Trubus.id–Peralihan dari musim hujan ke musim kemarau berpotensi meningkatkan produksi bawang merah. Muhamad Mulya pernah mengalami hal itu. Ia memanen 5,5 ton bawang merah segar pada Maret 2022.
Panen itu berasal dari kebun seluas 3.000 m2 (3,3 ton umbi basah) dan lahan 2.000 m2 (2,2 ton umbi basah). Populasi tanaman dari kedua kebun itu 125.000 rumpun. Dengan kata lain setiap 15 kg bawang merah segar berasal dari 1 kg bibit. Sebelumnya dari 1 kg bibit itu ia hanya menuai 10 kg bawang merah.
“Sejak panen terakhir pada Mei 2022, pertumbuhan bawang merah membaik,” ujar Petani bawang merah di Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu.
Pada akhir 2021 Mulya hampir gagal panen, karena cuaca ekstrem berupa hujan es. Ia pun merugi hingga puluhan juta, lantaran hanya memanen 20—40% bawang merah dari dua kebun dengan luasan yang sama itu.
Untungnya produktivitas Allium cepa itu kembali membaik sejak 2022. Ia menduga hal itu karena fenomena peralihan musim hujan ke musim kemarau.
Meski pada 2022 hujan di Desa Bojong tetap ada setelah 2—3 hari tanpa hujan, Mulya mengaku belum menemukan kendala di lahan. “Tidak ada ledakan hama dan penyakit, tetapi petani harus tetap rajin mengontrol tanaman,” ujar Mulya.
Peralihan musim
Peralihan musim hujan ke musim kemarau juga membawa kabar gembira bagi Ujang Margana.
“Kemarau basah tidak membawa hambatan bagi petani bawang merah,” ujar petani di Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, itu.
Menurut Ujang pada Juni 2022 di Mekarmanik, intensitas hujan cukup tinggi. Namun saat Juli dan Agustus, musim kemarau mulai datang dengan intensitas hujan relatif lebih sedikit.
Saat musim hujan serangan yang mendominasi antara lain ulat grayak Spodoptera exigua L dan cendawan Alternaria porii penyebab bercak ungu. Serangan hama dan penyakit itu mencapai 20% saat musim hujan.
Ujang menuturkan dari total 250 hektare (ha) lahan milik anggota kelompok tani, tingkat serangan merusak hampir 10 ha kebun bawang merah. Namun serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) itu tidak membuat petani gagal panen.
“Untuk mengatasinya dengan pemberian nutrisi dan pestisida teratur,” ujar pemasok bawang merah di pasar induk di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
Peneliti Ahli Madya bidang tanah, agroklimatologi dan hidrologi di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si., menuturkan berdasarkan data International Research Institute (IRI) for Climate and Society peluang terjadinya La-Nina berkurang pada Juli—Agustus 2022 itu.
Namun masih berpeluang dominan hingga awal 2023. Potensi peningkatan curah hujan pada akhir Musim Kemarau (MK) 2022 masih ada, itulah yang menyebabkan MK 2022 cenderung lebih basah.
Curah hujan
Akibatnya terdapat potensi peningkatan OPT pada budidaya tanaman hortikultura seperti cabai, bawang merah, dan buah-buahan. Biasanya musim kemarau terjadi pada April—September.
Prediksi curah hujan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang diintetpretasi Tim Katam Balitklimat menggambarkan bahwa curah hujan pada April, Mei, Juni 2022 umumnya memiliki curah hujan dengan intensitas sedang yakni 100—200 mm per bulan dengan sifat hujan Normal.
Sementara sifat hujan Atas Normal umumnya terjadi pada juli, Agustus, September 2022. Petani bawang merah tetap harus waspada terjadinya lonjakan OPT pada fase generatif bawang merah.
Ahmad Riyadlus Sholikin dan Didik Haryono dari Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya dalam Jurnal Produksi Tanaman menjelaskan kondisi iklim yang dinamis berpengaruh pada budidaya bawang merah.
Curah hujan yang terlalu tinggi menjadi penyebab bawang merah terkena serangan penyakit seperti layu fusarium.
Hasil riset Ahmad dan Didik di Kecamatan Badas, Kecamatan Sukomoro dan Kecamatan Junrejo menunjukkan intensitas curah hujan dan hari hujan tidak berpengaruh terhadap produktivitas bawang merah.
Namun, bulan kering berpengaruh terhadap produktivitas bawang merah pada periode II 2013— 2017. Unsur bulan kering itu memberikan korelasi yang positif terhadap produktivitas bawang merah.
Artinya jika terjadi penambahan jumlah bulan kering berpotensi meningkatkan produktivitas bawang merah.
Linda Tri Wira Astuti dan rekan dari Institut Pertanian Bogor pada Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA) menyebut produksi bawang merah cenderung lebih tinggi pada musim kemarau daripada musim hujan.
Sifat bawang merah sebagai tanaman umbi-umbian itu rentan membusuk pada kondisi curah hujan tinggi. Meski demikian, tetap membutuhkan ketersediaan air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan bawang merah.
Kekurangan air dapat menyebabkan tanaman menjadi kering dan pertumbuhannya terhambat.