Sunday, September 8, 2024

Dua Kolektor Penggila Lou Han Champion

Rekomendasi
- Advertisement -

“Lagil-agi Seng Tie yang juara,” ucap salah satu peserta National Competition Bandung, November 2003. Di Surabaya, nama Handoko Basuki semakin menanjak berkat torehan prestasi lou han koleksinya.

Secangkir kopi hangat menemani Seng Tie malam itu di ruangan karaoke. Sesekali ia mengisap sebatang rokok kretek. Di sana ia tidak lagi melantunkan lagu kesayangan, tapi memanjakan mata dengan memandangi kemolekan lou han jawara. Maklum, di ruangan 8 m x 6 m pria 47 tahun itu meletakkan 12 akuarium, berisi lou han kampiun. Salah satu di antaranya peraih grand champion kontes di Semarang dan juara pertama kelas nonmarking di Karawang, Jawa Barat.

Sejak demam lou han setahun silam, ruangan favorit keluarga itu dipakai untuk memajang 12 akuarium berukuran 150 cm x 80 cm x 60 cm. Di situlah lou han terbaik di tempatkan. Masih ada 4 akuarium bersusun 2, masing-masing berukuran 250 cm x 80 cm x 60 cm diletakkan di ruangan keluarga. Dua akuarium lain berukuran sama juga menghiasi ruangan itu.

Belum puas duduk di situ, kelahiran Jakarta itu naik ke ruangan santai di lantai ke-2. Di tempat itu tampak 4 akuarium besar ditata secara berderet. Gemerlap lou han juara tampak jelas begitu diterangi sinar lampu UV. Salah satunya, kemalau kampiun di Bupati Cup Karawang dan National Competition, Bandung yang dibeli Rp60-juta. “Kecantikan lou han lebih enak dipandang. Apalagi kalau sambil duduk di kursi pijat. Bisa semalaman memandangi lou han,” ujarnya.

Mewah

Hari-hari Seng Tie memang dihabiskan untuk melihat ikan koleksinya. Bangun tidur sampai menjelang tidur malam ikan jadi “mainan” yang membuatnya puas. Itu pula yang dilakukan Dwi Agustina, putrinya. Mereka sama-sama tenggelam menikmati klangenannya.

Wajar, bila lou han-lou han itu mendapat perhatian ekstra. Akuarium untuk memelihara sang jagoan dibuat berukuran jumbo. Maksudnya, agar lebih leluasa memandangi ikan. Ruang gerak yang cukup juga membuat kondisi ikan lebih bagus. “Dulu, pakai akuarium kecil. Namun, pertumbuhan ikan terhambat. Nongnong pun tak muncul-muncul,” katanya.

Untuk 1 akuarium dibutuhkan biaya Rp 1,5 juta. Ketebalan kacanya 12 mm agar kuat menampung air cukup besar. Itu belum termasuk meja atau penyangga akuarium. Filter, lampu UV, dan pemanas pun dipilih yang terbaik. “Kalau ditotal sekitar Rp4-juta untuk satu akuarium,” ucap penggemar merpati itu.

Perawatan khusus pun diberikan untuk menjaga kemolekan lou han. Pakan sang klangenan pelet berkualitas. Udang hidup atau ikan kecil juga diberikan untuk memacu warna. Kebersihan air selalu dijaga. “Kotoran yang mengendap di dasar akuarium harus segera disedot. Jangan sampai kotoran itu merusak kualitas air,” katanya. Untuk mengurusi ikan ia mempekerjakan 2 pegawai.

Beli terus

Ketika demam lou han melanda Indonesia, Seng Tie pun “dimabuk” ikan itu. Semula ia tidak percaya ada ikan berharga mahal. “Beli ikan Rp2- juta saja saya anggap bodoh,” ujarnya. Perkenalannya dengan anggota keluarga siklid itu ketika jalan-jalan di salah satu ruang pamer di Jakarta. Hasrat memiliki ikan itu seolah tak terbendung. Lou han berukuran 13 cm berharga Rp21-juta pun dibawa pulang.

Kebanggaan direguknya ketika ikan itu meraih juara ke-4 di kontes Maspion setahun silam. Sejak itulah Seng Tie “kecanduan” membeli lou han. Setiap ada informasi ikan bagus langsung disambanginya. “Saya lebih suka beli ikan kecil. Ada kenikmatan tersendiri karena warna berubah setiap waktu,” ujar penggemar berat sepak bola itu.

