Herbal baru bernama gac fruit alias pupia terbukti secara empiris mengatasi sel kanker.
Ruangan berpendingin dan kursi yang nyaman tidak membuat Dr Prasert Klinchoo bisa duduk nyaman. Direktur College of Eastern Technology (E.Tech) di distrik Ban Nong, Provinsi Chonburi, Thailand, itu hanya betah duduk di kursi 15—30 menit akibat kanker testis. Kondisi itu keruan saja mengganggu aktivitasnya. Sebagai pucuk pimpinan, ia kerap menghadiri berbagai rapat internal kampus maupun di luar. Penyakit itu sangat mengganggu ketika Prasert menghadiri pertemuan di luar kampus.

Jika menghadiri pertemuan di luar kampusnya, Prasert Klinchoo khawatir mengganggu lingkungannya ketika harus bolak-balik ke peturasan. Mobilitas penggemar golf itu pun terbatas lantaran ia sulit melangkah. Kehidupan Prasert yang semula aktif dan energetik terancam berbalik 180 derajat akibat kanker. Pada 2014, Prasert berjumpa Rattanapong, produsen olahan buah gac fruit atau pupia di Provinsi Nakhonpathom, Thailand.
Buah pupia

Rattanapong mengolah pupia sejak buah itu membantunya terbebas dari kanker prostat pada 2010. Pengembang perangkat lunak itu memperoleh buah pupia dari hutan di Thailand utara. Rattanapong memberikan 4 botol masing-masing berisi 100 kapsul olahan gac fruit—sebutan pupia di dunia internasional. Prasert rutin mengonsumsi 4 kapsul pupia setiap hari, yakni masing-masing 2 kapsul pada pagi sebelum sarapan sisanya malam menjelang tidur.
Belum habis 1 botol, Prasert merasakan nyeri di organ pribadinya jauh berkurang. Ia pun melanjutkan konsumsi kapsul fakkao—sebutan pupia di Thailand—itu. Prasert sampai lupa kapan persisnya ia terbebas dari kanker testikel yang ia idap selama hampir 2 tahun, tetapi pada akhir 2014 ia tidak lagi merasakan gangguan itu. Pengalaman nyaris serupa juga dirasakan oleh Amnua, wiraswastawan di Provinsi Nonthaburi, Thailand.

Sel kanker yang tumbuh di testis membuat Amnua harus merelakan 1 dari sepasang organ kelelakiannya diangkat. Meski demikian, dokter menyatakan Amnua berisiko mengidap kanker lagi di kemudian hari lantaran sel liar itu telanjur menyebar di jaringan tubuh pria berusia 70 tahun itu. Kekhawatiran itu menjadi kenyataan ketika permulaan 2012 dokter mendiagnosis Amnua menderita kanker prostat.
Data rekam medis hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan, pada Maret 2012, kadar enzim prostate specific antigen (PSA) dalam darah Amnua mencapai 72,55 ng/ml. Normalnya kadar enzim PSA untuk pria seusianya maksimal 4 ng/ml. Dalam jurnal “Urology” Catalona WJ dari Divisi Bedah Urologi Sekolah Medis Universitas Washington, Amerika Serikat, menyatakan bahwa enzim PSA lazim terdapat dalam darah, tetapi kadarnya rendah. Toleransi kadar PSA dalam darah tergantung usia. Pria sehat berumur kurang dari 50 tahun mempunyai kadar PSA darah kurang dari 2,5 ng/ml, 50—59 tahun (4,7), 60—69 (8,3), sementara usia di atas 70 tahun maksimal 17,8 ng/ml.
Pada awal 2012 Rattanapong menganjurkan konsumsi kapsul berisi ekstrak buah Momordica cochinchinensis itu. Amnua mengonsumsi sekaligus 4 kapsul setiap hari. Selama 1,5 bulan, ia menghabiskan 2 botol masing-masing berisi 100 kapsul. Saat memeriksakan kondisi di klinik pada pertengahan 2012, kadar PSA dalam darahnya turun drastis jauh di bawah batas normal, kurang dari 0,07 ng/ml.
Masih asing

Nama pupia atau gac fruit di tanahair memang masih asing. Guru besar Farmakologi di Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Prof Elin Yulinah Sukandar, yang acap meriset bahan alam menyatakan tidak mengenal buah pupia. Demikian juga herbalis maupun dokter penganjur herbal seperti Ujang Edy (Bogor), Lukas Tersono Adi (Tangerang Selatan), Wahyu Suprapto (Batu), dan dr Zaenal Gani (Malang).
Pupia sejatinya juga tumbuh di Indonesia. Ahli Botani di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, Gregori Garnadi Hambali, pernah menjumpai tanaman pupia tumbuh liar di Kalimantan. “Buah maupun tanamannya dibiarkan begitu saja, tidak dimanfaatkan penduduk sekitar,” kata master Biologi alumnus Universitas Birmingham, Inggris, itu. Beberapa kolektor tanaman di Indonesia, kini juga mulai menanam pupia.
Di Surabaya, Jawa Timur, Sucipto sempat menanam pupia. Sayang, tanaman itu tumbuh sangat cepat sampai menaungi koleksi tanaman hiasnya. Tanpa pikir panjang Sucipto pun mencabut tanaman pupia itu tanpa sempat mencecap khasiat buahnya. Setelah mengetahui khasiat pupia, Janto Gunawan menanam di kediamannya di Serpong, Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Ia menanam biji yang ia peroleh dari Thailand. Tanaman merambat dan mampu bertahan puluhan tahun. Batang utama tanaman pula di kediaman Janto berdiameter 10 cm. Janto juga pernah mengirim biji ke pembeli di Kalimantan. Beberapa petani di Thailand mengebunkan buah pupia atau tepurang yang berkhasiat obat.
Protein penghambat

