Tujuh puluh pasang mata menatap tak sabar Nurdi Basuki yang mengumumkan detik-detik akhir hasil penjurian. “Pemenangnya adalah gold . ame, lidah mertua milik Iwan Hendrayanta,” katanya. Sontak, keheningan itu berubah menjadi tepuk tangan membahana.
Lidah mertua berumur 3 tahun itu memang luar biasa. “Lihat saja warna kuning dan hijaunya, kontras dan ngejreng,” kata Anshory Yusuf, koordinator juri. Penampilannya juga kompak sehingga terkesan gagah. Ia kian cantik lantaran bentuk daun sempurna. Pun kesehatannya, hampir 90% daun tanpa cacat dan luka. Pengamatan Trubus, dari total jumlah daun hanya 1 yang terpotong dan mengering. Toh, itu tak mengurangi peserta nomor 2 itu untuk merengkuh juara dengan nilai 300.
Di posisi kedua bertengger twisted sister. Lidah mertua yang juga milik Iwan itu sebetulnya tak kalah cantik. Bahkan, sebelumnya Anshory menjagokan twisted sebagai yang terbaik. “Daun spiralnya unik dan langka. Pun corak di kanan kiri daun, menarik hati orang yang melihatnya,” kata Anshory. Sayang, nilai keseluruhan 5 juri hanya berjumlah 295, hanya selisih 5 poin dari sang jawara. Selidik punya selidik, 1 daun peraih runner up terlihat pecah dan membentuk 2 goresan yang hampir sejajar.
Selisih beberapa poin tak hanya terjadi pada perebutan juara 1 dan 2. Sang jawara ke- 3 hampir saja menyodok runner up, dengan nilai 294. Lin mang khon—sebutan lidah mertua di Th ailand—itu memang istimewa dan langka. Daun membulat dan variegata. Ia kalah karena kurang kompak. Walau begitu lidah mertua milik Chandra Gunawan itu sempat menarik perhatian para pengunjung.
Meriah
Kontes sansevieria yang digelar di kediaman Soeroso Soemapawiro di Pondokindah, Jakarta Selatan, itu istimewa. Musababnya, kontes itu yang pertamakali dilangsungkan di tanahair. Sebelumnya sansevieria hanya dikenal sebagai ornamen taman yang tak pernah dilombakan. Tercatat 48 lidah nakal—sebutan lidah mertua di Th ailand—beradu nakal dan cantik. Itu adalah koleksi para hobiis di seputaran Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Kualitas keseluruhan peserta lomba di atas rata-rata. Sayangnya, pagelaran kontes yang mendadak membuat peserta tak bisa mempersiapkan tanaman dengan maksimal. Banyak sansevieria baru berkualitas baik, urung masuk ke sepuluh besar lantaran baru dipindah ke pot kontes. Akibatnya tanaman terlihat agak stres.
Karena itu para juara yang mampu menembus posisi 5 besar rata-rata jenis lama. Namun, penampilan mereka sangat prima, tumbuh mantap di potnya masingmasing. “Itu konsekuensi lomba, tak selalu jenis baru yang mampu meraih juara. Biar lama, asal sehat dan kompak, bisa saja menang,” kata Iwan Hendrayanta, pemilik juara 1 dan 2 sekaligus.
Lomba dan berburu
Menurut Soeroso, kontes itu digelar untuk mengangkat sansevieria sebagai tanaman hias eksklusif. Waktu perhelatan dipilih pada Minggu, 12 Juni 2005 bertepatan dengan pertemuan rutin Perhimpunan Florikultura Indonesia. “Memang agak mendadak, tapi sekali dayung 2—3 pulau terlampaui,” ucapnya. Rapat jalan dan sansevieria berkualitas terkumpul di rumah hobiis. Mereka yang berminat dapat langsung menghubungi pemilik, tak perlu berburu lagi.
Tujuan itu sedikit banyak tercapai. Soeroso sendiri misalnya. Ia rela mengeluarkan U$200 untuk mendapatkan sansevieria berbentuk kipas raksasa sebelum lomba digelar. Pilihan pria berkacamata itu tak salah. Lidah mertua yang dibeli mampu menembus 5 besar. Pun beberapa hobiis lain, terlihat melakukan transaksi usai lomba digelar. (Destika Cahyana)