Tak seperti bangkok yang jumbo, pepaya asal Sungaiselamat itu berukuran kecil. Sebuah pas untuk dikonsumsi seorang. Semula Low Kim Siang—penemunya—memberi nama honolulu untuk mendekatkan pada jenis hawaii yang lebih dulu dikembangkan di sana. Namun, lantaran manis, ia justru lebih dikenal sebagai pepaya madu.
Pendatang baru itu kini sedang ngetop di Pontianak. Selain manis, bentuk dan warna buah cantik. Bentuk bulat lonjong mirip hawaii, tapi berukuran 2 kali lebih besar dengan pangkal gemuk. Itu mengingatkan pada eksotika, pepaya andalan Malaysia.
Kulit hijau bersemburat kuning, mulus, dan mengilap. Begitu dibelah terlihat daging berwarna jingga dan padat. Pepaya jenis lain dengan ukuran sama paling hanya berbobot 300 g; madu 600—1.000 g. Rasanya manis, agak kenyal, dan cukup berair. Rongga di bagian tengah dipenuhi biji-biji hitam. Pada buah berbentuk seperti mangga, rongga itu cuma seukuran jari telunjuk. Dengan kelebihan itu, tak heran bila ia cepat mendapat tempat di hati konsumen.
Jadi madu
Carica papaya istimewa itu hasil seleksi Low Kim Siang, pekebun di Desa Sinatanhilir, Pontianak Utara, Pontianak. Semula salah seorang kerabat menanam biji beberapa pepaya yang dibeli dari pasar pada 1994. Lantaran tak terawat, tanaman tumbuh merana dan akan dimusnahkan. Untung saja Koh A Siang—sapaan akrabnya—datang berkunjung. Ia tertarik pada satu pohon yang berbuah seperti mangga raksasa—si madu itu. Setelah dinikmati kelezatan dagingnya, biji-biji pun ditebar.
Tak sampai setahun, ayah 6 anak itu menuai hasil. Total 30 pohon yang ditanam pada 1996 digelayuti puluhan buah di sekujur batang. Penampilan dan rasa serupa dengan buah asal pohon induk. Kerabat dan teman dekat mendapat kehormatan untuk icip-icip hasil panen perdana. Pepaya matang jadi buah meja, buah mengkal enak dinikmati sebagai teman minum kopi.
Iseng-iseng Low Kim Siang menjajakan sebagian hasil kebun ke pasar di seputaran Pontianak. Supaya keren dan mudah diingat, anggota famili Caricaceae itu dinamakan honolulu. Nama itu “membonceng” popularitas varietas hawaii yang sudah banyak di pasaran. Honolulu kan ibukota Hawaii. Namun, belakangan justru nama madu yang lebih melekat di benak konsumen.
Pembeli tak sungkan memborong meski harga jual relatif tinggi. Pada akhir Januari harga madu di tingkat konsumen Rp5.000—Rp6.000 per kg. Hawaii, Rp2.000—Rp3.000.
Seperti naga
Melihat respon positif, pengajar bahasa Inggris itu pun lalu memperluas penanaman. Sekarang di kebun seluas 2.700 m2 ada 550 tanaman berjarak 2,20 m x 2,80 m.
Kebun berjarak 1,5 km dari Tugu Khatulistiwa itu mengingatkan pada lahan penanaman pepaya di Taiwan atau Cina. Pohon yang rata-rata berumur 5 tahun tidak tumbuh menjulang. Batangnya rebah ke arah timur dan meliuk-liuk di tanah seperti naga sepanjang 6—7 m.
Sejak dini tanaman memang sengaja direbahkan menggunakan kayu penahan. Itu untuk mempermudah perawatan dan panen. Lagipula supaya tanaman tak gampang roboh bila diterpa angin. Maklum lokasi penanaman di lahan gambut yang daya topangnya kurang baik.
Dari sana setiap bulan dituai 1,8 ton pepaya yang dipetik 2—3 kali seminggu. Dengan harga jual lebih tinggi, wajar bila beberapa pekebun di kawasan yang dikenal sebagai sentra lidah buaya dan pepaya hawaii itu mulai mengikuti jejak sang pelopor.
Tahan simpan
Kini tak melulu pasar Pontianak yang minta dipasok. Hypermarket Carrefour di Jakarta melayangkan permintaan 3 ton per pengiriman lantaran kepincut si madu usai gelar promosi buah-buahan Kalimantan Barat pada September tahun silam. Sayang karena produksi masih terbatas, baru 100 kg per minggu yang sanggup dikirim.
Pemasaran ke Singapura dan Malaysia—pengusaha dari 2 negeri jiran itu sudah antre menanti pasokan—sebuah keniscayaan. Selain kualitas istimewa, pepaya madu tahan simpan karena berkulit relatif tebal. Di suhu kamar ia masih layak makan setelah 7 hari matang. Bila disimpan di lemari pendingin 1 bulan. (Anton Kamaruddin, SP, staf Subdin Hortikultura, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Barat)