Ia tengah berkemih, tetapi urine yang keluar sedikit demi sedikit dengan interval panjang. ”Saya mengira hanya anyanganyangan,” ujar konsultan lingkungan itu. Tiga bulan berlalu, kesulitan berkemih tak kunjung berakhir. Itulah sebabnya ia segera berobat ke Rumah Sakit Islam Jakarta. Diagnosis dokter, ia mengidap hiperplasia prostat.
Semula ia menganggap kesulitan berkemih pada awal 1999 itu hal biasa. ”Nanti juga sembuh dengan sendirinya,” ujar pria 60 tahun itu. Hendarto memang beberapa kali mengalami anyang-anyangan dan akhirnya sembuh dalam waktu singkat. Sayang, kali ini kesembuhan yang diharapkan bagai jauh api dari panggang. Semakin lama nyeri kian meningkat. Bahkan, mengejan pun ia tak mampu.
Oleh karena itu dokter memutuskan untuk mengoperasi Hendarto. Sebelumnya dokter berupaya mengeluarkan urine dengan cara memasang kateter. Sekitar 1,5 kantong atau kirakira 1,5 liter urine akhirnya berhasil dikeluarkan. ”Rasanya plong,” katanya. Dalam cairan urine itu terdapat lendir merah mirip darah. Hingga hari ke- 14 opname, Hendarto belum memutuskan untuk menerima atau menolak operasi.
Pada hari ke-16, dokter telah mempersiapkan perlengkapan operasi. Namun, ayah 7 anak itu menolak operasi. ”Informasi dari dokter kerabat saya, saat itu (tahun 1999, red) 90% operasi gagal dan menyebabkan disfungsi ereksi,” katanya. Hendarto akhirnya kembali ke rumah. Obat-obatan dokter terus dikonsumsi untuk mempercepat kesembuhan. Sayang, setelah obat-obatan habis, gangguan sulit berkemih kembali terjadi.
Hormon berubah
Kelenjar prostat adalah organ genital pria yang lembut, terletak melingkar di leher kandung kemih dan pangkal penis, membalut saluran kencing atau uretra bagian bawah. Posisinya menempel di mulut saluran kencing. Ukurannya sebesar buah kemiri. Prostat juga menyatu dengan saluran sperma yang mengalir dari kedua buah zakar. Di situlah pentingnya prostat.
Dorongan seks merangsang buah zakar memproduksi sperma yang bakal mengalir ke prostat. Pada saat bersamaan prostat juga memproduksi cairan yang disebut semen. Nah, semen itulah yang berjasa membawa sperma keluar dari penis ketika ejakulasi. Namun, jasa semen tak Cuma itu. Ia juga melindungi sperma dari enzim pengganggu dalam rahim. Semen juga mengandung zat-zat yang mampu membuat mulut rahim rileks. Saat ejakulasi sekitar 9% cairan yang keluar dihasilkan oleh prostat.
Ketika organ itu membengkak—disebut hiperplasia—menyebabkan tekanan pada uretra. Dampaknya urine sulit keluar dan menumpuk di kantong kemih. Mengapa prostat membengkak? ”Hormon testosteron berubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 á reduktase,” ujar dr Agus Setiawan SpU. DHT itulah yang merangsang pertumbuhan sel-sel prostat secara tak terkendali.
Faktor lain yang diduga memicu hiperplasia adalah ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron. Semakin tua seseorang, kadar testosteron menurun; estrogen, relatif tetap. Dampaknya perbandingan kedua hormon itu tak seimbang. Walau jumlah selsel baru menurun, tetapi sel-sel prostat yang masih ada mempunyai umur lebih panjang sehingga massa prostat membesar.
Tim riset Harvard Medical School mengungkapkan, pola makan memicu hiperplasia. Mereka mengamati warga pendatang asal Cina dan Jepang yang bermukim di Amerika Serikat. Risiko warga pendatang terserang hiperplasia lebih tinggi ketimbang penduduk Jepang dan Cina yang masih rutin mengkonsumsi makanan olahan kedelai seperti tahu. Imigran yang berdiam di negeri Paman Sam lebih sering mengkonsumsi lemak jenuh seperti daging sapi dan ayam.
Asupan lemak memacu pertumbuhan sel kanker prostat lebih cepat sebagaimana dibuktikan dengan hewan percobaan. Selain sebagai sumber radikal bebas, lemak juga memicu hormon seks pria, testosteron. Makin tinggi asupan lemak, semakin banyak produksi testosteron, sehingga konsentrasi DHT pun melimpah. Tingginya DHT menyebabkan hiperplasia.
Tahan berurine
Agus Setiawan, dokter spesialis urologi dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta mengungkapkan, pembengkakan prostat terjadi pada pria di atas 60 tahun. Prevalensinya mencapai 50%. Sedangkan pada pria 80 tahun, kurang dari 80% mengalami hiperplasia. Hiperplasia jinak disebut benigna prostat hipertropi alias tumor prostat; yang ganas, karsinoma prostat atau kanker prostat.
