.

Apa daya nasib malang kembali menimpa keprok punten pada 1986. Anggota famili Rutaceae itu menghilang lagi dari pasaran. Musababnya, kebun penduduk musnah terkena virus CVPD. Ada juga dugaan keprok punten lenyap karena pekebun di Batu mengalihkan lahannya untuk menanam apel. Maklum pada periode 1980—1997, Batu mulai terkenal sebagai Kota Apel.

Batu 55

Pada 2002 luasan kembali menyusut, banyak tanaman mati akibat umur tua. Kini yang tersisa seluas 8.000 m2 merupakan penanaman baru berumur 2—3 tahun. Hadi tetap bertahan menanam karena keprok punten banyak dicari pengepul.

Keistimewaan keprok punten juga diakui oleh Ir Arry Suprianto MS, pakar jeruk di Jawa Timur. “Itu baru betul-betul jeruk. Rasa manisnya berani, penampilannya pun cantik,” kata kepala Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik (Lolittan Jehortis) Tlekung, Malang, itu. Bahkan, sejak 1987 keprok punten termasuk salah satu jenis yang diseleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur untuk menentukan jeruk terbaik.

Ternyata keprok punten yang ditanam di blok No. 55 merupakan yang terbaik. “Jadi kita sebut batu 55,” kata Arry. Rencananya dalam waktu dekat, bila batu 55 telah diterima pekebun di berbagai daerah dengan baik, ia akan dirilis sebagai varietas unggul. (Destika Cahyana)

 

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Anak Muda Berbisnis Hidroponik

Trubus.id–Ahmad Ardan Ardiyanto memanen 25—30 kg selada hijau setiap hari. Ardan—sapaan akrabnya—menjual hasil panen ke tiga toko sayur dan...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img