Tuesday, February 11, 2025

Dari Blitar Hijrah ke Masbagik

Rekomendasi
- Advertisement -

Tangannya terulur waktu penjaga stan menyodorkan sepotong nanas. Usai mencicipi, tak banyak berkomentar pria perlente yang ternyatapemilik hotel Sahid Raya Bali—tempat pameran diselenggarakan—itu langsung meminta pasokan.

Bukan tanpa alasan bila empunya hotel berpemandangan ke arah Pantai Kuta itu mengambil keputusan kilat. Nanas itu istimewa. Ukuran buah memang terbilang mini dibanding jenis subang atau palembang. Bobotnya rata-rata 250—350 g, paling besar 400 g per buah. Nanas subang mencapai 2—3 kg per buah. Namun rasanya, ehm…manis sekali.

Saking tingginya kadar gula, air nanas lengket di tangan. Trubus yang mencicipi sebuah ketagihan untuk menikmati lagi. Pun pengunjung pameran yang datang silih berganti. Nama madu yang disematkan pada Ananas comosus dari Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur, itu pantas disandang.

Bukan cuma rasa yang membuat si madu istimewa. Penampilannya pun menarik. Buah berbentuk silindris, kompak dari pangkal ke ujung buah. Kulit berwarna kuning keoranyean cerah dihiasi mahkota hijau nan segar. Mata di sekujur kulit berbaris rapi dan ke dalam. Dengan ukuran seragam dan warna mencolok ia jadi pusat perhatian di anjungan NTB.

Saat dibelah terlihat daging buah nan kuning terang. Kadar air sedang sehingga meski sudah dibuka cukup lama, nanas tidak “banjir”. Aroma harum menggiurkan tercium kuat.

Haji dari Malang

Sosok mini dan nama madu mengingatkan pada nanas yang Trubus temukan di Blitar (baca: Nanas Blitar Manis Tanpa Serat, Trubus edisi Juni 2003). Pantas saja keduanya serupa karena ternyata, “Nanas ini memang asal Blitar,” tutur Halil, staf Subdin Perbenihan dan Peningkatan Produksi, Dinas Pertanian Provinsi NTB.

Adalah H Mustajab yang pertama kali memboyong dari Kota Koi pada awal 1980-an. Mula-mula ia sekadar menanam untuk iseng-iseng. Ternyata nanas tumbuh bagus dan kualitas tidak berubah. Insting bisnis mantan pedagang buah itu berjalan. Si madu pun ditanam secara komersial.

Dengan cepat nanas mini itu jadi primadona mengalahkan jenis lokal yang rasanya asam manis. Pekebun di sekitar kediaman Mustajab pun berbondong-bondong menanam. Apalagi pemasaran si madu nyaris tanpa kendala, mereka tinggal menyetor pada pria asal Malang, Jawa Timur, itu.

Harga jual pun jauh lebih memikat. Di tingkat pekebun mencapai Rp1.000 per buah, nanas lokal cuma Rp500. Jenis lokal inilah yang dipakai sebagai bahan baku buah kering untuk hiasan. Buah kering kreasi PT Indo Nature itu melanglang hingga ke Amerika dan Eropa (baca: Rahasia Buah Jadi Mumi, Trubus edisi Agustus 2003).

Keripik

Meski tak memiliki data kuantitatif, Halil menduga luas penanaman nanas madu saat ini mencapai ratusan hektar. Ia ditanam di tegalan secara monokultur dan tumpangsari dengan kelapa. Penanaman terkonsentrasi di Masbagik; nanas lokal tersebar di seluruh NTB. “Penduduk di Masbagik cepat mengadopsi temuan-temuan baru. Lagipula faktor lahan dan agroklimatnya cocok,” lanjut Halil.

Dengan penanaman seluas itu, setiap minggu minimal 2 truk nanas madu dikirim dari UD Lusy menuju Jawa dan Bali. Usaha dagang itu milik Hj Yayuk—putri H Mustajab yang melanjutkan usaha setelah sang ayah wafat. Selain dari kebun sendiri, pasokan diperoleh dari pekebun lain. Pasokan tak pernah putus sepanjang tahun lantaran setiap hari selalu ada pekebun yang menanam dan panen.

Tak melulu dijual segar, nanas madu diolah menjadi keripik. Buah dikupas, lantas tulang di bagian tengah dibuang. Setelah dipotong tipis, nanas dikeringkan dalam vacuum fryer. Rasa keripik tak kalah enak dengan buah segar: manis sedikit asam. Yang ini cocok buat oleh-oleh ke tempat jauh. (Evy Syariefa)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Anggur Berbuah Lebat dan Artistik

Trubus.id–Anggur berbuah lebat nan artistik memanjakan setiap mata yang memandang. Termasuk saat memasuki rumah tanam milik Dody Kusuma sangat...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img