Empat juri tak ragu menancapkan bendera 3 warna di bawah gantangannya saat konkurs berakhir. Sebanyak 124 pesaing dibuat tak berkutik. Piala Hari Ulang Tahun Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI) ke-47 pun direbut perkutut andalan Andrianto Lembono itu.
Kemenangan Meteor sudah diprediksi sejak awal. Burung berharga Rp1-miliar itu telah 26 kali sukses merajai konkurs sepanjang 2003. Wajar bila para peserta pesimis jagoannya menang bila Meteor ikut kontes. Saat ini perkutut andalan Selancar Bird Farm itu memang sedang di puncak prestasi. “Belum pernah ada perkutut lain yang bisa menandingi kehebatannya,” kata Rudjiono, ketua P3SI.
Senopati, salah satu pesaing berat, harus mengakui kehebatan Meteor yang berada di gantangan 464. Perkutut andalan Biyan dari Jakarta itu tidak mampu menandingi Meteor di babak I. Barulah pada babak II perkutut ring Difa itu mulai unjuk gigi. Namun, perkutut milik Gwan An—panggilan akrab Andrianto Lembono sudah terlanjur tancap gas sehingga sulit untuk dikejar. “Sejak dikerek Meteor sudah menang, jadi susah untuk mengejar,” ujar Biyan.
Sejak babak pertama, Meteor memang gacor. Juri tak segan memberikan bendera 3 warna. Walau Senopati memimpin pada babak akhir dengan nilai 43,5, itu tidak mendongkraknya menjadi juara.
Saingan lain, Koruptor. Perkutut di gantangan 552 itu sejak awal pertandingan gacor. Sayang, jagoan Toni itu hanya sesekali bersuara. “Mungkin karena cuacamendung, perkutut kedinginan hingga tak mau bersuara,” ujar Toni, hobiis asal Bandung itu.
Seru
Pertandingan seru dengan persaingan ketat justru terjadi di kelas dewasa yunior. Sebanyak 150 perkutut bersaing ketat untuk meraih juara. Tak heran bila pemilik bersemangat mendukung jagoannya. “Ayo le, tarik….Ayo sayang, tarik sing tenan….,” teriak salah satu peserta di sudut lapangan.
Regen tampil sebagai juara di kelas untuk mencari bibit perkutut terbaik itu. Di babak awal perkutut di gantangan 367 itu mendapat saingan ketat dari Bintang Surya. Namun, burung asal Tom Bird Farm itu tak kuasa mengejar dan hanya menempati urutan kedua. Galunggung yang menempati gantangan 263 berusaha mengungguli keduanya. Namun, keberuntungan memang sedang tak berpihak padanya. Ia harus puas berada di urutan ketiga.
Sebenarnya kemampuan di kelas yunior hampir merata, “Namun, Regen lebih memiliki mental untuk menjadi juara,” ujar Rina—satu-satunya juri wanita siang itu. Kemampuan merata disebabkan umur peserta rata-rata sama, 5—14 bulan. Wajar bila penonton sulit memprediksikan pemenang hingga babak ketiga berakhir.
Laga Bintang
Konkurs agenda rutin setiap tahun itu juga melombakan para mantan jawara perkutut yang telah pensiun arena konkurs. Mereka berlomba di kelas laga bintang. Hadir burung-burung legendaris, seperti Sakura, Cleopatra, Nabila, Dewa Ruci, Misteri Bahari, Tanjung Sutera, Surya Kencana, Lorong Cinta, New Starlet, Euro 2000, Turbo III, Den Bagus, Surya Signature, Putra Turbo III, Satria Galaxy, Perancis, dan Misteri Cinta. Menurut Hermawan Gunawan, ketua panitia, tujuan diadakan kelas itu untuk mengobati rasa kangen hobiis yang sudah lama tidak mendengar suara merdu mereka.
Uniknya, di bawah gantangan mantan juara itu dipasang papan nama masingmasing kontestan. Jadi, penonton mengetahui dengan pasti perkutut favoritnya sesuai gantangan. Mereka seakan diingatkan kembali pada zaman keemasan sang juara.
Den Bagus masih membuktikan diri sebagai perkutut tangguh di lomba dan layak untuk diperhitungkan. Bertarung dengan para mantan jawara yang telah malangmelintang di lomba tak menciutkan nyali burung andalan Waluyo Efendy dari Purwokerto, Jawa Tengah. Bahkan, anak dari SDP-25 dan TL4-B itu berhasil mencuri perhatian juri sejak awal. Putera Turbo III membayangi sejak awal. Namun, ternakan Akau dari Jakarta tidak berhasil menggeser kedudukan Den Bagus hingga babak terakhir. Juri mengukuhkan perkutut ring TPP itu sebagai yang terbaik.
Euro 2000 kurang beruntung di kontes itu. Padahal, Andre Andrianto, sang pemilik, optimis kalau jagoannya bakal memenangkan lomba. Euro 2000 harus puas di peringkat ketiga. “Namanya burung sudah tua, sudah susah ngga bunyi lagi,” ujar mantan pemain sinetron itu. Menurut Ahmad, salah seorang penonton, kebanyakan mereka kurang gacor karena lama pensiun dari arena. Selain itu, pada umur di atas 5 tahun kondisi fisik menurun, apalagi dijadikan pejantan.
Walaupun cuaca mendung, konkurs hari ulang tahun P3SI ke-47 itu berlangsung meriah. Menurut ketua P3SI, Rudjiono, peserta konkurs yang hadir meningkat 25% dibanding tahun silam. Dengan skala nasional peserta berdatangan dari Medan, Riau, Palembang, Jabotabek, Bandung, Tasikmalaya, Solo, Gombong, Surabaya, Madura, Purwokerto, Bali, dan Balikpapan. (Dian Lestari/Peliput: Laksita Wijayanti)