
Panjang umur sekaligus bugar impian banyak orang. Rahasianya dari meja makan.
Gandola hijau segar itu merambati para-para bambu di halaman rumah Djamaludin Suryohadikusumo. Sebagian orang memang hanya memanfaatkan gendola sebagai tanaman hias yang mempercantik hunian. Namun, menteri Kehutanan pada Kabinet Pembangunan VI (1993—1998) itu memanfaatkan daun gandola sebagai sayuran. Istrinya, Dra Sri Murniati Djamaludin Apt, MSi rutin mengolah daun gandola menjadi beragam penganan. Siang itu pada pertengahan Februari 2014, misalnya, Muriniati menyajikan tumis gandola, telur dadar—tanpa kuning telur—campur rajangan gandola, dan lalap gandola plus sambal kecap.
Beragam menu berbahan gandola itu lezat rasanya. Tumis gandola lebih mirip bayam. Ihwal mengolah Basella sp itu setelah Djamaludin melihat gandola di sebuah pasar swalayan di Jakarta. Saat itu pada 2008, harga seikat gandola terdiri atas 5 pucuk tanaman Rp12.000. “Konsumennya kebanyakan orang Jepang,” kata Djamaludin yang bertanya pada petugas pasar swalayan. Sebelumnya ia melihat tanaman itu di halaman rumah anggota jejaring produsen kompos untuk budidaya beragam komoditas seperti sayuran dan tanaman hias.
Kaya antioksidan

Konsumsi tanaman anggota famili gandola-gandolaan organik secara rutin berperan penting menjaga kesehatan Djamaludin. Tanaman obat itu kaya antioksidan sebagaimana hasil penelitian periset dari Institut Teknologi Aarupadai di India, A Nirmala. Riset Nirmala termaktub dalam “Jurnal British Bioteknologi” Inggris. Antioksidan berfungsi melindungi sel-sel dari bahaya radikal bebas pemicu beragam penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus dan kanker. Herbalis di Caringin, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Ujang Edi, mengatakan bahwa gandola berkhasiat menyehatkan jantung, menurunkan darah tinggi, dan mengobati bisul.
Adapun herbalis di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Yayuk Ambarwulan, meresepkan gandola untuk rematik, hipertensi, dan keputihan. Yayuk mengatakan bahwa cara mengonsumsi gandola dengan merebus dan mengonsumsi air rebusannya. Cara lain mengolah menjadi sayur, urap, lalap sebagaimana kebiasan Murniati (69 tahun). Jika merebus pun, alumnus Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada itu hanya mencelupkan daun gandola beberapa saat agar vitamin yang terkandung di dalamnya tetap terjaga.
“Jika direbus sampai mendidih, merusak enzim,” kata Djamaludin. Djamaludin memang lebih banyak mengonsumsi bahan makanan segar. “Saya tak memperhatikan enak, lebih penting sehat. Banyak orang ketika makan yang penting enak, sehingga makanan digoreng dikasih bumbu. Saya fokus pada sehat,” kata alumnus Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu.

Tempe favorit
Djamaludin menerapkan gaya hidup sehat, terutama dengan konsumsi sayuran, buah, dan nasi merah sejak empat tahun terakhir. Ia disiplin ketat menjaga pola makan. Untuk nasi, misalnya, ia semula selalu menimbang bobot nasi merah sebelum makan, maksimal 100 gram. “Karena selalu menimbang, lama-kelamaan jadi hafal,” ujar Djamaludin. Selain gandola, menu favoritnya adalah tempe. “Tempe itu ternyata bagus karena mampu menurunkan total kolesterol,” kata Djamaludin yang mengonsumsi 50 gram tempe per hari sebagai pengganti daging.
Namun, Murniati tidak menggoreng tempe dengan minyak kelapa. Ia memanfaatkan minyak zaitun untuk menumis tempe atau dressing salad. Guru besar Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Prof Dr Elin Yulinah Sukandar mengatakan bahwa minyak zaitun mengandung fitosterol yang berperan mengusir kolesterol jahat dalam darah.
Selain menu variatif, konsumsi sayuran dan buah, jadwal makan juga ajek (lihat infografis: Sehat dari Meja Makan). Upaya lain Djamaludin menjaga kesehatan adalah menguyah makanan hingga 32 kali. Efeknya waktu makan memang lama, hingga satu jam. “Manusia diciptakan Tuhan untuk hidup sehat. Kalau sakit yang salah manusia,” kata Djamaludin. Sejak rutin menerapkan gaya hidup sehat empat tahun lalu, Djamaludin tampak bugar. Padahal, 11 Oktober tahun ini usianya genap 80 tahun. Ia mengatakan dalam empat tahun terakhir, ia hanya sekali flu pada 2013.
Kebugarannya juga terbukti setiap kali ia memeriksakan kesehatan setiap empat bulan. Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) alias kolesterol jahat, kadar gula darah, dan trigliserida amat ideal (lihat: Indikator Sehat). Padahal sebelum rutin menerapkan gaya hidup sehat, indikator kesehatan Djamaludin amat buruk. Lihat saja dahulu total kolesterol mencapai 260 mg/dl, sedangkan kadar kolesterol mencapai 160 mg/dl.
Djamaludin benar-benar menerapkan anjuran bapak kedokteran, Hipokrates, jadikan makananmu sebagai obat. Harap mafhum, “Sakit itu mahal,” kata pendiri yayasan sosial Surya Andana Asih itu. Oleh karena itu ia rutin mengonsumsi tanaman anggota famili Basellaceae itu 1—2 kali dalam sepekan, minyak zaitun, beragam buah, dan nasi merah. (Sardi Duryatmo/Peliput: Argohartono Arie Raharjo)
Indikator Sehat
Indikator |
Nilai
|
Rujukan
|
SGOT (U/L) |
31
|
< 33
|
SGPT (U/L) |
28
|
< 50
|
Total Kolesterol (mg/dl) |
122
|
< 200
|
Low Density Lipoprotein (mg/dl) |
74
|
< 100
|
High Density Lipoprotein (mg/dl)
|
40
|
>40
|
Trigliserida (mg/dl) |
56
|
<150
|
Sumber: Lab. Klinik Prodia, November 2013