Vonis jinak atau ganas setelah pasien melewati uji patologi. Kedua jenis hiperplasia itu mengalami pelipatgandaan jumlah sel. Tonjolan prostat pada hiperplasia jinak bersifat ekspansif, mendesak organ di sekitarnya. Sedangkan pada kanker prostat, bersifat infi ltratif, yakni menembus otot, pembuluh darah, dan saraf di sekitarnya.
Gejala serangan hiperplasia antara lain kesulitan berurine, biasanya penderita mengejan, dan urine tidak tuntas. Waktu malam berkali-kali kencing dan sangat mengganggu karena sakit. ”Bahkan pada pembengkakan prostat yang parah, keluar darah saat berkemih,” ujar dr Agus. Gejala seperti itu pernah dialami Hendarto. Karena keluhan yang dialami Hendarto kian parah, dokter memberikan obat. Faedahnya untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik, dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa.
Selain itu juga mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar DHT melalui penghambat enzim 5-reduktase. Pengobatan seperti tak diperlukan andai Hendarto cuma mengalami benigna prostat hipertropi. Cukup dengan terapi watchfull waiting alias lihat perkembangan selanjutnya. Biasanya dokter tidak memberikan terapi apa pun atau obat-obatan, selain saran-saran berikut ini.
Pasien sebaiknya tidak minum alkohol, kopi, atau cokelat, serta memantang makanan pedas dan asin. Penderita juga tidak minum obat infl uenza yang mengandung fenilpropanolamin karena menyebabkan sulit berurine. ”Yang paling penting jangan menahan kencing dalam keadaan bagaimana pun,” ujar dr Agus.
Disfungsi ereksi
Ketika obat-obatan dokter yang dikonsumsi Hendarto belum menuntaskan tumor prostatnya, ia mencoba mengatasinya dengan diurut secara rutin. Toh, upaya yang dijalani selama sebulan itu tak menuntaskan penyakitnya. Memang frekuensi sulit berkemih tak sesering dulu. Namun, tetap saja pembengkakan prostat menyiksanya, terutama saat pengusaha itu memimpin rapat. Apalagi penyakit itu berefek domino: disfungsi ereksi.
Sesuatu yang ia khawat irkan bila dioperasi akhirnya benar-benar terjadi. K e n y a t a a n n y a , meski operasi urung, momok itu datang juga. Malam terasa dingin bagi pasangan Hendar to. B e ku . Tanpa gairah yang membakar hasrat kelakiannya. ”Saya t a k m empu ny a I ’keinginan’ (untuk b e r h u b u n g a n , r e d ) s a m a s eka l i ,” u j a r p r i a kelahiran Kebumen 30 Agustus 1945.
Operasi prostat memang berpeluang besar menyebabkan disfungsi ereksi. Menurut dr Agus Setiawan SpU, dengan operasi terbuka, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada pasien hiperplasia. ”Karena dengan operasi yang konvensional ini dilakukan penyayatan. Mungkin ada cedera fungsi saraf, sehingga mengganggu ereksi,” ujar spesialis urologi alumnus Universitas Indonesia.
Dengan operasi terbuka, kedua prostat diangkat sehingga kemungkinan penyakit kambuh sangat kecil. Namun, operasi modern seperti laser terjadinya disfungsi ereksi bisa ditekan. Sayangnya, operasi dengan laser, keluhan tidak hilang total, pasien masih sering sulit berurine.
Ngompol
Pertengahan 2004 istri Hendarto membaca iklan virgin coconut oil (VCO) alias minyak kelapa murni di sebuah media massa. Dalam advertensi itu disebutkan, VCO mampu mengatasi beragam penyakit seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Ibu 7 anak itu mencoba menghubungi Kuncoro, distributor minyak kelapa murni di Kalibata, Jakarta Selatan. Setelah selusin botol VCO diperoleh, Hendarto menolak mengkonsumsinya.
Ia ragu VCO bakal mengakhiri penderitaan panjangnya. Toh, istrinya tak memaksakan. Minyak kelapa murni itu dikonsumsi oleh anggota keluarga lain yang menderita asam urat akut. Setelah rutin mengkonsumsi VCO, kondisi penderita membaik. Setelah itu barulah Hendarto tergerak minum VCO. Ia tak tanggung-tanggung meminumnya. Kadang karena buru-buru hendak berangkat ke kantor, ia menenggak VCO langsung dari botol. Tentu tak jelas takarannya.
Sehari-dua hari, aksi minum VCO ala cowboy itu tak berdampak ”buruk”. Rasa sakit ketika berurine berangsur-angsur hilang. Namun, 2 pekan kemudian ketika menyetir mobil saat pulang kerja, kakek 6 cucu itu tak kuasa menahan kencing. Apa boleh buat, ia pun ngompol di atas jok mobil. Kejadian serupa kerap terulang. Kadang ketika tidur malam, hasrat berkemih seperti tak tertahankan hingga ngompol tak tercegah. Makanya istrinya menyarankan untuk membawa celana ganti bila Hendarto berangkat kerja.
