Kisah fiktif populer itu agak mirip dengan itoh, varietas lengkeng yang kini banyak diburu orang. Ciriciri itoh diduga sama dengan e daw yang banyak ditanam di Thailand. “Itulah itoh,” kata Baharuddin, penangkar senior di Kalimantan Barat saat ditanya kemiripan itoh dengan e daw (baca ido, red), “Hanya logat yang beda,” lanjutnya.
Itoh dipercaya sebagai varietas terbaik saat ini dibandingkan pingpong dan diamond river. Buktinya, di tempat Baharuddin, diamond river hanya dibandrol Rp50.000/bibit setinggi 50—60 cm. Sementara itoh, dengan ukuran sama, Rp300.000/batang.
Nama itoh mulai populer ketika Trubus merilis pernyataan Stevenson Chia dari TG Nursery di Kuching. Ia menyatakan, itoh varietas terbaru yang lebih baik daripada diamond river dan pingpong. Itu hasil silangan penangkar di Kuching (Trubus edisi Mei 2004)
Untuk melacak pernyataan itu, pada Mei Trubus berkunjung ke Thailand. Di Amphur Klaeng, Rayong, tepatnya di kebun Kiattisak seluas 160 ha, terlihat deretan lengkeng berbuah lebat. Saking sarat buah, cabang-cabang terpaksa ditopang bambu agar tidak patah. Yang menarik, bentuk daunnya ternyata menjuntai ke bawah dan bergelombang.
Itu ciri utama itoh, sebagaimana dilihat oleh Trubus dan dinyatakan oleh Stevenson Chia di Kuching. Sayang, buahnya tak dapat dibandingkan lantaran saat ke Kuching pohon induknya tidak berbuah. Sedangkan di Indonesia belum ditemukan varietas itoh yang sudah berbuah.
Keunggulan e daw
Trubus mencatat, minimal ada 8 varietas lengkeng yang ditanam di Thailand, tapi yang diunggulkan hanya 3: si chompu, biew kiew, dan e daw. Yang paling banyak ditanam ialah e daw. Menurut Sainarong Rasananda, ahli lengkeng Thailand dalam milisnya di RFN (rare fruit news online), ada beberapa penyebab e daw mendominasi kebun di Thailand.
Kebanyakan varietas lengkeng Thailand berbuah 2 kali setahun. Namun, e daw berbuah hampir sepanjang tahun. Itu tercermin dari nama yang disandangnya. E berarti awalan; daw, cahaya. Dalam dialek lokal Thailand, cahaya mengandung arti mudah berbuah. Itu yang membuatnya lebih menguntungkan untuk dikebunkan. Masa panennya pun mendahului varietas lain.
Bentuk buah e daw besar, rasa manisnya masih bisa diterima konsumen, dan bagus sekali untuk dikalengkan atau dikeringkan. Berdasarkan hasil penelitian, kulit buah e daw paling tebal. Itu berarti daya tahan lama. Ia juga tidak mudah rusak selama perjalanan. Selain itu, bunga e daw paling lebat. Sosok pohonnya juga paling kokoh. Ia mudah tumbuh dan gampang dirawat. Hampir tidak ada hama dan penyakit yang menyerang e daw.
E daw di pasar swalayan
Menurut Sainarong Rasananda, e daw termasuk kelompok lengkeng subtropis. Semula ia banyak ditanam di Chiangmai, kemudian “turun” ke dataran rendah seperti Samut Songkhram dan Rayong. Di dataran rendah, pembungaannya dibantu dengan penyiraman 1—2% kalium klorida. Artinya, 10—20 gram KCl dimasukkan ke dalam 1 liter air dan disiramkan ke tanah di bawah tajuk.
Di Indonesia belum ditemukan e daw yang berbuah. Namun, buah itoh alias e daw sebenarnya sudah akrab di sini. Sebab, hampir pasti lengkeng bangkok yang banyak dijajakan di kaki lima, pasar tradisional, dan pasar swalayan varietas e daw.
Lengkeng bangkok yang ada di sini bukan varietas si chompu. Salah satu unggulan Thailand itu warna daging buahnya pink dengan biji kecil. Di sini belum pernah ditemukan lengkeng berdaging pink. Biew kiew daging buahnya putih. Kulitnya cokelat mirip e daw. Namun, produktivitasnya rendah, sehingga jarang ditanam pekebun di Thailand.
Sementara berdasarkan catatan Departemen Pertanian Thailand, 3/4 lengkeng yang ditanam di Thailand adalah e daw. Hasil panennya kebanyakan diekspor. Nah, kalau sekarang mencicipi itoh produksi dalam negeri masih sebatas impian, belilah e daw yang banyak dijual di pasar swalayan. (Onny Untung)