Setiap tanaman minimal terdiri dari 20 daun. Akar seukuran tali tambang menyembul ke permukaan pot tanda tanaman tua. Maklum, sudah 7 tahun anthurium itu dikoleksi hobiis di Kebunjeruk, Jakarta Barat.
Kekaguman seakan tidak ada habisnya menyaksikan anthurium keris—sebutan populer renaissance di Indonesia—superjumbo itu. Begitu memasuki kebun, tubuh bak tertelan ratusan daun berbentuk lanset. Tajuk tanaman melebar dengan diameter 1,5 m membuat kebun lebih menyerupai hutan. Tanaman ditata berbaris rapi dengan jarak 1,5 m x 1,5 m.
Meski padat, tetapi kebun tetap terlihat rapi dan asri. Tidak tampak rumput liar atau gulma yang tumbuh di sekitar pot. Hobiis yang pemilik salah satu restoran terkenal di Jakarta itu menaburkan sekam untuk menutupi permukaan tanah. Agar daun terlindung dari sinar matahari berlebih dibentangkan jaring penaung di atas tanaman. Dengan begitu penampilan daun selalu mulus.
350 pohon
“Jarang ada anthurium keris sebesar dan seprima itu,” komentar beberapa praktisi tanaman hias yang berkunjung ke sana. Lazimnya begitu tanaman setinggi 2 m, pertumbuhannya melambat. Anthurium koleksi pria yang mahir meracik bumbu masakan itu terurus dengan baik. Untuk memudahkan pengawasan, setiap tanaman diberi nomor.
Ayah 3 anak itu memang mania anthurium keris. Sosoknya yang prima membuat hobiis merpati balap itu kepincut keindahan daun bergelombang, tegak lurus, dan tebal itu. Tanpa pikir panjang 350 anthurium keris setinggi 60—100 cm seharga Rp175.000/tanaman diboyong dari Rawabelong, Jakarta Selatan.
Dengan perawatan intensif selama 7 tahun tanaman tumbuh meraksasa dan cantik. Pada saat pameran Flora dan Fauna 2003 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, ia sengaja memajang anthuriumnya di salah satu kios. Tak disangka 25 tanaman setinggi 2 m laku terjual dengan harga masing-masing Rp3-juta.
Kini yang tersisa di kebun tinggal 300 pot. Si juru masak itu enggan melepas lagi tanaman kesayangannya. Baginya anthurium menjadi pelepas stres dan penat setelah seharian berkutat di dapur restoran meracik bumbu. Biasanya sepulang dari restoran pukul 16.00 ia langsung menuju kebun. Di sana pria setengah baya itu menikmati helai demi helai daun. Pot nomor 87 dan 89 menjadi kesayangannya. Pasalnya, ukuran paling besar dan terkesan “gagah”.
Pot permanen
Perawatan anthurium keris relatif gampang. Pertumbuhannya cepat dan sangat adaptif. “Yang penting jangan terlambat mengganti media dan pot,” ujar Nasir sang perawat kebun. Banyak anthurium tumbuh kerdil karena telat mengganti pot. Ukuran pot yang tidak sesuai dengan ukuran tanaman membuat pertumbuhan akar terhambat. Penggantian pot biasanya dibarengi dengan penambahan media.
Nasir menggunakan campuran sekam dan pupuk kandang asal kotoran kambing dengan perbandingan 3:2. Setelah itu dilanjutkan pemupukan rutin setiap 3 bulan dengan pupuk lambat urai. Selain itu, agar daun tumbuh subur dan tebal disemprotkan pupuk daun ke permukaan daun. Aplikasi sebulan sekali. Frekuensi dan dosis ditingkatkan sesuai dengan bertambahnya ukuran tanaman.
Ukuran tanaman yang terus membesar membuat Nasir kesulitan mencari pot yang sesuai. Itu terlihat dari akar yang menyembul dari pot. Agar air dan pupuk yang diberikan tidak terbuang Nasir membungkus setiap drum dengan plastik. Rencananya drum itu akan diganti dengan pot permanen berbahan batako. Alasannya, pot itu lebih besar dan kokoh sehingga rutinitas mengganti pot bisa berkurang.
Saat ini sejumlah 50 tanaman “dikorbankan” untuk menjadi indukan dan telah diperbanyak. Tempat penampungan seluas 1.500 m2 sudah disiapkan di Kelapadua, Jakarta Pusat.
Tak hanya anthurium yang jadi penghuni kebun itu. Anak kelima dari 9 bersaudara itu juga mengoleksi philodendron, euphorbia, dan pandan bali. Sama seperti anthurium, semua dalam jumlah massal. Euphorbia misalnya, ia hanya mengoleksi euphorbia somonas tapi jumlahnya sebanyak 200 pot. Pun philodendron jenis green cardinal, sebanyak 200 pot. “Saya ngga mau tanggung-tanggung kalau mengumpulkan tanaman,” ujar sang empunya. (Bertha Hapsari)