Sayang, tidak semua ikan yang dibeli berkualitas bagus. Pernah ia membeli cencu berukuran 10 cm seharga Rp60-juta. Warna bagus, tubuh proporsional, dan dipadati mutiara. Begitu besar kualitasnya menurun. Meski begitu ikan itu disimpan di akuarium di pojok ruangan keluarga. Beberapa ikan lain yang kurang bagus diberikan ke rekan-rekannya.

Kekecewaan itu yang menggugah minatnya untuk membeli ikan yang sudah juara. “Kalau ikan itu cocok dan tertarik ke mana pun dikejar,” ujar Dwi yang menemani ngobrol dengan Trubus. Lou han grand champion kontes di Karawang, misalnya. Ikan itu baru bisa dimiliknya ketika kontes di Maspion, Jakarta. Meski total koleksinya mencapai 27 ekor, ia tetap berburu ikan terbaik di kontes.

Garasi

Yang juga gandrung lou han jawara Handoko Basuki. Di garasi rumahnya hobiis di Kertajaya, Surabaya, itu terdapat 8 akuarium berukuran masing-masing 150 cm x 60 cm x 60 cm yang dihuni ikan-ikan jawara. Di antaranya cin hua dan cencu juara kontes Mega Expo di Jakarta, All Indonesia Competition di Surabaya, dan Semarang Lou Han Exhibition Contest.

Lokasi itu dipilih karena mudah dipantau kesehatannya. Pengusaha kemasan di Mojokerto, Jawa Timur, itu memang lumayan sibuk. Berangkat kerja pukul 07. 30; pulang, 21.00. “Di tempat itulah ikan bisa dilihat kalau mau pergi atau pulang kerja,” ujar kelahiran Surabaya 40 tahun silam itu.

Pun di teras lantai 2 dipajang 13 akuarium. Mereka sempat menjuarai kontes di era 2001—2002. “Ikan itu jenis lama sehingga tidak diandalkan untuk kontes. Mereka cikal bakal cin hua dan cencu,” ujar Handoko sambil memainkan jarinya di akuarium.

Bagi Handoko menyenangi lou han tak ubahnya ikan lain, seperti arwana. Ia tidak memberikan perlakuan istimewa pada satwa klangenannya. Toh, pegawainya sudah bisa menangani. “Penilaian ikan tergantung kualitasnya. Kalau bagus wajar bila ikan menang. Bukan dipacu bagaimana caranya untuk menang,” kata alumnus Manajemen Sacramento University, California itu.

Ke Malaysia

Perkenalan Handoko dengan lou han sejak 2001. Saat ada kontes koi di Surabaya, hadir hobiis asal Singapura dan Hongkong. Mereka asik membicarakan ikan jenis baru.

Tertarik untuk memiliki, ia pun terbang ke negeri jiran itu. Sepuluh lou han berukuran 10 cm berharga masingmasing Rp2-juta diboyong ke tanah air. Sayang, kualitas ikan tidak sesuai dengan harapannya. “Marking, warna, dan mutiara kurang menarik,” ujarnya. Sejak itulah ia tak lagi ke Malaysia untuk mendapatkan lou han.

Berbekal pengalaman buruk itulah ia lebih baik membeli lou han dari importir di Jakarta atau Surabaya. Ikan pun minimal berukuran 20 cm. Menurut Handoko ukuran seperti itu biasanya kualitas lou han sudah bagus dan tidak berubah lagi. “Begitu ada informasi ada ikan bagus tentu saja langsung didatangi. Namun, tak selalu dibeli, kalau sreg baru dibeli,” kata ayah 2 anak itu.

Pengalaman menarik dialaminya ketika membeli lou han juara ke-4 di All Indonesia Competition I di Surabaya. Cin hua berukuran 28 cm itu termasuk unik. Raut muka dan ekor masuk kategori cin hua, tapi sosoknya mirip cen cu. Makanya, ketika diikutkan kontes di Surabaya, ikan itu diprotes lantaran masuk di kelas cin hua. Namun, kontes di Jakarta ikan juara I di kelas cencu. (Nyuwan SB)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Produksi Ikan Nila Milik Pembudi daya di Sumatra Barat Meningkat dengan Sistem Bioflok

Trubus.id—Pembudi daya di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatra Barat,  Dwi Fandy mampu menuai 450 kg dari kolam berukuran 40 m2....
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img