Trubus.id — Pemerintah getol mengembangkan ribuan kampung buah pada 2021—2022. Harapannya buah Nusantara merajai pasar dalam dan luar negeri.
Siapa bilang buah impor menguasai pasar Indonesia? “Justru buah-buahan lokal Nusantara yang merajai pasar-pasar kita,” kata Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan), Dr. Ir. Prihasto Setyanto, M.Sc. Buktinya 6.265 ton buah-buahan lokal masuk ke Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, pada pekan pertama Agustus 2021. Sementara jumlah pasokan buah lokal pada pekan ke-4 Juli mencapai 7.828 ton. Bandingkan dengan jumlah buah impor yang hanya 179 ton pada pekan pertama Agustus dan 220 ton pada pekan ke-4 Juli.
Prihasto menyampaikan hal itu dalam acara Webinar Series Gelar buah Nusantara (GBN) pada Agustus 2021. Buah-buahan lokal yang masuk ke pasar induk meliputi jeruk, semangka, mangga, melon, avokad, pepaya, salak, dan nanas. Pir, apel, jeruk, lengkeng, anggur, dan leci beberapa buah impor yang masuk ke pasar induk. Meski begitu ekspor buah Indonesia masih kalah dengan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Mengapa ekspor buah lokal kita kalah dengan negeri tetangga?
Kampung buah
Bukan faktor iklim atau luas lahan, tetapi konsep pertanian yang harus berubah. Buah produksi Thailand dan Vietnam berjaya di pasar global karena pengembangan buah kedua negara itu terkonsentrasi dalam satu kawasan. Hal itu memudahkan akses pasar. Sementara di Indonesia kebun buah menyebar luas. Dampaknya pelaku ekspor mesti datang ke desa berbeda untuk memenuhi permintaan pasar mancanegara. Hasil produksi buah yang kebunnya tersebar itu pun tidak banyak.
Padahal potensi ekspor buah-buahan dalam negeri relatif besar. “Ekspor pisang masih bisa ditingkatkan hingga 37 kali lipat, manggis tiga kali lipat, mangga 1.064 kali lipat, durian 729 kali lipat, salak 106 kali lipat, jeruk 486 kali lipat, dan nanas 22 kali lipat,” kata Prihasto. Negara tujuan ekspor buah-buahan lokal antara lain Tiongkok, Perancis, Arab Saudi, Jepang, dan Australia. Oleh karena itu, kebijakan dan strategi Kementan pada 2021—2024 yaitu pengembangan kampung buah.
Lebih lanjut Prihasto menuturkan, luas kampung buah 10 hektare (ha) di setiap desa. Pemerintah menyediakan bantuan berupa benih, sarana produksi (saprodi), pengendali organisme penganggu tanaman ramah lingkungan, serta sarana dan prasarana pascapanen termasuk pengolahan. Terdapat 890 kampung buah pada 2021. Rinciannya, “Ada 56 kampung pisang, 141 kampung lengkeng, 65 kampung mangga, 181 kampung avokad, 33 kampung manggis, 64 kampung jeruk, 273 kampung durian, dan 113 kampung buah lainnya,” kata Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah, periode 2016—2017 itu.
Targetnya ada 1.005 kampung buah pada 2022. Total jenderal ada 1900 kampung buah pada 2021—2022. Kampung-kampung itu mendapatkan nomor registrasi agar pengembangannya bisa dipantau. Menurut Direktur Jenderal Penataan Agrarian, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Dr. Andi Tenrisau S.H., M.Hum., optimalisasi ketersediaan lahan diperlukan untuk pengembangan buah Nusantara.
“Data Badan Pusat Statistika (BPS), menunjukkan produksi buah nasional mencapai 24,87 juta ton pada 2020. Jumlah itu mestinya memenuhi kebutuhan konsumsi buah nasional. Namun, kita juga mengimpor 638.556,3 ton buah dengan nilai sekitar US$1,271 miliar pada 2020,” kata Andi. Setiap provinsi dan kabupaten atau kota mesti menyusun sistem penataan agraria yang berkelanjutan. Hal itu untuk mendukung penyediaan tanah untuk pengembangan buah Nusantara.

Asuransi
Optimalisasi ketersediaan lahan bisa dengan pengadaan tanah secara langsung, jual beli, hibah, dan melalui badan lembaga bank tanah. Diperlukan juga optimalisasi reformasi agraria. Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Dr. Aviliani, mengatakan, program kampung buah itu bagus sekali. “Tidak hanya mengembangkan buah segar, tetapi juga pengolahan yang bagus. Jadi, kampung buah bisa produktif dari hulu hingga hilir,” ujar doktor manajemen bisnis, alumnus Institut Pertanian Bogor, itu.
Progam kampung buah berpotensi besar untuk memberdayakan masyarakat dalam peningkatan pendapatan dan mengurangi kemiskinan. “Tinggal diimplementasikan saja,” tutur Aviliani. Ia juga mengatakan, pemerintah perlu memberikan bantuan berupa asuransi kepada petani di kampung buah. Khususnya ketika petani gagal panen. Harap mafhum, pertanian masih dinilai sektor yang berisiko tinggi (high risk) oleh bank. Nah, harus ditemukan cara-cara agar menjadi sektor berisiko rendah (low risk).
Agribisnis buah Nusantara memerlukan strategi untuk menghadapai tantangan di masa depan. “Kita harus menempatkan permintaan pasar dan kebutuhan konsumen sebagai prioritas,” kata Prihasto Setyanto, Aspek-aspek pemenuhan antara lain mutu, harga, kemudahan konsumsi, standardisasi, sertifikasi, dan keamanan pangan. Pelaku agribisnis wajib memenuhi semua aspek itu agar buah Nusantara berdaulat di dalam negeri dan pasar internasional. (Bondan Setyawan/Peliput: Nadya Muliandari)