Monday, September 9, 2024

Inovasi Baru dari Aceh

Rekomendasi
- Advertisement -
Varietas jagung Nasa 29 yang berpotensi hasil 13,5 ton per hektare.
Varietas jagung Nasa 29 yang berpotensi hasil 13,5 ton per hektare.

Inovasi baru di ajang Pekan Nasional Kontak Tani dan Nelayan Andalan (Penas KTNA) ke-15 di Provinsi Aceh Nanggroe Darussalam.

Lahan kering masam, lahan kering iklim kering, lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak, dan lahan gambut bagian dari lahan suboptimal. Menurut peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Ir. Anny Mulyani M.S., lahan suboptimal adalah lahan yang secara alamiah mempunyai mempunyai tingkat kesuburan rendah akibat faktor internal dan eksternal.

Meski miskin hara, petani tetap dapat membudidayakan beragam komoditas seperti cabai di lahan suboptimal. Untuk mengatasinya, praktikus cabai, Munir Haryanto, menambahkan bahan organik dan asam humat. Asam humat adalah zat organik yang memiliki struktur molekul kompleks dengan bobot molekul tinggi (makromolekul atau polimer organik) yang mengandung gugus aktif.

Adaptif

Varietas cabai baru di arena Gelar Teknologi Penas KTNA XV 2017.
Varietas cabai baru di arena Gelar Teknologi Penas KTNA XV 2017.

Di alam asam humat terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi, dari bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dan hewan melalui proses humifikasi. Menurut Munir asam humat mampu meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat, menjerap, dan mempertukarkan kation, serta membentuk senyawa kompleks dengan logam berat dan lempung.

Fraksi humat juga dapat meyediakan unsur hara seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), dan belerang atau sulfur (S) ke dalam tanah, serta karbon (C) sebagai sumber energi bagi mikrobia tanah. Namun, meski telah mendapatkan asupan pupuk organik dan asam humat, beberapa varietas tumbuh kurang optimal. Beberapa di antaranya bahkan terserang penyakit virus gemini.

Munir menjelaskan teknik budidaya cabai di lahan suboptimal itu di hadapan para anggota Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka tidak surut untuk berkumpul di area gelar varietas cabai di kawasan Gelar Teknologi pada ajang Pekan Nasional Kontak Tani dan Nelayan Andalan (Penas KTNA) XV di Provinsi Aceh Nanggroe Darussalam (NAD). Acara Penas berlangsung pada 6—11 Mei 2017.

Munir Haryanto menuturkan salah satu varietas yang adaptif dan berbuah optimal adalah Laba F1 produksi PT East West Seed Indonesia (Ewindo). Itulah sebabnya varietas produksi perusahaan benih di Purwakarta, Jawa Barat, itu meraih juara lomba gelar varietas untuk kategori cabai keriting.

Tanaman pangan
Gelar varietas cabai hanya salah satu rangkaian kegiatan yang dipamerkan pada ajang Penas KTNA XV 2017. Ajang yang digelar di Stadion Harapan Bangsa di Kota Bandaaceh itu juga memamerkan berbagai varietas komoditas hortikultura lain, seperti tomat, bunga kol, terung, peria, melon, dan labu.

Para anggota Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) dari berbagai daerah di Indonesia terlihat antusias mengikuti kegiatan Pekan Nasional Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (Penas KTNA) XV 2017 di Provinsi Aceh.
Para anggota Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) dari berbagai daerah di Indonesia terlihat antusias mengikuti kegiatan Pekan Nasional Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (Penas KTNA) XV 2017 di Provinsi Aceh.

Di sana panitia juga menggelar berbagai varietas tanaman pangan. Salah satunya jagung varietas Nasa 29 produksi Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Varietas yang pertama kali diperkenalkan kepada Presiden Joko Widodo pada Hari Pangan Sedunia (HPS) pada 2016 di Kabupatan Boyolali, Jawa Tengah, itu mendominasi area gelar teknologi tanaman pangan. Varietas itu menjadi andalan pemerintah untuk memacu produksi.

