Trubus— Kondisi tanaman pala di Pulau Watubela, Kecamatan Wakate, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, begitu memprihatinkan. Tanaman itu hampir mengalami kepunahan.
Padahal, masyarakat di sana secara turun-temurun membudidayakan tanaman anggota famili Myristicaceae itu sejak abad ke-20. Bahkan, pala merupakan penghasilan pokok masyarakat setempat.
Ada 3 jenis pala di Pulau Watubela, Kecamatan Wakate, yaitu pala banda (Myristica fragrans), pala papua atau onin (M. argantea), dan pala silang (persilangan antara kedua jenis pala banda dan onin).
Menurut dosen Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Ir. Aminudin Umasangaji, M.P., salah satu penyebab kepunahan yakni gangguan hama dan penyakit.
Hasil penelitian membuktikan, hama penggerek batang menyerang tanaman pala. Biang kerok serangan itu kumbang tanduk (Batocera hercules). Besar serangan pada tanaman pala jenis banda yaitu 23,01%, onin 30,28%, dan silang 4,28%.
Gejala kerusakan batang pala digerek membentuk bulatan seperti dibor dan menghasilkan serbuk yang menempel di sekitar lubang gerekan. Selain batang, cabang juga digerek. “Namun, tidak separah gerekan di batang,” ujar Aminudin.
Ternyata serangan penggerek batang tidak hanya menyerang Pulau Watubela, tetapi juga Desa Pulau Ay, Kecamatan Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
Menurut peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku yang meneliti di sana, Ir. Marietje Pesireron, M.P., hasil identifikasi di lapangan menunjukkan bahwa dari setiap 1 hektare (ha) terdapat 3—10 pohon pala yang terserang hama penggerek batang.
Di setiap pohon pala terdapat lebih dari 3 lubang gerek masing-masing berdiameter 0,5—1 cm. Pada batang yang berisi serbuk kayu persentase serangan 30—50% yang masih mengeluarkan cairan.
Adapun pada 3—5 pohon pala yang terserang mengalami kekeringan. Bahkan, mati akibat serangan hama penggerek batang dan penyakit kanker batang dengan intensitas serangan 100%.
Kanker batang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora itu merupakan penyakit sekunder. Penyakit itu terlihat pada batang yang berlubang akibat penggerek. “Penyakit itu muncul akibat stimulus pembusukan batang hasil gerekan hama,” kata Marietje.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi penggerek dan kanker batang, ia menyarankan agar melakukan eradikasi terlebih dahulu dengan menebang dan membakar pohon pala yang terserang.
Tujuannya tidak terjadi perpindahan hama dan penyakit dari pohon pala yang terserang ke pohon sehat. Yang tak kalah penting adalah sanitasi kebun. Maklum, selama ini pekebun tidak merawat tanaman sacara intensif.
Setelah dilakukan sanitasi kebun, untuk mengatasi hama penggerek batang sebaiknya menggunakan pengendali hayati seperti cendawan Beauveria bassiana. Marietje menuturkan, penggunaan cendawan itu paling efektif menghalau hama penggerek sesuai riset yang dilakukan.
Semula intensitas serangan hama mencapai 20,2%. Setelah penyemprotan rutin ke bagian pohon terserang, hasilnya intensitas serangan menurun sampai nol (0%).