World Aquaculture merupakan forum di bawah World Aquaculture Society (WAS), suatu lembaga akuakultur internasional yang beranggotakan 2.500 orang di 91 negara. Dengan kemajemukan itu WAS menjadi lembaga yang berkompeten dalam pertukaran informasi, teknologi, dan perkembangan akuakultur dunia. Laju pertumbuhan akuakultur dunia memang menunjukkan angka yang menggembirakan. Mencapai 11% per tahun, lebih cepat dibanding sektor lain. Meski demikian tetap belum seimbang dengan laju peningkatan populasi penduduk. Alhasil kebutuhan dunia belum bisa terpenuhi. Karena itu kesempatan masih terbuka lebar.
Alih teknologi
Ditanah airsektor akuakulturmenunjukkan perkembangan menggembirakan. Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia dalam hal produksi perikanan. Cina masih menjadi negara nomor wahid di sektor ini. Namun, khusus untuk produksi udang, kita hanya kalah oleh Th ailand. Kendala yang dihadapi masih berkutat seputar kesehatan lingkungan dan teknologi. Karena itu dengan menjadi tuan rumah WA banyak peluang yang bisa diraih. Wahana alih teknologi dan ilmu pengetahuan utamanya.
Manfaat lain perhatian dunia akan terfokus pada Indonesia, sehingga mendorong business interest terhadap negara kita. WA juga menjadi ajang promosi dan pemasaran komoditas unggul lokal seperti udang, kerapu, nila, rumput laut, mutiara, tuna, serta komoditas lain.
Sebenarnya bukan hanya sektor perikanan yang memetik keuntungan. Dengan ambil bagian dalam kepanitiaan lokal, WA bisa digunakan sebagai sarana latihan bagi asosiasi dan SDM Indonesia dalam penyelenggaraan kegiatan yang bersifat internasional. Untuk pelaksanaannya, Departemen Kelautan dan Perikanan menggandeng Masyarakat Perikanan Indonesia, Masyarakat Akuakultur Indonesia dan asosiasi-asosiasi perikanan lain. Imbas lain adalah munculnya gairah positif dalam industri pariwisata dan sektor yang terkait seperti penerbangan, kerajinan dan souvenir, hotel, serta restoran, karena pasti forum internasional ini dihadiri banyak peserta dari negara lain.
Ajang promosi
Ada beberapa agenda dalam WA 2005. Konferensi, pameran internasional, dan tour ke lembaga riset perikanan. Konferensi akan menjadi ajang pertemuan bai pembudidaya ikan, pemasok peralatan, para pakar dan pendidik, serta aparat pemerintah. Mereka akan berdiskusi seputar perkembangan mutakhir di bidang teknik budidaya, nutrisi, dan pakan. Selain itu masih ada informasi terkini tentang isu kualitas lingkungan, keamanan pangan, dan solusi produksi yang lebih efi sien. Bahkan pelaku budidaya udang di Indonesia dimanjakan dengan seminar khusus udang dalam sesi Bahasa Indonesia.
Diperkirakan akan berkumpul 3.000 peserta dari berbagai negara. Tentu kesempatan itu menjadi ajang promosi yang sangat bagus. Bagi penggemar dan pengusaha ikan hias akan disajikan pameran ikan hias international “Th e 3rd Indonesian International Ornamental Fish and Accessories Expo 2005” (Indofi sh 2005). Indofi sh merupakan salah satu pameran ikan hias terbesar di dunia yang menggelar, akan lebih dari 300 jenis ikan hias air tawar maupun air laut.
Untuk menyelenggarakan acara sebesar ini, dibutuhkan dana tak kurang dari US$800 ribu, 25% di antaranya ditanggung oleh pemerintah Indonesia. Sisanya dari hasil registrasi dan sponsorship. Untuk mendorong perkembangan akuakultur Indonesia, peserta dari dalam negeri diberi kelonggaran khusus. Jika peserta asing harus membayar hingga US$345, maka peserta lokal hanya ditarik bayaran kurang dari 1/3-nya, atau sekitar US$100. Bahkan untuk seminar udang dalam bahasa Indonesia hanya dipungut biaya Rp250.000 per orang untuk peserta lokal. Dengan pembicara pakar dan praktisi udang dari berbagai negara tentu banyak manfaat yang bisa diambil. Dengan cara ini diharapkan banyak pelaku dan praktisi budidaya perikanan yang tertarik ikut serta.
Secara khusus WA 2005 mengusung tema “International Peace and Development through Aquaculture.” Bukan tanpa sebab jika tema ini yang dipilih. Walaupun sudah tersohor sebagai negara bahari dan wisata, tetapi belakangan ini negara kita selalu menjadi sasaran travel warning. Guncangan bom Bali tak urung memunculkan kekhawatiran tersendiri. Bahkan, sempat berkembang isu pemindahan lokasi WA. Namun, akhirnya bangsa kita tetap dipercaya. WA diharapkan menjadi salah satu jembatan untuk mengembalikan kepercayaan dunia international. (Dr Ir M Fatuchri Sukadi, MS, direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan RI)