Saat dikupas, tampak daging berwarna jingga mencolok. Bila buah dibelah melintang terlihat 10-13 septa yang juicy dihiasi 1-2 biji. Saat mencicipi rasakan kesegaran yang tak ada bandingnya.
Dengan kelebihan itu pantas jika siem wangon pernah melanglangbuana hingga keluar Banyumas, bahkan Jawa Tengah. Di 1970-an siem wangon sempat meraja di pasar-pasar Jakarta hingga ke pelosok daerah, berdampingan dengan jeruk medan dan jeruk pontianak. Di Banyumas, siem wangon menjadi primadona hingga kini, ujar Buapati Banyumas H.M. Aris Setijono SH. SIP.
Popularitas siem wangon sempat teredam lantaran gempuran virus CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) yang mengganas pada 1980-an. Itulah titik balik turunnya kejayaan siem wangon. Saat itu ratusan pohon jeruk siem yang menjadi sumber utama periuk nasi alias pendapatan pekebun di Wangon disinggahi ribuan kutu loncat pembawa virus Bactrocera dorsalis. Akibatnya daun dan tunas-tunas muda menjadi keriting, lambat laun kering dan tak mempersembahkan sebutir buah pun untuk dipanen.
Pekebun tak punya pilihan selain membakar seluruh pohon jeruk demi menyelamatkan pohon yang belum terinfeksi. Trauma berkepanjangan membuat pekebun urung menanam jeruk di lahannya hingga lebih dari 1 dasawarsa. Walhasil, kenangan Wangon sebagai sentra siem terbesar di Banyumas pun ditutup. Sejak itulah nama jeruk siem wangon kian asing di telinga penggemar buah.
Bangkit lagi
Jeruk siem wangon telah ada sejak ratusan tahun silam di seputaran Wangon. Pohon induk telah lama mati, tapi terusmenerus memunculkan anakan layaknya regenerasi yang tak putus-putus. Bila menatap pohon jeruk dewasa sempatkan sekali-kali untuk menengok di sekitar tanaman; pucuk-pucuk tanaman muda ukuran 5-10 cm tampak menyemi ibarat jamur di musim penghujan.
Kabarnya ia pernah menjadi persembahan rakyat Wangon yang dahulu termasuk dalam wilayah Kadipaten Wirasaba untuk raja-rajanya. Raja Pajang, raja Demak, dan raja Mataram yang berturut-turut menguasai Kadipaten Wirasaba, pernah merasakan manisnya siem kebanggaan rakyat Wangon itu. Ia pun pernah menjadi simbol kota Kecamatan Wangon lantaran sanggup mengantarkan daerah yang lambat berkembang itu menjadi kondang di seantero Banyumas.
Berupaya membuka kembali cerita kejayaan jeruk siem, Sarpin menyemaikan beberapa anakan siem wangon yang terselamatkan dari bencana huang lung bin-sebutan CVPD di Cina. Pekebun jeruk di Karangtawang, Banteran, Wangon, Banyumas, itu menggalang pekebun lain untuk menanam jeruk kembali. Di bawah bimbingan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Banyumas, ia membentuk Kelompok Tani Sri Laksana yang mengkhususkan diri pada produksi jeruk.
Itu semata-mata, Karena saya sangat merindukan jeruk siem yang dulu pernah ada di sini, ungkap pria kelahiran 55 tahun silam itu. Akhirnya sejak akhir 2002, lebih dari 8.740 pohon jeruk tertanam di lahan seluas 10,5 ha. Dinas memberikan bantuan bibit yang disebarkan ke pekebun di wilayah Wangon, ujar Ery Prahasto.
Penanaman besar-besaran pun melibatkan seluruh warga Desa Banteran yang pernah menjadi pekebun jeruk. Lahan bekas penanaman jeruk di era 1980-an yang sempat tertidur, layaknya dibangunkan kembali. Tanah podsolik komplek yang semula ditumbuhi ilalang hingga menyemak disulap menjadi kebun jeruk seperti lima belas tahun lampau.
