Karena menjadi barang yang berharga, pohon durian generasi kedua itu diwariskan turun-temurun layaknya keris pusaka. Dari Mangun diturunkan kepada putranya Darmo, lalu diwariskan lagi ke Sidem. Terakhir menoreh kuning menjadi milik Sukidal, putra Sidem.
Penasaran atas nama besar menoreh kuning, Trubus menyempatkan diri menyusuri kaki Gunung Menoreh pada November 2005. Tak peduli dengan cuaca mendung hampir hujan, Trubus membonceng sepeda motor yang melaju dari Yogyakarta menuju Dusun Potronalan, Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kulonprogo. Letaknya sekitar 15 km dari Kulonprogo ke arah Utara. Perjalanan itu melewati jalur sempit, berbukit, dan berkelok.
Perburuan itu tak sia-sia karena pohon menoreh kuning sedang berbuah lebat dan Sukidal berada di tempat. Ia segera menyuguhkan 3 menoreh kuning jatuhan kepada kami. Aroma harum menguar begitu buah dibelah. Warna daging buah kuning cerah-layaknya mentega-yang memikat itu ternyata tak berbohong. Pasalnya, rasa kesat, manis, dan legit melekat di lidah kala dicicipi. Ia kian lezat karena halus tak berserat. Karena warna kuning itulah, kerabat lai warisan Mbah Mangun itu disebut menoreh kuning.
Diburu konsumen
Menurut Sukidal, sebetulnya nama menoreh kuning disematkan pada durian yang tumbuh di kaki Gunung Menoreh yang berdaging kuning. Namun, sejak lama mania durian di Magelang dan Kulonprogo merasa tak puas sebelum mencicipi durian dari pohon Sukidal yang berada di pinggir jalan jalur Ngeplang-Muntilan. Yang suka durian pasti menyempatkan datang sendiri ke sini. Jadi saya tak perlu susah-susah menjual, katanya.
Walau nama besar menoreh kuning sudah tak diragukan lagi di kalangan pecandu durian, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo tak percaya begitu saja. Pada 2000 Pemda menggelar lomba untuk menentukan durian terbaik di seantero Kulonprogo. Di situlah terbukti, menoreh kuning mampu menaklukan menoreh jambon-salah satu durian yang juga terkenal di kaki menoreh. Ia juga mengalahkan durian lain yang tumbuh di luar kawasan Gunung Menoreh.
Menurut Agus Langgeng Basuki, kepala Sub Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Kelautan Kabupaten Kulonprogo, sejak itulah menoreh kuning disiapkan sebagai calon varietas unggul nasional. Ia berbeda dengan durian lain karena mempunyai ciri khas: daging buah berselaput membentuk lapisan. Dari satu juring buah muncul pongge yang berlapis. Pada sebagian buah, terbentuk 3 lapisan pongge. Itu jarang ditemukan pada durian lain, katanya. Karena kelebihannya itu nama menoreh kuning tak hanya berkibar di penikmat buah durian, tapi juga di kalangan penangkar di Jawa Tengah. Kini permintaan bibit mencapai 1.000-1.500 buah per tahun.
Masih subur
Pohon induk tunggal menoreh kuning tumbuh menjulang setinggi 25 m. Butuh 2 orang dewasa untuk memeluk batangnya yang berdiameter 112,5 cm. Walau telah berumur 155 tahun pohon itu tetap sehat. Saya rutin merawatnya karena pohon warisan, kata Sukidal. Pupuk kandang sebanyak 2 karung dicampur sekantong garam dibenamkan di sekeliling batang setiap masa panen usai.
Pengamatan tim monitoring menoreh kuning yang berasal dari peneliti multidisiplin menyebutkan, produksi pohon selama 4 tahun terakhir mencapai 300-500 buah per tahun. Ia juga cocok ditanam di daerah berketinggian 500-1.000 m dpl dengan ketersediaan hara dan air yang cukup. Temperatur untuk pertumbuhan berkisar 20-30oC.
Munculnya menoreh kuning di jagad perbuahan menjadi kabar baik buat pencinta buah-buahan. Ia layak disejajarkan dengan varietas unggul nasional lain seperti petruk, sunan, dan sukun yang telah dilepas sebelumnya. Kini satu-satunya harapan Mbah Mangun 150 tahun silam itu tengah turun gunung untuk bersaing merebut gelar varietas unggul nasional. (Destika Cahyana/Peliput:Rosy Nur Apriyanti)