Trubus.id— Kerugian saat berbisnis sering dialami oleh pengusaha. Nilainya pun juga tidak sedikit. Ada yang puluhan juta, ratusan juta, bahkan lebih. Deri Nurdiansyah, S.Pd., salah seorang pembudidaya jamur yang juga sempat mengalami kerugian.
Pembudidaya jamur tiram di Kabupaten Indramayu, itu pernah merugi hingga Rp68 juta. Kerugian itu dialami Deri, lantaran waktu itu ia terlalu berani berspekulasi. Spekulasinya tidak tepat membuat 40.000 baglog miliknya gagal tumbuh, sehingga rugi.
“Waktu itu sembarangan mengambil serbuk kayu sebagai media, lazimnya hanya menggunakan serbuk sengon. Pemilihan bibit pun bukan yang adaptif di dataran rendah,” jelasnya.
Kesalahan itu berimbas pada tubuh jamur tidak kunjung tumbuh, baglog malah menghijau ditumbuhi lumut. Bagi Deri kegagalan yang dialaminya itu adalah pengalaman berharga yang bisa dijadikan pertimbangan agar bisa melangkah lebih baik di kemudian hari.
Deri nekat membudidayakan jamur tiram di dataran rendah lantaran peluang pasar yang besar. Semula tidak ada pekebun jamur tiram di daerahnya. Ia menjadi pioner budidaya jamur anggota famili Pleurotaceae itu di desanya.
Deri menuturkan, permintaan jamur tiram dari Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mencapai 1,5 ton per hari. Informasi itu berasal dari Dinas Kehutanan setempat setelah menyurvei beberapa pasar di Kabupaten Indramayu.
Namun, Deri baru mampu memasok 50 kg per hari, sehingga belum bisa memenuhi permintaan. Pasokan itu berasal dari dua kumbung jamur tiram yang dimiliki Deri. Kapasitas masing-masing kumbung 20.000 baglog. Harga jamur tiram di tingkat petani di Indramayu Rp14.000 per kg.
Berdasarkan harga itu, Deri beromzet Rp700.000 per hari atau sekitar Rp21 juta saban bulan. Deri membudidayakan jamur tiram di dataran rendah, hanya 17 meter di atas permukaan laut (m dpl).
“Suhu saat musim panas bisa 34°C, terpaan angin, suhu tinggi, dan kelembapan rendah bisa membuat jamur merana,” kata pemuda yang menjabat Sekertaris Desa di Kantor Desa Cikawung, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, itu.
Keruan saja hal yang dilakukan Deri seolah menentang alam. Pasalnya, jamur tiram lazimnya tumbuh di dataran tinggi dengan suhu dingin dan kelembapan tinggi.
Lebih lanjut, menurut Deri biaya produksi total untuk satu baglog siap produksi rata-rata Rp1.700 jika membuat sendiri. Adapun jika membeli baglog maka biaya produksi Rp2.500. “Itu sudah termasuk biaya tenaga kerja panen harian,” kata pemuda berusia 28 tahun itu.
Deri mengatakan, laba petani jamur tiram minimal Rp1.000 per baglog. Laba petani makin tinggi jika tingkat kegagalan tumbuh kian rendah. “Jika kegagalan hanya 5% dari total produksi masih untung, tetapi jika kegagalan di atas 20% sudah rugi,” tuturnya.