
Dekopon menjadi bekal Irwan Margono menghadapai masa pensiun.
Pensiun masa istirahat dari kesibukan pekerjaan? Itu tidak berlaku bagi Ir Irwan Margono MSc. Ketika masa pensiun tiba, Irwan justru sibuk mengurus kebun jeruk dekopon di Desa Lebakmuncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Pensiunan dini dosen Universitas Indonesia itu berdomisili di Bekasi, Jawa Barat. Artinya pria berusia 51 tahun itu harus menempuh jarak lebih dari 100 km menuju kebun.
Dengan adanya kebun, praktis kesibukan Irwan bertambah. Selain masih aktif sebagai dosen tidak tetap di President University, ia juga harus mengurus kebun. Baik itu hanya sekadar memantau kondisi tanaman, panen, atau meramu pupuk. Dalam sebulan, minimal sekali Irwan mengunjungi kebun.

Mantap dekopon
Kebun Irwan tergolong istimewa dibanding kebun-kebun lain di sekelilingnya yang menjadi lokasi budidaya kubis, daun bawang, dan stroberi. Ayah tiga anak itu menanami jeruk dekopon. Dari jarak 100 meter sudah terlihat buah jeruk yang menguning. Pemandangan itu sangat menarik. Sebab, kebun berketinggian lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut itu di sekitarnya didominasi warna hijau.
Semakin mendekat penampilan pohon semakin istimewa. Maklum, dari satu pohon setinggi 2 meter itu terdapat puluhan dekopon berwarna kuning siap panen. Ukuran buah besar, mencapai 500 gram. Ketika Trubus datang ke sana, sebagian besar buah dekopon berwarna kuning. “Seminggu lagi pas untuk panen,” ujar Irwan. Alumnus Ilmu Komputer, Manchester University, Inggris, itu sengaja memanen ketika buah berwarna kuning jingga secara merata. Dengan begitu kemanisan buah terasa pas.
Selain bobot jumbo, buah dekopon juga tanpa biji. Penampilannya unik, menyerupai buah pir. Di bagian tangkai buah terdapat tonjolan yang khas. Sementara untuk citarasa, “Rasa jeruknya ada, manis dengan sedikit masam,” ujar Irwan. Bahkan, ia bisa dipanen sepanjang tahun karena berbuah susul-menyusul. Lantaran beragam keistimewaannya itu, Irwan menanam jeruk asal Jepang itu pada 2013.
Ketika berlibur bersama keluarga pada 2011, Irwan menginap di sebuah hotel di Lembang, Bandung. Pagi harinya saat hendak mencari kopi di seberang hotel terdapat gerai yang menjual beragam bibit tanaman buah. Pehobi fotografi itu pun tertarik menyambanginya. Di sanalah Irwan pertama kali melihat dekopon. Satu pohon menghasilkan 3—4 buah.

Saat itu masa menjelang Irwan pensiun dari Jurusan Komputer Universitas Indonesia. Menghadapi masa pensiun, Irwan masih gamang untuk menentukan jenis jeruk yang akan ditanam. “Dari dahulu saya memang tertarik dengan jeruk,” ujarnya. Sebelumnya Irwan berencana menanam jeruk soe. Namun, ketika ia menemukan dekopon, Irwan langsung tertarik dan dan berniat mengebunkannya.
Irwan segera memesan bibit dekopon ke Rahmat, penangkar jeruk di Lembang, Jawa Barat. Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah itu menanam 100 bibit jeruk dekopon di lahan 7.000 m2. Bibit hasil perbanyakan grafting setinggi 50 cm. Ia membudidayakan tananam anggoota famili Rutaceae itu berjarak 5 m x 5 m. Total populasi sekitar 200 tanaman.
Tumpangsari
Karena kebanyakan kebun di sebelah Irwan menanam sayuran, banyak yang meragukan keberhasilan Irwan. “Mana bisa jeruk ditanam di sini,” ujarnya menirukan salah satu rekan. Irwan berkeyakinan, dengan budidaya yang baik pasti dekopon mampu berproduksi maksimal.
Budidaya yang baik itu diaplikasikan dalam bentuk pemberian nutrisi secara fertigasi dan penggunaan pupuk racikan sendiri. “Menanam apa pun asal nutrisi terpenuhi pasti tanaman tumbuh baik,” ujarnya. Meski Irwan tidak memiliki latar belakang di bidang pertanian, ia rajin membaca literatur. Itu menjadikannya bekal ilmu untuk berkebun.
Kebun seluas 7.000 m2 itu Irwan gunakan untuk menanam dekopon secara tumpangsari dengan daun bawang dan stroberi. Sebab, semula kebun itu memang ditanami dua komoditas itu. Sosok kedua tanaman itu pendek, sehingga tidak menghalangi sinar matahari untuk dekopon. Dari jumlah 200 pohon itu, “Sebanyak 80 pohon siap panen,” kata Irwan. Ke-80 pohon itu memang hasil penanaman lebih awal, setahun sebelum penanaman bibit lainnya.

Menurut Irwan dekopon siap panen komersial pada umur 4 tahun. Pada tahun itu, produktivitas mencapai 25 ton per ha. Satu pohon bisa menghasilkan 40—80 kg. Bagi Irwan menanam dekopon menjanjikan. Itu terlihat dari harga jualnya yang rata-rata mencapai Rp65.000 per kilogram. Harga itu paling tinggi untuk jeruk. Bandingkan dengan jeruk soe, harganya hanya Rp25.000 per kilogram.
Seharusnya Irwan panen dekopon untuk ketiga kalinya. Sayangnya, ini menjadi panen raya perdana baginya. Sebab, panen sebelumnya banyak dicuri orang. Irwan berencana melepas dekopon ke pasar swalayan tahun depan. Dengan harapan harga jualnya lebih tinggi dari Rp75.000, berisi 3 buah per kilogram. Meski belum memasok ke pasar swalayan, Irwan bisa menjual ke rekan-rekannya. Panen sebelumnya ia menjual 200 kg permintaan dari rekan-rekannya. Dengan harga jual Rp65.000 per kg, omzetnya Rp13-juta.
Lantaran pasar yang menjanjikan itulah Irwan berencana menanami kebunnya secara keseluruhan dengan dekopon. “Kalau ada lahan kosong ingin saya tanami dekopon lagi,” katanya. Keberhasilan Irwan dalam membudidayakan dekopon mengundang perhatian Bupati Bandung untuk menanami dekopon. Sebab, Bupati Bandung ingin menjadikan daerahnya sebagai sentra jeruk. Dengan begitu, sangat tepat menanam dekopon sebagai bekal di masa pensiun. (Desi Sayyidati Rahimah)