Monday, February 17, 2025

Kelebihan dari Pembangunan Outlet Pentokolan untuk Udang Windu

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, melakukan pengembangan outlet pentokolan untuk udang windu. 

Sejak 2022, BBPBAP Jepara telah membangun outlet pentokolan di kawasan budidaya udang windu. Hingga saat ini setidaknya terdapat sebanyak 5 outlet pentokolan, antara lain di Kabupaten Brebes, Sidoarjo, Gresik, Kalimantan Barat, dan Kota Tarakan.

Keberadaan outlet pentokolan secara langsung berdampak signifikan terhadap produktivitas budidaya udang windu di kawasan tersebut dan akan jadi model untuk pengembangan di daerah lainnya.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb. Haeru Rahayu, inovasi pengembangan outlet pentokolan harus didorong secara masif di berbagai daerah. Tujuannya, sebagai upaya merevitalisasi tambak tradisional.

Sementara itu, Kepala BBPBAP Jepara, Supito, mengaku mempunyai tanggung jawab besar untuk mengembalikan kejayaan udang windu. Terutama, di daerah Pantura Jawa yang selama beberapa dekade terakhir masih terpuruk.

“Perlu ada revitalisasi dari sisi manajemen produksi. Artinya bagaimana produktivitas naik, dan memberikan keuntungan lebih tinggi bagi pembudidaya,” jelas Supito seperti dikutip dari laman Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Supito menyampaikan, masalah utama tambak tradisional adalah kualitas lingkungan budidaya. Oleh karena itu, perlu pengendalian dengan aplikasi probiotik lactobacilus dan penggunaan benih yang berkualitas dan adaptif.

Adapun benih yang digunakan adalah ukuran tokolan (panjang minimal 1,2 cm) dari outlet pentokolan di dekat lokasi tambak. Salah satu kelebihan menggunakan benih hasil pentokolan adalah bisa lebih awal memprediksi Survival Rate (SR).

Artinya, sejak awal akan diketahui kejadian atau masalah yang muncul dalam waktu 1–2 minggu. Karena umur pentokolan hanya selama 1–2 minggu, akan lebih mudah dalam melakukan risk management. Menurut Supito, sistem pentokolan ini lebih efisien dibanding tebar benur langsung.

Jika kita menggunakan benur langsung (ukuran panjang 10 mm) dengan harga per ekor rata-rata sampai lokasi tambak sekitar Rp30 per ekor, tetapi SR-nya hanya 10%. Artinya, secara ekonomi sebenarnya harga benih yang dibeli mencapai Rp300 per ekor.

“Tetapi kalau kita menggunakan tokolan (ukuran panjang minimal 1,2 cm) dengan harga misalkan Rp60 per ekor, dengan target SR misalkan 50%, maka harga benih sebenarnya hanya sekitar Rp120,” jelasnya.

Artinya, sebenarnya harga tokolan ini lebih murah dibanding benur dengan tingkat SR yang sangat rendah. Supito menambahkan setidaknya ada 5 standar yang menentukan dalam pengembangan udang windu. Di antaranya benur yang bebas penyakit, Surat Keterangan Asal Benur (SKA), penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pentokolan, SOP pembesaran, dan pendampingan teknis.

Sementara itu, Edi Supriyanto salah seorang pembudidaya udang windu di Kabupaten Sidoarjo, mengaku mendapatkan hasil yang signifikan setelah memakai benur hasil pentokolan.

“Dibanding dengan penebaran sebelumnya yang tidak menggunakan tokolan, setelah menggunaan tokolan panen kali ini jauh mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Peningkatannya bisa 100 persen,” papar Edi.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Budi Daya Rumput Laut: Peluang Pasar dan Produk Turunan

Trubus.id–Budi daya rumput laut menjadi sumber pendapatan utama bagi I Nyoman Sudiatmika. Ia menuturkan bahwa jauh sebelum ada pariwisata,...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img