Dengan segmentasi, peternak tak mesti mengusahakan gurami sejak burayak hingga siap konsumsi selama setahun. Terdapat 7 fase pengembangan ikan anggota famili Anabantidae. Peternak di berbagai sentra memberikan istilah khusus untuk setiap fase perkembangan benih. Inilah ke-8 fase pengusahaan gurami yang dapat Anda tekuni:
- Sebagian peternak terkonsentrasi menghasilkan benih dengan cara menetaskan telur. Sekali bertelur seekor induk menghasilkan 2.000 – 7.000 butir, tergantung strain. Menurut Ir Muhamad Sulhi, peneliti di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor, keberadaan telur mudah dideteksi. Di atas permukaan sarang, air tampak berminyak dan tercium bau amis. Telur berwarna kuning, diamater 2 – 3 mm seukuran pentol korek. Harganya Rp15 – Rp17 per butir.
- Telur-telur itu dipindahkan ke akuarium dengan cara mengangkat sarang. Biasanya air akuarium menjadi kotor akibat serasah sarang. Oleh karena itu pindahkan kembali telur ke akuarium yang berair lebih bersih. Gunakan sendok untuk mengangkat telur dan sebagian kecil air secara bersamaan. Telur menetas dalam 2 hari. Ciri telur gagal menetas berwarna putih keruh dan segera dibuang. Jika dibiarkan, telur gagal menetas mengundang cendawan jarum yang mampu menusuk telurtelur lain yang belum menetas.
- Pada hari ke-3, larva mulai bergerak dengan perut menghadap ke atas. Hingga berumur 10 hari, larva gurami masih mempunyai cadangan pakan sehingga tak perlu diberi nutrisi tambahan. Di kalangan peternak Banyumas, Jawa Tengah, benih umur 10 hari disebut kebul atau gabah. Harganya Rp17 per ekor. Untuk menunjang tingkat kelulusan hidup larva, bagian atas bak penampungan diberi air menetes. Selang PVC dilubangi, lalu air dialirkan dan menetes. Itu meningkatkan oksigen terlarut.
- Setelah berumur 10 hari, larva siap dipindahkan ke kolam bak atau kolam tanah berkedalaman 10 cm. Dua pekan berselang, tinggi air ditingkatkan menjadi 20 cm. Kepadatan tebar 250 ekor per m2. SR (Survival Rates, tingkat kelulusan hidup) mencapai 80 – 90%. Lama pembesaran di kolam pendederan 1 bulan. Inilah yang disebut benih seukuran biji oyong alias gambas. Bobot sekitar 0,1 g, harga di tingkat peternak Rp200 – Rp250.
- Benih diseleksi lagi dan kembali dibesarkan selama 1 bulan. Hasilnya disebut benih daun kelor. Ada pula yang menyebut seukuran kuku jempol (tangan). Bobot rata-rata 1 – 2 g per ekor. Panjang benih 1 – 3 cm. Pakannya berupa tumbuhan halus, bungkil, atau paku air. Fase berikutnya benih dibesarkan selama 2 – 2,5 bulan. Para peternak menyebutnya benih silet, ukurannya sebesar silet dengan panjang 3 – 5 cm. Ada juga yang memberi nama benih dim. Harga benih dengan bobot rata-rata 5 – 8 g itu Rp2.000 per ekor.
- Jika dibesarkan lagi selama 2 bulan, benih silet menjadi bungkus rokok. Nama lain yang populer: kaset alias 4 jari. Inilah benih yang banyak digunakan untuk tahap pembesaran akhir. Bobot rata-rata 50 g dengan harga Rp4.000. Ada pula peternak yang membesarkan hingga 70 – 80 hari setelah benih silet. Artinya 10 – 20 hari lebih lama ketimbang benih bungkus rokok yang ngetop sebagai benih tampelan atau garpit.
- Oleh para peternak, benih seukuran bungkus rokok dibesarkan untuk terakhir kali hingga siap konsumsi. Pakannya tak hanya pelet, tetapi juga daun dan pelepah sente – sejenis talas. Sekitar 3 – 4 bulan kemudian Osphronemus gouramy siap panen dengan bobot 5 – 7 ons per ekor. Memang ada juga peternak – umumnya di Tasikmalaya dan Ciamis – yang membiarkan gurami di kolamnya hingga beberapa tahun. Ketika terdesak kebutuhan, barulah mereka memanen kerabat sepat. (Sardi Duryatmo)