Harap mafhum varietas jagung Nasa 29 memiliki berbagai keunggulan, seperti bertongkol ganda dan berbatang besar sehingga tahan rebah. Keistimewaan lain Nasa 29, tahan penyakit bulai, karat, hawar, dan juga tahan kekeringan. “Potensi hasil bisa mencapai 13,5 ton per hektare jika ditanam pada kondisi tanah yang mendukung,” tutur Kepala Balitsereal, Dr. Muhammad Azrai, S.P., M.P.

Komoditas tanaman pangan lain yang menjadi andalan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) adalah aneka varietas padi yang cocok untuk berbagai kondisi iklim. Salah satunya varietas padi Inpago 8 yang adaptif di daerah yang rawan kekeringan. Meski dibudidayakan pada lahan kering, varietas itu mampu berproduksi hingga 8,1 ton gabah per hektare. Keunggulan lain juga tahan serangan penyakit blas dan nasinya pulen.

Bioflok

Varietas padi Inpari 30 yang tahan rendaman.
Varietas padi Inpari 30 yang tahan rendaman.

Pada sektor perikanan, teknologi budidaya lele dengan teknologi bioflok menjadi perhatian para pengunjung Penas KTNA XV. Pasalnya, lele dibudidayakan pada kolam berbentuk tabung berdiameter 3 m dan kedalaman 1 m. Selama ini masyarakat membudidayakan lele di kolam tanah berbentuk persegi panjang. Yang istimewa, dengan teknologi bioflok peternak lele tidak perlu rutin menguras air sejak tebar benih hingga panen.

Pemberian prebiotik pada pakan dan air kolam membuat kotoran ikan tidak menumpuk dan larut dalam kolam karena terurai oleh bakteri menguntungkan. Air kolam juga digunakan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman sayuran yang ditanam di sekeliling area pameran teknologi bioflok.

Pada pameran yang digelar pada 6—11 Mei 2017 itu yang tak kalah menarik para pengunjung adalah tanaman kurma yang sedang berbuah. Itu koleksi PT Kebun Kurma Lembah Barbatee dari Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Banyak pengunjung yang tertarik karena baru pertama kali melihat pohon kurma yang sedang berbuah di tanahair.

Tanaman kurma yang dipamerkan pada Gelar Teknologi Penas KTNA XV 2017.
Tanaman kurma yang dipamerkan pada Gelar Teknologi Penas KTNA XV 2017.

Harap mafhum, selama ini kurma dikenal hanya tumbuh di negara-negara di kawasan Asia barat. Belakangan Thailand sukses mengebunkan tanaman anggota famili Arecaceae itu. Dalam dua tahun terakhir juga semakin banyak yang menanam kurma di tanahair. Penas KTNA yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo itu pertama kalinya diselenggarakan di provinsi berjuluk Serambi Mekah itu.

“Penunjukkan Provinsi Aceh sebagai tuan rumah Penas tepat sekali. Aceh jarang sekali mendapat kepercayaan sebagai tuan rumah kegiatan berskala nasional,” tutur Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir. Menurut Winarno jumlah peserta Penas KTNA XV kali ini diperkirakan mencapai 35.000 orang. Jumlah itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan Penas 2014 di Kabupaten Malang, Jawa Timur, (11.000 peserta).

Presiden Joko Widodo gembira dapat hadir untuk membuka acara yang berlangsung setiap 3—5 tahun itu. Dalam sambutannya presiden mengimbau agar kita semua menyayangi petani dan nelayan. “Dulu kita sering mendengar nasihat, kalau tidak ada petani yang berkerja keras, kita mau makan apa? Kalau tidak ada nelayan yang bekerja keras, kita mau makan ikan apa?” tutur Jokowi. (Imam Wiguna)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Melalui Edukasi dan Promosi, Komunitas Acteavist Indonesia Aktif Kenalkan Teh ke Generasi Muda

Trubus.id–Komunitas Acteavist Indonesia aktif memperkenalkan teh ke generasi milenial melalui edukasi dan promosi.  Salah satu penggagas Acteavist Indonesia, Cakra...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img