Dukungan dari PEMDA setempat makin menyulut semangat para pekebun. Pemerintah merencanakan Wangon sebagai sentra jeruk di Banyumas, ujar Bupati Banyumas. Terpaut tiga tahun setelahnya, kini sebanyak 4.640 pohon di lahan 6,5 ha mulai berbuah. Rasa haru pun terbit, Seperti menyaksikan kejayaan siem wangon di masa lalu, tutur Sarpin. Musim raya yang jatuh Maret-Agustus menjadi ajang mengasyikan untuk menuai siem wangon yang telah lama dirindukan.
Produktif
Di Banteran, Wangon, Banyumas, siem kini mulai mudah ditemukan di kebun-kebun penduduk. Jeruk ditanam dengan jarak 4 m x 4 m. Dengan begitu saat tanaman berumur lebih dari 8 tahun, tajuknya yang berbentuk payung tak bakal saling bersinggungan, ujar Sarpin.
Dengan bibit asal okulasi tanaman mulai berbuah pada umur 2,5-3 tahun. Produksinya pun relatif tinggi. Pada umur 3 tahun mencapai 10-14 kg per pohon. Seiring bertambah umur, siem wangon tua-tua keladi alias makin menjadi. Pada umur produktif 6-9 tahun, bisa dituai 750-900 buah yang setara dengan 90-200 kg per pohon. Produksi bisa mencapai titik yang lebih tinggi bila perawatan yang diberikan lebih intensif.
Pantas saat musim raya tiba pemandangan tajuk-tajuk siem yang keberatan digelayuti puluhan buah menjadi hal lumrah di kebun-kebun. Di luar panen raya, setiap saat buah dalam jumlah terbatas terus bermunculan. Buah relatif tahan simpan. Asal diletakkan di dalam wadah berlapis potongan kertas, kualitas bakal tetap terjaga selama 8-10 hari setelah petik. Transportasi jarak jauh pun tak jadi masalah.
Gemerincing rupiah
Bila panen raya tiba, manisnya siem wangon semanis madu bagi pekebun di seputaran Wangon. Sarpin yang membudidayakan 1.000 pohon di Karangtawang menangguk puluhan juta rupiah, hadiah dari pohonnya. Maklum seribu pohon yang ditanam pada panen perdana menghasilkan 14 ton. Harga jeruk per kg berkisar Rp4.000-Rp5.000. Belum lagi pendapatan dari produksi bibit. Bila musim panen usai, Sarpin menyibukkan diri membuat bibit jeruk siem dari setek batang maupun cangkok. Sebab permintaan bibit tidak kalah banyak dibanding buahnya. Hal serupa juga dialami pekebun lain.
Produksi diperkirakan bakal terus meningkat. Pasalnya, pekebun di Wangon telah dibekali pengetahuan perihal pengendalian CVPD. Kami merekomendasikan pekebun untuk menggunakan metode penyaputan atau pengolesan batang menggunakan insektisida bahan aktif imidakloprid seperti Winder 25WP dan Winder 100EC, bila terjadi serangan CVPD, ungkap Ery Prahasto.
Selain itu penggunaan bibit jeruk mesti dipastikan bebas penyakit. Penyuluhan meliputi pengendalian serangga penular CVPD Bactrocera dorsalis secara cermat, melakukan sanitasi kebun secara konsisten, dan memelihara tanaman secara optimal, rutin dilakukan. Dinas juga melakukan koordinasi dan pemantauan langsung penerapan teknologi pengelolaan kebun di Wangon.
Gayung pun bersambut, pekebun menyambut jeruk siem wangon sebagai harapan baru yang sanggup mengepulkan periuk nasi mereka. Kabar baik buat mania buah di nusantara. Nirwana jeruk yang sempat tertidur itu, kini terbangun kembali. (Hanni Sofia)
Trubus 435 – Februari 2006/XXXVII