Kara Pedang Cari Peluang

TRUBUS — Para petani mulai menanam kembali kara pedang alternatif kedelai.

Sukesti Nuswantari rutin menjual 1.000 kemasan kara pedang berbobot 70 g seharga Rp10.000/ bungkus setiap bulan. Ada juga kara pedang kemasan 1 kg yang dibanderol Rp50.000.
Penjualan kemasan 1 kg mencapai 8 kuintal per bulan. Total jenderal Sukesti mendapatkan omzet bulanan Rp15 juta dari perniagaan keripik kara pedang yang disebut kacang kara pedang (cokordang).

Potensi besar

Tumpangsari kara pedang dengan pepaya dan pisang.

Fasilitator dan penggerak kara pedang asal Desa Singodutan, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, itu bekerja sama dengan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Wonogiri untuk memproduksi ragam olahan kara pedang seperti cokordang. Ia memasarkan cokordang secara daring melalui media sosial dan lokapasar. Konsumen berasal dari berbagai
daerah seperti, Ponorogo, Jawa Timur, Jakarta, Bekasi (Jawa Barat), dan Yogyakarta,.

Potensi besar

Pasokan kara pedang berasal dari kebun Sukesti sendiri dan petani mitra. Kebun kara pedang Sukesti mencapai 25 ha yang tersebar di Wonogiri dan Gunung Kidul. “Saat ini petani kara pedang berada pada tahap pencarian pasar,” kata perempuan asal Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
itu.

Selain Sukesti, pekebun kara pedang lainnya yaitu Jumroni yang memiliki 120 petani binaan dengan luas lahan mencapai 100 hektare di Kabupaten Tanggamus, Lampung. Kepemilikan lahan masing-masing petani binaan beragam mulai dari 2.500 m2—2 hektare. Ia tertarik mengembangkan kara pedang lantaran berpotensi sebagai bahan baku tempe, susu, campuran abon, dan tepung.

Tanaman itu juga berperan sebagai tanaman sela di kebun pepaya, jagung, pisang, dan singkong. “Budidaya kara pedang mudah dan tanpa perlakuan khusus. Tergolong tanaman yang mudah beradaptasi,” kata petani kara pedang asal Desa Kayuhubi, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, itu. Kara pedang bisa tumbuh di lokasi berketinggian tempat 1.800 meter di atas permukaan laut (m dpl). Pertumbuhan optimal di kebun berelevasi 400—800 m dpl. Masa budidaya 4—5 bulan. Salah satu kelebihan kara pedang yaitu sangat jarang diganggu hama serta pemangsa kacang-kacangan seperti monyet. Potensi panen 2018. Saat itu ia menanam 15 biji kacang kara di pekarangan. Setelah dipanen, Agus membuat tempe berbahan polong tanaman angota keluarga Fabaceae itu. Ia mengajak masyarakat untuk memanfaatkan potensi pangan lokal agar tidak bergantung pada impor kedelai yang terus meningkat.

Pengembangan

Polong kara pedang siap panen. (Jumroni)

Usaha yang tengah dilakukan asosiasi membentuk koperasi sebagai wadah pergerakan bagi para petani kara pedang. Koperasi itu berperan membuat harga kara pedang stabil dan membuka pasar baru. Asosiasi Kara Pedang Nasional memperjuangkan dan mengadvokasi pemerintah dan masyarakat untuk mengajak produsen tempe beralih menggunakan kara pedang.

Selain itu, asosiasi bekerja sama dengan balai penelitian untuk menciptakan benih kara pedang unggul. Selain itu asosiasi juga pun mempelajari teknik menanam kara pedang dengan cara modern secara ilmiah dan komersial. Jumroni mengatakan, warna polong putih bak susu dan mulus tanpa bercak merupakan ciri fisik kacang kara. Polong yang besar dan panjang hingga mencapai 30 cm menjadi alasan dinamakan kara pedang.

mencapai 4—5 ton per hektare sehingga petani mendapatkan omzet Rp 40 juta jika harga kara pedang Rp 5.000 per kg. Ketua Asosiasi Kara Pedang Nasional, Agus Somamihardja, mengatakan kara pedang berpotensi sebagai alternatif kedelai yang harganya melonjak 50% pada awal 2021.

Canavalia ensiformis salah satu jenis kacang yang potensial sebagai bahan baku tempe. Agus mengenal kara pedang pada Pengembangkan kara pedang bukan tanpa aral. Menurut Jumroni hasil panen kara masih aterkendala pasar. Minimnya pengepul dan sedikitnya ragam olahan berbahan kara pedang membuat
petani kebingungan setiap panen. Semoga kehadiran cokordang dan olahan lain mendorong para pemangku kepentingan untuk mengembangkan kara pedang lebih maksimal. (Nadya Muliandari)