Menurut ahli andrologi Prof Dr dr Susilo Wibowo, pada kasus Hendarto, disfungsi ereksi kemungkinan besar karena faktor psikologis. Boleh jadi beban psikologis kian berkurang ketika kondisi kesehatannya membaik sehingga disfungsi ereksi akhirnya teratasi. Sedangkan kasus ngompol akibat kelebihan konsumsi VCO, ”Klep kantong kemih sudah kendor karena usia tua,” katanya.
Menyadari dampak minum VCO berlebih amat dahsyat, ia pun mengurangi dosis konsumsi minyak perawan, 1 sendok makan dengan frekuensi 3 kali sehari. Setelah itu ia tak lagi ngompol dan lancar berurine. Malahan, ”Seks-nya kembali bagus,” ujar istrinya sembari tersenyum dan menyodorkan jari tangan.
Antibakteri
Sebetulnya apa peran VCO dalam melancarkan urine Hendarto yang mengalami hiperplasia? Ahli andrologi Prof Dr dr Susilo Wibowo yang dihubungi Trubus mengatakan, hiperplasia yang diidap Hendarto kemungkinan infeksi prostat kronis akibat infeksi bakteri atau virus seperti Streptococcus, Eschericia coli, dan Chlamydia. ”Sekitar 75% hiperplasia akibat infeksi bakteri patogen,” ujar guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Setiap bulan Susilo menangani 50—70 pasien prostat; 3—4 di antaranya dari mancanegara. Semula mereka diberi obat dokter selama 3—4 bulan. Hasilnya 85% sembuh, 15% belum sembuh. Pada penanganan 1—2 bulan bila tak ada perkembangan, Susilo menawarkan kepada mereka tambahan VCO. Dosis 2 sendok makan yang dikonsumsi 2 jam setelah obat dokter 3 kali sehari. Dari yang 15% itu separuhnya sembuh. Yang tidak sembuh karena di prostat mereka ada semacam pasir kecil. ”Kuman bakteri bersembunyi di pasir itu,” ujarnya.
”VCO lebih aman digunakan karena tak ada efek samping. VCO membantu untuk membunuh bakteri di prostat dan meningkatkan kekebalan tubuh yang akan membunuh bakteri itu sendiri,” ujar Susilo. Asam laurat dan asam kaprat yang tergolong Medium Chain Fatty Acid (MCFA), senyawa aktif yang dikandung VCO, terbukti antimikroba berlapis lemak. Beberapa virus yang dapat diatasi oleh VCO antara lain virus pneumonia, leukimia, dan herpes; bakteri, Listeria monocytogenes Staphyloccous aereus, Streptococcus, dan Eschericia coli.
Virus dan bakteri berlapis lemak sehingga dengan mudah dihancurkan oleh MCFA. Membran mikroorganisme itu mudah tertarik dan terserap MCFA. MCFA yang juga terdapat pada air susu ibu kemudian melemahkan membran mikroorganisme, lalu membran terbuka, memenuhi bagian dalam, dan membunuh organisme. Sel darah putih dengan cepat membersihkan ”bangkai-bangkai” sel.
Dalam contoh nyata, pembuatan nata de coco gagal jika air kelapa yang telah diberi bakteri tertetesi sedikit minyak kelapa. Selama ini antibiotik dimanfaatkan untuk mengatasi serangan organisme patogenik. Sayang antibiotik hanya larut dalam darah, tetapi tidak larut dalam lemak sehingga tak mematikan organisme patogen.
Dengan esterifi kasi, asam laurat dapat dipisahkan dari VCO yang dipasarkan khusus. Laurisidin, salah satu merek yang banyak beredar di pasar dunia dan terbukti tokcer sebagai antimikroba. John Kabara PhD, periset lemak dari Michigan State University, mengatakan, MCFA tak hanya aman, tetapi juga makanan yang baik bagi kesehatan. Hasil uji laboratorium menunjukkan, asam laurat efektif menghancurkan beragam virus dari virus penyebab infl uenza hingga hepatitis, bahkan AIDS.
Hingga saat ini sumber asam laurat terbaik memang VCO. Dalam 1 sendok makan VCO terdapat 7 gram asam laurat. Karena bakteri penyebab infeksi dapat teratasi, hiperplasia pun akhirnya mengecil. Dengan demikian uretra yang semula ”terjepit” lantaran pembesaran prostat kembali seperti sedia kala dan pasien pun dapat berurine. Asam laurat yang dikandung VCO berperan besar dalam mengatasi hiperplasia. Dialah sang penakluk tumor prostat. (Sardi Duryatmo/Peliput: Dewi Nurlovi & Rosy Nur Apriyanti)