Bagaimana duduk perkara pupia mengatasi sel kanker? Peneliti khasiat pupia sejak 2000 di Universitas Mahidol, Bangkok, Dr Wichet Leelamanit, menyatakan kerabat peria Momordica charantia itu efektif mengatasi sel kanker lantaran kandungan enzim N-glikosidase. Enzim itu memicu pembentukan protein penghambat ribosom (RIP, ribosome inactivating protein). Selanjutnya RIP menghambat pembentukan protein di sel kanker sampai akhirnya sel itu mati. “RIP bekerja di subunit RNA ribosom (rRNA) sel kanker,” kata Wichet.
RNA ribosom bertugas menyusun protein kunci untuk kehidupan sel. “Sel hidup ibaratnya sebuah kota yang memerlukan pekerja untuk layanan penjaga keamanan, kebersihan, air minum, perbaikan kerusakan, atau pemadam kebakaran. Tanpa pelayanan umum, kota kacau,” kata Wichet menganalogikan.

Fungsi pemeliharaan terhenti sehingga sel mulai rusak. Dalam beberapa hari, sel itu hancur sendiri akibat kerusakan dan kegagalan fungsi vital. Enzim RIP tidak secara sengaja memilih sel kanker, sel itu sendirilah yang menjadikan dirinya sebagai target. Musababnya, sel kanker yang agresif dan terus-menerus tumbuh mempunyai permukaan membran yang berbeda dengan sel normal.
“RIP yang dibentuk dari bahan N-glukosidase asal pupia sesuai dengan membran sel kanker sehingga tidak mengusik sel normal,” ujar asisten profesor di Departemen Biokimia Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Mahidol itu.
Betakaroten

Pupia terbukti tidak hanya efektif untuk kanker. Janto Gunawan, wiraswastawan di Serpong, Tangerang Selatan, membuktikan manfaat pupia untuk memulihkan penglihatan mata kirinya yang tidak berfungsi sejak 2 tahun lalu. Semula ia mengira kacamata yang ia kenakan tidak cocok lagi sehingga Janto mengunjungi optik. Saat pemeriksaan mata kiri, ia tidak melihat apa-apa.
Gangguan itu menyebabkan Janto tidak berani mengemudi mobil sendiri. Keruan saja hal itu menghambat aktivitasnya sebagai pengusaha yang sering harus segera bepergian ke tempat relasi. Dokter yang memeriksa malah bingung dan tidak bisa mendiagnosis masalah yang dialami Janto. “Dokter saja bingung, apalagi saya,” kata Janto tergelak. Pertengahan 2015, ia membaca tentang minuman berbahan buah pupia produksi Thailand.

Janto lantas menghubungi Ripin Pen, warga Indonesia yang bekerja di Negeri Siam itu, untuk meminta informasi. Ternyata, Ripin—kawan sekaligus relasi sejak Janto masih bekerja di Australia—bermitra dengan Rattanapong memproduksi minuman dan kapsul pupia. Saat mencicipi, Janto merasa cocok dengan rasa minuman itu. Janto mengonsumsi minuman racikan Rattanapong itu.
Enam bulan konsumsi rutin, penggemar kopi itu merasakan penglihatan mata kirinya kembali meskipun tidak sempurna. “Kalau mata kanan ditutup, saya bisa melihat walaupun agak buram. Tadinya gelap sama sekali,” tutur Janto. Wichet Leelamanit menduga kesembuhan Janto lantaran kadar tinggi betakaroten dan likopen dalam pupia.
Tren

Riset Dr Le-Thuy Vuong dari Vietnam menunjukkan bahwa buah pupia mengandung betakaroten 10 kali wortel dan 70 kali buah tomat.Kedua zat itu—betakaroten dan likopen—memberikan warna merah pekat kepada aril (membran pembungkus) biji dan warna jingga daging serta kulit buah.
Kandungan nutrisi pupia—betakaroten, likopen, asam amino—tertinggi ada di aril biji. Walau demikian, daging buah dan kulit pun menyimpan nutrisi berguna itu. Itu sebabnya Ripin dan Rattanapong pun memanfaatkan daging dan aril pupia untuk membuat kapsul dan minuman. Buah kerabat melon Cucumis melo itu kini tengah naik daun di Thailand.
Berbagai produk berbasis pupia dijual di kelas pasar modern sampai kaki lima. Bijinya pun dijual dalam kemasan untuk pehobi. Padahal menurut Wichet, 10 tahun lalu orang Thailand tidak mengenal pupia. Khasiat dan penampilan yang cantik menjadi daya tarik utama. (Argohartono Arie Raharjo/Peliput: Riefza Vebriansyah)