Friday, December 1, 2023

Flu Burung Jangan Lepas Satwa Klangenan Anda

Rekomendasi
- Advertisement -

Ia takut tertular . u burung seperti keluarga Iwan Siswara Rafei di Serpong, Tangerang. Perempuan paruh baya itu dihadapkan pada 2 pilihan. Melepas burung berharga puluhan juta rupiah, atau menanggung risiko nyawanya direnggut avian in. uenza subtipe H5N1.

Kebingungan Chandra itu menjadi gambaran kecemasan hobiis burung hias dan kicauan di tanahair. “Pertanyaan serupa masuk ke ponsel dan telepon rumah saya,” kata Dr drh Edi Boedi Santoso, dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Bahkan, hobiis kucing dan anjing diliputi kecemasan yang sama setelah laboratorium rujukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Hongkong, mengumumkan penyebab kematian Iwan dan 2 putrinya ialah infeksi avian infl uenza subtipe H5N1.

Menurut Edi, avian infl uenza subtipe H5N1 hanya menyerang ayam. Sejak ditemukan pada 1900- an tak pernah ada yang melaporkan burung kicauan dan burung hias mati karena fl u burung. Selain ayam, H5N1 dapat menginfeksi unggas air seperti bebek dan angsa, tapi jarang yang menimbulkan gejala sakit dan kemudian mati. Hal itu juga terjadi pada burung-burung migran. “Unggas selain ayam itu tak menularkannya pada manusia,” kata ahli burung alumnus Ludwig Maximilians Universitaet di Munich, Jerman, itu. Bahkan, boleh jadi yang menyerang unggas itu adalah avian infl uenza subtipe lain. Maklum, varian virus itu sangat banyak, kombinasi dari H1—H9 dan N1—N15.

Karena itu hobiis burung tak perlu khawatir. “Pemeliharaan burung dan ayam berbeda. Burung dipelihara secara individual, jadi risiko kecil sekali,” katanya. Itu berbeda dengan ayam yang dipelihara massal. Satu kandang bisa dihuni sampai 2.000 ekor sehingga risiko penularan penyakit apapun tinggi. Anjing dan kucing apalagi, secara genetis kekerabatan mereka jauh sekali dengan ayam.

Tak logis

Masih khawatir? Menurut Edi hal itu tak perlu terjadi. “Logikanya, kalau benar avian infl uenza menyerang burung kicauan dan hias, maka pedagang burung di Pasar Pramuka (pasar burung di Jakarta, red) pasti mati duluan,” katanya. Di Indonesia, mereka yang kerja di peternakan tak pernah dilaporkan ada yang meninggal.

Memang tahun lalu di Sulawesi Selatan dilaporkan seorang pekerja di peternakan positif terinfeksi H5N1, tapi ia tak merasa sakit dan hidup hingga saat ini. “Itu artinya, tubuhnya tak mempunyai reseptor yang pas buat virus itu. Penyakit tak pernah muncul,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada itu. Makanya, bagi Edi kematian keluarga Iwan bagaikan sebuah misteri.

Tak hanya Edi yang menyangsikan hasil laporan laboratorium rujukan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tentang kepastian keluarga Iwan terinfeksi H5N1. “Kalau baca dari koran, saya masih ragu-ragu,” kata dr Mangku Sitepu, dokter umum sekaligus dokter hewan di Jakarta, sebagaimana dituturkan pada radio Trijaya FM. Ia menyangsikan perlakuan dan pengiriman sampel yang diperiksa di Hongkong. Bagian tubuh yang diperiksa pun tak jelas, dari sel yang masih hidup atau dari yang telah mati.

Higienis

Cara yang paling tepat untuk mengantisipasi fl u burung bagi hobiis satwa hanyalah pencegahan. Menurut Edi, jaga kandang burung agar selalu higienis. Penghuninya juga harus tetap prima. Caranya, setiap hari kandang burung dibersihkan dari kotoran. Bila perlu lakukan fumigasi dengan formalin atau desinfektan lain. “Dosisnya rata-rata 1 cc per liter atau sesuai kemasan,” kata Edi. Setelah itu burung dijemur. Tujuannya agar stamina burung prima dan mikroorganisme berbahaya mati oleh sengatan cahaya matahari. Hindari juga kontak langsung burung dengan ayam dan kotorannya yang dipelihara secara koloni.

Begitu juga dengan kucing dan anjing. Menurut Dr Yulvian Sani, peneliti bagian patologi di Balai Penelitian Veteriner Bogor, sebaiknya satwa jangan pernah dibawa ke tempat yang pernah terserang wabah. Jangan biarkan kucing dan satwa makan bangkai ayam dan bermain-main dekat kandang ayam. Lakukan juga sterilisasi kandang minimal seminggu sekali.

Peternak ayam pun tak perlu khawatir. Banyak contoh peternak yang sukses mencegah kehadiran fl u burung. Di Cimanggu dan Ciapus, Bogor, misalnya. Peternak ayam melakukan biosecurity seperti mengawasi lalu lalangnya manusia dan kendaraan keluar-masuk kandang. Salah satu caranya, truk dari luar yang membawa anakan dan pakan menurunkan muatan tidak sampai kandang. Misal, 2 kilometer dari kandang. Dari situ ada mobil yang menjemput muatan untuk mengantarkan ke kandang.

Mereka juga melakukan seleksi anakan. Hanya anakan yang berasal dari induk yang telah divaksin yang dibesarkan. Kandang juga difumigasi dengan KMnO4 serta formalin dan diinkubasi selama 2 hari. Sebelum ayam dimasukkan kandang, sterilisasi dilakukan sekali lagi. “Pencegahannya harus bertingkat,” kata Yulvian.

Bila klangenan Anda telah menunjukkan gejala sakit, segera hubungi dokter hewan untuk memastikan penyakit. Biasanya, dokter mengambil sampel darah untuk diperiksa di laboratorium. Selain itu, periksa gejala klinis seperti sesak napas. Dokter akan memberikan peningkat daya tahan tubuh dan antibiotik bila satwa Anda terkena penyakit lain. Bila positif terinfeksi avian infl uenza, maka tak ada cara lain, ia harus dikremasi atau dibakar agar tak menular.

Hingga 28 Juni 2005, data terakhir WHO menunjukkan, pasien yang pasti terkena fl u burung berjumlah 108 orang. Dari jumlah itu, hanya 54 orang yang meninggal. “Semuanya ditularkan dari unggas ke manusia. Manusia tak bisa menularkan pada manusia lagi,” katanya. Tak ada data yang menyebutkan mereka tertular satu sama lain. Mereka umumnya pernah kontak langsung dengan unggas di peternakan. Semuanya tinggal di tempat yang berdekatan dengan peternakan unggas. (Destika Cahyana/Peliput: Rahmansyah Dermawan, Rosy Nur Aprianti, Corry Caromawati, dan Karjono)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Tepat Budidaya Lobster Air Tawar

Trubus.id— Menurut praktikus lobster air tawar (LAT) di Kelurahan Cicadas, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Muhammad Hasbi...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img