Tempat santai favorit keluarga
Pemandangan di halaman belakang rumah Cen Mutan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu sungguh elok. Kehadiran taman perpaduan gaya Bali dan Mediterania membuat lahan sempit itu jadi menarik. Cen melengkapi taman berukuran 20 m x 20 m itu dengan gazebo sebagai tempat untuk bersantai. Ada pula kursi-kursi untuk sekadar menghabiskan waktu senggang.
Bagi Cen dan keluarganya taman itu merupakan zona favorit untuk melepas penat. Itu sebabnya ia memasang lampu di beberapa titik agar keindahan taman tetap bisa dinikmati saat malam. Pria yang berprofesi sebagai dokter itu memilih tanaman-tanaman eksklusif berharga jutaan rupiah sebagai komponen taman. Sesekali Cen mempersilakan tamunya ikut menikmati keindahan taman yang dibangun pada 2014 itu.
Tillandsia
Taman mungil itu memang bukan sekadar indah, tanaman yang menjadi penghuninya pun mewah. Pria kelahiran Bangka itu membagi taman menjadi dua sisi. Pada sisi kiri bergaya Bali, sedangkan sisi kanan ala Mediterania. Jalan setapak dan jembatan kecil menjadi pemisah kedua sisi taman. Cen meletakkan kain dan patung-patung khas Pulau Dewata agar kesan Bali semakin kental. Gazebo pun dibuat sedemikian rupa menyerupai rumah adat Bali.
Pada sisi taman bergaya Bali itu Cen memilih tillandsia sebagai komponen utama. Ia kesengsem pesona tanaman udara itu lantaran bersosok unik dan eksotis. “Warnanya pun elok seperti biru, putih, dan keperakan,” ujar Cen. Apalagi kerabat nanas itu bisa ditata sesuai selera. Di taman bergaya Bali milik Cen, tillandsia nyaris mengisi setiap sudut taman.
Cen menggantungkan sejumlah Tillandsia usnoides di atap gazebo sehingga menyerupai tirai. Adapula T. hansen yang disusun rapi menutup badan jembatan. Ayah tiga anak itu juga memanfaatkan batang kayu nangka untuk meletakkan tillandsia agar terkesan tumbuh alami.
Penyusunan itu sesuai dengan habitat asli tillandsia yang tumbuh liar di pepohonan, bebatuan, dan tebing. Di taman tillandsia itu, Cen juga mengumpulkan jenis-jenis tillandsia eksklusif seperti T. xiphoides, T. plumosa, T. bandensis, dan T. mitlaensis. Ada pula T. samantha, T. tectorum, T. polita golden, dan T. riohondo variegata. Semuanya memiliki keunikan tersendiri.
Lihat saja samantha, sosoknya luar biasa lantaran berukuran jumbo. Helai daunnya lebar, panjang, dan melengkung. Pertumbuhan daun berwarna hijau cerah itu roset dan rapat. Sosok tectorum tak kalah unik sebab helai daunnya tertutup bulu-bulu putih. Dari kejauhan penampilan tectorum itu mirip bola-bola kapas. Sementara polita tampil istimewa lantaran berdaun kekuningan alias golden.
Adapun riohondo menawan sebab berdaun variegata. Bila dilihat lebih dekat seberkas warna putih tampak menghiasi permukaan daunnya yang hijau keperakan. Ayah dari Tania Maha Aulia itu tak perlu repot menambahkan media tanam. Sebab tanaman yang namanya diambil dari botanis asal Swedia, Elias Tillandz itu mampu menyerap makanan dari udara. Jutaan sel berbentuk rambut di permukaan daun mampu menyerap uap air, mineral, dan unsur hara di udara. Cen cukup menyemprotkan larutan B1 setiap pekan agar ketersediaan nutrisi melimpah.
Encephalartos
Pemain tanaman hias senior di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Gunawan Wijaya, menuturkan merawat tillandsia memang sangat mudah. “Cukup letakkan tanaman di tempat bersinar matahari dan berkelembapan cukup maka tanaman tumbuh optimal,” ujarnya. Layaknya tanaman lain, tillandsia butuh sinar matahari untuk berfotosintesis. Sementara kelembapan udara berpengaruh pada penampilan daun.
Jika tillandsia mendominasi sisi kiri taman yang bergaya Bali maka puluhan encephalartos menjadi daya tarik utama sisi kanan taman. Pada sisi taman bergaya ala Mediterania itu terdapat Encephalartos lehmanii, E. hirsutus, E. arenarius, E. horridus, dan E. princeps. Diameter bonggol tanaman anggota keluarga Cycadaceae itu rata-rata 20—40 cm.
Cen menyusun bongkahan batu-batu sungai di tepi taman untuk menimbulkan kesan alami mirip habitat asal encephalartos. Ia memilih media tanam porous berupa campuran pasir malang, pupuk kandang kambing, dan tanah, masing-masing dengan perbandingan 3:2:1. Ia sengaja membuat kontur tanah lebih tinggi agar air lebih mudah mengalir. Media tanam yang lembap memicu busuk pada bonggol encephalartos.
Pada awal penanaman, Cen menyemprotkan larutan B-1 dengan konsentrasi 5 ml per 2 liter air setiap 3 hari. Sebulan kemudian, frekuensi penyemprotan dikurangi menjadi setiap pekan. dibantu seorang petugas kebun untuk merawat taman kesayangannya itu. Ia menuturkan encephalartos sama dengan tillandsia, keduanya eksotis. “Karakternya yang unik didukung warna-warna yang tidak monoton,” ujarnya. (Andari Titisari)