Tren menangkarkan lovebird meluas hingga ke Kabupaten Tuban dan Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Penangkar pun menikmati laba.
Lovebird berjenis parblue euwing itu baru tiba di kediaman Edi Suliyanto. Harga burung itu fantastis, Rp25 juta. Namun, ia terbang dari genggaman Edi. “Saya tidak menyesali kejadian itu karena menyadari burung berharga mahal memiliki risiko besar,” kata penangkar lovebird di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, itu. Kehilangan aset itu tertutupi dari penjualan rata-rata 20 anakan lovebird per bulan.
Dari perniagaan piyik lovebird itu penghasilan Edi meroket 857% menjadi minimal Rp30 juta saban bulan. Semula pendapatan Edi Suliyanto sekitar Rp3,5 juta hasil penjualan alat kesehatan dan gaji pegawai. Kesuksesan Edi menangkarkan burung anggota famili Psittacidae itu tidak diraih dengan mudah.
Aral
Apalagi uang membeli burung itu juga hasil penjualan lovebird. Beruntung sang istri tetap menyemangati Edi menangkarkan lovebird. Yang paling anyar ia mesti merelakan lovebird mati. Sejak pertama lovebird varian albino mata merah itu kurang fit. Tantangan lain adalah penjodohan lovebird yang kerap gagal. Beberapa burung cinta yang hendak ia pasangkan enggan bersatu sehingga anakan yang diharapkan muncul pun sirna.
Semula sang istri pesimis Edi bakal berhasil beternak burung yang pertama kali diidentifikasi ahli burung asal Inggris, Prideaux John Selby, itu. Harap mafhum Edi pernah gagal menangkarkan lovebird, gelatik, dan aneka ayam. Pelan tapi pasti sang istri mendukung penuh setelah mengetahui keberhasilan Edi mengembangkan lovebird dan mendapatkan uang dari hasil penjualan anakan burung itu.
Menurut Edi kunci sukses menangkarkan lovebird menguasai ilmu budidaya dan mempraktikkannya dengan benar. Beberapa kawan beternak lovebird tanpa ilmu sehingga mengharapkan varian biola dari pasangan hijau galur murni. Yang paling penting memelihara burung asal Afrika itu mesti didasari hobi. Berbekal 3 kunci sukes itu penangkaraan lovebird Edi berkembang. Semula ia hanya memiliki satu pasang lovebird. Kini ia mempunyai sekitar 20 pasang indukan.
Yang paling istimewa dari satwa kerabat burung kakaktua itu yakni dapat dipelihara di lahan sempit. Kandang lovebird terbaru milik Edi hanya berukuran 1,90 m x 5 m. Sementara kandang lama berukuran 2 m x 4,5 m.
Menguntungkan
Tidak hanya Edi yang sukses menangkarkan lovebird. Nun di Kota Tuban, Jawa Timur, Ayub Setyawan, pun menikmati laba satwa kerabat burung nuri itu. Pendapatan Ayub dari hasil perniagaan lovebird minimal Rp30 juta per bulan. Keberhasilan pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, itu pun penuh perjuangan. Pada 2012 lovebird varian lutino mata merah miliknya digondol maling. Ia merugi hingga sekitar Rp60 juta.
Kejadian itu memaksa Ayub berhenti menangkarkan lovebird selama setahun untuk menenangkan diri. Sang istri pun menangis mengetahui lovebird milik Ayub raib. Perlahan ia pun bangkit dari keterpurukan hingga kini memiliki sekitar 20 pasang induk lovebird warna. Untuk mencegah pencurian, Ayub menangkarkan lovebird di ruangan berukuran sekitar 3 m x 4 m. Saat pencurian terjadi kandang lovebird berada di halaman rumah.
Ia pun memasang kamera pengawas alias Closed Circuit Television (CCTV) di dalam ruangan berisi kandang lovebird. Ayub meyakini tren lovebird pada masa depan masih bagus. Musababnya, “Varian biola, parblue, dan euwing belum mencapai puncaknya,” kata sulung dari 3 bersaudara itu. Apalagi masih sedikit penangkar yang memiliki varian lovebird premium seperti pale fallow dan dun fallow. Beberapa teman tertarik membudidayakan lovebird setelah melihat kesuksesan Ayub.
Ayub menyarankan penangkar pemula bergabung dengan KLI di daerah masing-masing. Selain itu peternak pemula juga mesti berkumpul dan berbagai pengalaman budidaya dengan kawan lainnya. “Yang paling penting yakini menangkarkan lovebird berdaya guna,” kata pegawai perusahaan produsen semen nasional itu. Selanjutnya penangkar menentukan varian lovebird yang ingin diproduksi sesuai anggaran.
Beberapa teman Edi pun memelihara lovebird warna setelah mengetahui keberhasilannya. Selain hati senang karena hobi tersalurkan, tentu saja lovebird pun mendatangkan keuntungan materi. Kini Ayub memiliki sebidang tanah seluas 518 m2 di Kota Tuban berkat memelihara burung yang masa hidupnya mencapai 10—15 tahun itu. Edi pun memiliki motor produksi terbaru dan sebidang tanah berukuran 35 m x 17 m dari hasil beternak lovebird.
Kesuksesan Ayub dan Edi menangkarkan lovebird tidak lepas dari peran Waskito Nagabhirawa. Penangkar senior lovebird asal Pesanggrahan, Jakarta Selatan, itu kerap memberikan masukan terutama indukan lovebird bermutu prima seperti pale fallow kepada Ayub dan Edi. Kini tren burung di Tuban dan Lamongan menggeliat. Boleh dibilang Ayub, Edi, dan Waskito berperan menggairahkan pengembangan lovebird di wilayah pantai utara Pulau Jawa itu. (Riefza Vebriansyah)